Organda Jawa Barat meminta pemerintah meninjau ulang kebijakan larangan mudik pada 6-17 Mei 2021. Mereka mengusulkan pembatasan kapasitas penumpang 50 persen untuk menekan potensi penularan Covid-19.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Organisasi Pengusaha Nasional Angkutan Bermotor di Jalan atau Organda Jawa Barat meminta pemerintah meninjau ulang kebijakan larangan mudik pada 6-17 Mei 2021. Mereka mengusulkan pembatasan kapasitas penumpang 50 persen untuk menekan potensi penularan Covid-19.
Ketua Dewan Pimpinan Daerah Organda Jabar Dida Suprinda mengatakan, kebijakan larangan mudik akan membuat pengusaha dan pekerja sektor angkutan publik semakin terpuruk. Sebab, selama pandemi dalam setahun terakhir, armada angkutan harus beroperasi secara bergantian karena penurunan penumpang.
”Kami berharap tetap bisa beroperasi saat mudik. Kami siap mengikuti prosedur protokol kesehatan dari pemerintah, termasuk pembatasan kapasitas penumpang,” ujarnya, di Kota Bandung, Kamis (8/4/2021).
Dida mengatakan, dalam sepekan ini, pihaknya akan mengirimkan surat kepada Gubernur Jabar Ridwan Kamil agar diberi kelonggaran terkait kebijakan larangan mudik tersebut, khususnya untuk angkutan kota dalam provinsi (AKDP) yang menjadi wewenang gubernur.
”Selama (pandemi) ini kami sudah terpuruk. Momen mudik diharapkan menjadi seteguk air untuk menghapus dahaga,” ujarnya.
Dida memahami, pemerintah melarang mudik untuk mencegah penularan Covid-19. Oleh sebab itu, pihaknya tidak keberatan jika kapasitas penumpang dikurangi 50 persen.
”Kami sepakat aturan protokol kesehatan dipertegas. Namun, pemerintah pun harus memahami kondisi kami. Jangan pakai kacamata kuda,” ucapnya.
Dalam sepekan ini pihaknya akan mengirimkan surat kepada Gubernur Jabar Ridwan Kamil agar diberi kelonggaran terkait kebijakan larangan mudik tersebut, khususnya untuk angkutan kota dalam provinsi (AKDP) yang menjadi wewenang gubernur.
Menurut Dida, regulasi larangan mudik membingungkan karena berubah-ubah. Sebab, sebelumnya Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi sempat menyatakan tidak melarang mudik.
Oleh sebab itu, pihaknya tetap meminta perusahaan otobus mempersiapkan armadanya untuk angkutan mudik. Salah satunya dengan melakukan ramp check agar laik jalan serta mendukung keselamatan dan kenyamanan penumpang.
”Sekitar 3.000 armada AKAP (antarkota antarprovinsi) dan AKDP di Jabar disiapkan untuk mudik. Jadi, kami masih berpikir positif mudik tetap diizinkan,” ucapnya.
Kepala Bidang Perhubungan Transportasi Darat Dinas Perhubungan Jabar Iskandar mengatakan, pihaknya masih menunggu aturan teknis dari Kementerian Perhubungan terkait kebijakan larangan mudik. Namun, 338 titik penyekatan telah disiapkan untuk mengantisipasi gelombang pemudik pada momen Lebaran.
”Jumlah poskonya masih bisa bertambah. Tidak hanya untuk angkutan umum, tetapi juga lainnya, termasuk angkutan pribadi,” ucapnya.
Kepala Dishub Jabar Hery Antasari mengatakan, petugas juga akan mengantisipasi pergerakan pemudik melalui ”jalur tikus”. Pihaknya bersama kepolisian telah memetakan jalur pada tahun lalu yang digunakan angkutan pemudik untuk menghindari penyekatan oleh petugas.
”Jumlah pemudik yang paling tinggi diperkirakan tujuan Bandung dan sekitarnya. Setelah itu Bogor, Kuningan, Cirebon, Garut, dan Sukabumi. Pemerintah kabupaten/kota harus menyadari hal ini,” ujarnya.
Survei Kementerian Perhubungan mengindikasikan animo masyarakat untuk mudik cukup tinggi. Sebanyak 33 persen warga, yakni 81 juta warga, akan mudik Lebaran jika tak ada larangan dari pemerintah. Sementara jika pemerintah melarang mudik, 11 persen atau 27 juta warga ingin tetap mudik (Kompas, 8/4/2021).
Berdasarkan survei itu, Jabar menjadi tujuan mudik terbanyak kedua sebesar 23 persen. Jumlah itu masih di bawah Jateng sebesar 37 persen. Sementara Jawa Timur menjadi tujuan mudik terbanyak ketiga sebesar 14 persen.