Pemerintah dan Aparat Kewalahan Atasi Tambang Timah Ilegal di Pulau Bangka
Nelayan memprotes kerusakan lingkungan akibat tambang timah ilegal di Teluk Kelabat Dalam, Bangka Belitung. Pemerintah provinsi dan aparat mengeluh kekurangan personel sehingga kewalahan mengatasi petambang ilegal.
Oleh
PANDU WIYOGA
·3 menit baca
PANGKAL PINANG, KOMPAS — Tambang timah ilegal menjamur di Teluk Kelabat Dalam, Pulau Bangka, Provinsi Bangka Belitung. Nelayan mengeluh jumlah tangkapan menurun karena lingkungan rusak. Adapun pemerintah serta aparat mengaku kekurangan personel sehingga kewalahan kucing-kucingan dengan petambang ilegal.
Salah satu nelayan di Teluk Kelabat Dalam, Wisnu (41), Kamis (8/4/2021), mengatakan, jumlah tangkapan udang menurun dari rata-rata 10 kilogram (kg) per hari menjadi hanya sekitar 2 kg per hari dalam 3 tahun belakangan. Penyebabnya, teluk itu tercemar limbah (tailing) dari tambang timah ilegal.
Aktivitas tambang timah ilegal di Teluk Kelabat Dalam semakin marak sejak 2016. Padahal, berdasarkan Peraturan Daerah Bangka Belitung Nomor 3 Tahun 2020 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K), seharusnya Teluk Kelabat Dalam bebas dari aktivitas pertambangan.
Setiap hari, siang dan malam, ratusan ponton ilegal mengeruk timah dari dasar Teluk Kelabat Dalam. Akibatnya, hutan bakau di sekitar teluk itu rusak parah. Selain itu, buangan tailing menyebabkan pendangkalan akut di banyak titik. Akibatnya, perahu nelayan sering kandas.
Setiap hari, siang dan malam, ratusan ponton ilegal mengeruk timah dari dasar Teluk Kelabat Dalam.
”Para petambang ilegal itu berteriak girang juga bertepuk tangan kalau melihat nelayan mengangkat jaring dan ternyata tidak dapat apa-apa. Sungguh, sakit sekali hati kami,” kata Wisnu.
Di Teluk Kelabat Dalam, belasan kelompok yang terdiri dari puluhan ponton bergerombol masing-masing mengelilingi sebuah rumah-rumahan apung yang dijadikan tempat penjualan timah ilegal. Sebagian besar melakukan penambangan di tengah teluk, tetapi banyak juga yang menambang timah di tengah hutan bakau.
”Mereka pernah menawari bagi hasil tambang timah, tetapi kami menolak. Buat apa punya uang banyak, perahu besar, atau jaring baru kalau laut ini sudah rusak,” ujar Wisnu.
Ketua Forum Pecinta Teluk Kelabat Dalam, Maryono (48), mengatakan, setidaknya ada lebih dari 1.000 keluarga nelayan di sejumlah desa di Kabupaten Bangka dan Kabupaten Bangka Barat yang menggantungkan hidup kepada teluk seluas 13.000 hektar itu. Rencana warga menjadikan Pulau Dante di teluk itu sebagai tempat wisata juga terancam pupus karena kerusakan semakin parah.
Selain itu, kerusakan pesisir di kawasan Teluk Kelabat Dalam berdampak terhadap sektor pertanian. Pada 2020, sawah warga seluas lebih kurang 70 hektar gagal panen karena terendam air laut. Rusaknya hutan bakau di Teluk Kelabat Dalam, yang juga merupakan daerah aliran Sungai Perimping, mengakibatkan air laut meresap ke sawah warga.
Pantauan Kompas di lokasi pada Kamis (8/4/2021), hanya sedikit ponton isap ilegal yang beroperasi saat itu. Sebelumnya, selama tiga hari berturut-turut, polisi melakukan penertiban setelah Gerakan Nelayan Tradisional Pulau Bangka melakukan demonstrasi menuntut penghentian tambang timah yang merusak kawasan pesisir pada Senin (5/4/2021).
Meski demikian, sejumlah besar petambang ilegal masih lolos dari penertiban aparat. Mayoritas menyembunyikan peralatan tambang mereka di balik hutan bakau. Salah satunya, petambang ilegal menyembunyikan puluhan ponton isap di Dusun Mengkubung, Desa Riding Panjang, Kecamatan Belinyu, Kabupaten Bangka.
Gubernur Bangka Belitung Erzaldi Rosman mengatakan, pemerintah dan aparat sudah berkali-kali melakukan penertiban terhadap petambang timah ilegal. Namun, sulitnya menjangkau lokasi petambang dan keterbatasan personel menghambat upaya penertiban itu.
”Di samping lokasi yang sulit dijangkau, petambang (ilegal) memang sudah terlalu pintar. Ketika kami operasi siang, mereka kerjanya malam, dan sebaliknya,” kata Erzaldi didampingi Kepala Polda Bangka Belitung Inspektur Jenderal Anang Syarif saat menemui perwakilan nelayan, Senin (5/4/2021).
Erzaldi menambahkan, Forum Koordinator Pimpinan Daerah Bangka Belitung telah sepakat ke depan akan memperbanyak upaya penertiban petambang timah ilegal. Karena personel aparat terbatas, ia meminta nelayan bekerja sama untuk aktif melaporkan aktivitas tambang timah ilegal.