Pascabanjir Bandang, 27 Warga Flores Timur dan 16 Warga Lembata Dinyatakan Hilang
Jumlah korban meninggal akibat banjir bandang di Flores Timur, NTT, terus bertambah. Begitu juga dengan korban yang belum ditemukan. Data sementara, 45 warga meninggal dan 27 lainnya masih hilang.
Oleh
ISMAIL ZAKARIA/AGNES SWETA PANDIA
·4 menit baca
LARANTUKA, KOMPAS — Banjir bandang melanda empat kecamatan di Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, Minggu (4/4/2021). Sebanyak 45 orang dilaporkan meninggal. Selain itu, 27 warga dinyatakan hilang.
Selain di Flores Timur, banjir juga terjadi di Kabupaten Malaka dan Kabupaten Lembata. Di Lembata, 11 orang dilaporkan meninggal. Sebanyak 16 warga di Lembata juga dinyatakan hilang.
Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Raditya Jati melalui siaran resminya, Minggu malam, mengatakan, BPBD Flores Timur terus melakukan pendataan dan memverifikasi data lapangan untuk pemutakhiran selanjutnya.
Menurut Raditya, wilayah terdampak meliputi Desa Nelelamadike di Kecamatan Ile Boleng, Kelurahan Waiwerang dan Desa Waiburak di Kecamatan Adonara Timur, Desa Oyang Barang dan Pandai di Kecamatan Wotan Ulumado, serta Desa Waiwadan dan Duwanur di Kecamatan Adonara Barat.
Selain korban meninggal, banjir bandang juga mengakibatkan warga hilang. Menurut Raditya, berdasarkan data sementara, 27 warga belum ditemukan. Mereka berasal dari tiga desa, yakni 19 orang di Nelelamadike, 7 orang di Desa Waiburak, dan 1 orang di Desa Oyang Barang.
Di samping korban jiwa dan hilang, menurut Raditya, banjir bandang juga mengakibatkan lima jembatan putus dan puluhan rumah warga tertimbun lumpur. Selain itu, puluhan rumah terendam banjir di Kecamatan Adonara Barat.
”Bupati bersama jajaran telah berada di lokasi dan membantu penanganan darurat bencana. Juga sudah ada pihak terkait seperti BPBD, TNI, dan Polri,” kata Raditya.
Proses penanganan rumah yang tertimbun longsor dan pencarian korban masih dilakukan secara manual. Menurut Kepala BPBD Nusa Tenggara Timur Thomas Bangke, untuk mengangkat alat berat dari Larantuka harus dengan kapal, tetapi saat ini tidak mungkin dilakukan karena sedang gelombang tinggi.
Bupati bersama jajaran telah berada di lokasi dan membantu penanganan darurat bencana.
Raditya menjelaskan, berdasarkan laporan BPBD, banjir bandang dipicu oleh hujan dengan intensitas tinggi. Banjir yang melanda beberapa wilayah di tiga kecamatan terjadi pada Minggu sekitar pukul 01.00 Wita.
Menurut Raditya, BNPB telah berkoordinasi dengan BPBD setempat untuk dukungan penanganan darurat. Tim Reaksi Cepat (TRC) BNPB dan dukungan logistik akan segera dikirimkan ke lokasi terdampak.
Dukungan logistik itu berupa makanan siap saji 1.002 paket, lauk pauk 1.002 paket, makanan tambah gizi 1.002 paket, selimut 3.000 lembar, sarung 2.000 lembar, rapid test antigen 10.000 tes, masker kain 1.000 buah, dan masker medis 1.000 buah.
Sementara Menteri Sosial Tri Rismaharini pada Senin (5/4/2021) pagi sudah bertolak ke Bima, Nusa Tenggara Barat, lalu menuju Lembata dan Larantuka, Kabupaten Flores Timur, untuk meninjau serta membantu warga korban banjir bandang di Adonara.
”Semua bantuan untuk korban bencana alam di NTT dikirim dari Surabaya sehingga tiba di Adonara bisa lebih cepat,” kata Risma.
Banjir bandang di Lembata dan Malaka
Selain di Flores Timur, banjir bandang juga terjadi di Kabupaten Lembata pada Minggu malam. Hingga Senin pagi, menurut Raditya, 11 warga dilaporkan meninggal. Selain itu, 16 warga dinyatakan masih hilang.
Di Lembata, banjir bandang melanda enam desa di dua kecamatan. Desa tersebut meliputi Desa Waowala, Tanjung Batu, dan Amakaka di Kecamatan Ile Ape, kemudian Desa Jontona, Lamawolo, dan Waimatan di Kecamatan Ile Ape Timur.
Bernadus Vianey Tolok (35), guru SMP Santo Pius X Lewoleba, ibu kota Lembata, saat dihubungi dari Mataram, Senin pagi, mengatakan, seluruh korban meninggal telah dievakuasi ke Rumah Sakit Umum Daerah Lembata. Beberapa telah dimakamkan.
Menurut Bernadus, saat ini hujan masih mengguyur Lembata. Alat berat juga sulit menjangkau lokasi karena beberapa ruas jalan tertutup material banjir bandang.
”Sementara menunggu alat berat, warga mulai gotong royong untuk evakuasi dan membersihkan sisa banjir. Di desa yang terpapar seperti Ile Ape, batu-batunya besar. Hal itu karena posisi desa berada di lereng Gunung Ile Ape (Lewotolok) yang kemarin erupsi,” kata Bernadus.
Menurut Bernadus, selain ke Lewoleba, sebagian juga dievakuasi ke desa tetangga. Misalnya warga Waimatan dievakuasi ke Napasabok dan warga Jontana ke Todonara.
Bernadus mengatakan, saat ini masyarakat membutuhkan berbagai bantuan, seperti obat-obatan, kelengkapan P3K, pakaian, dan makanan. Hal itu karena kejadian berlangsung pada malam hari sehingga mereka tidak sempat membawa barang-barang akibat panik.
Sementara pada Minggu sekitar pukul 08.00 Wita, banjir melanda wilayah Kabupaten Malaka di Nusa Tenggara Timur. Sebanyak 23 desa di lima kecamatan terdampak.
Desa yang terdampak itu adalah Desa Naimana, Fahiluka, Kawalu, Railor, Bereliku di Malaka Tengah serta Desa Motaain, Oan Mane, Sukun, Fafoe, Lasaen, Umatoos, Rabasa, Rabasa Haerain, Loofoun, Maktihan, Naas, dan Motaulun di Kecamatan Malaka Barat.
Selain itu, banjir juga melanda Desa Forekmodok, Lamudur, Wederok, dan Kleseleon di Kecamatan Weliman, Desa Halibasar di Kecamatan Wewiku, serta Lalekun Barat di Kecamatan Kobalima.
Dampak banjir berupa ratusan rumah terendam dengan ketinggian air hingga 1,5 meter. ”Banjir juga mengakibatkan jembatan penghubung kantor BPBD dengan ibu kota Kabupaten Malaka terputus,” kata Raditya.
Menurut Raditya, TRC BPBD Kabupaten Malaka telah turun ke lokasi untuk mendata sekaligus berkoordinasi dengan instansi terkait dan bersama tim gabungan melakukan evakuasi. Di samping itu, BPBD menggerakkan tangki air dan tangki pemerintah kecamatan untuk pelayanan air bersih.