Banjir Bandang di Flores Timur, 23 Warga Ditemukan Meninggal
Banjir bandang mengakibatkan 23 warga ditemukan meninggal di Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur. Sejumlah warga dilaporkan masih hilang.
Oleh
ISMAIL ZAKARIA/AGNES SWETA PANDIA/KORNELIUS KEWA AMA
·2 menit baca
LARANTUKA, KOMPAS — Banjir bandang melanda Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, Minggu (4/4/2021). Menurut data sementara Badan Penanggulangan Bencana Daerah Flores Timur, bencana alam itu mengakibatkan 23 warga meninggal.
Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Raditya Jati melalui siaran resminya, Minggu siang, mengatakan, banjir bandang dipicu hujan dengan intensitas tinggi di beberapa kecamatan sejak Minggu dini hari. Hingga Minggu siang, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Flores Timur melaporkan 49 keluarga terdampak.
Adapun dari 23 korban yang ditemukan meninggal itu, 20 orang teridentifikasi merupakan warga Desa Lamanele, Kecamatan Ile Bokeng. Di desa ini, lima orang mengalami luka. Sementara tiga korban meninggal lain ditemukan di Desa Oyang Barang, Kecamatan Wotan Ulumado.
”Sementara di Desa Waiburak, Kecamatan Adonara Timur, dua warga masih dilaporkan hilang. Di sana, empat warga luka-luka telah dirawat di puskesmas setempat,” kata Raditya.
Tidak hanya menelan korban jiwa dan luka, banjir bandang tersebut juga mengakibatkan puluhan rumah warga tertimbun lumpur di Desa Lamanele. ”Selain itu, ada juga rumah warga sekitar hanyut terbawa banjir dan jembatan putus di Desa Waiburak, Kecamatan Adonara Timur. Aparat pemerintah desa masih terus melakukan pendataan di lapangan,” kata Raditya.
Aparat pemerintah desa masih terus melakukan pendataan di lapangan. (Raditya Jati)
Dihubungi terpisah, Kepala BPBD Nusa Tenggara Timur Thomas Bangke mengatakan, masih ada 40 rumah yang tertimbun longsoran dan sedang dilakukan pembersihan secara manual. Pembersihan dilakukan secara manual karena ketiadaan alat berat.
”Tidak ada alat berat di daerah kepulauan itu. Untuk mengangkat alat berat dari Larantuka (ibu kota Flores Timur) harus dengan kapal. Namun, saat ini tidak mungkin dilakukan karena sedang gelombang tinggi,” kata Thomas.
Sejauh ini, menurut Raditya, pemerintah daerah telah melakukan rapat terbatas antara Bupati, TNI, Polri, dan instansi terkait. Salah satunya dengan pembentukan posko penanganan darurat.
”Kendala di lapangan yang diidentifikasi petugas BPBD adalah akses satu-satunya hanya penyeberangan laut ke Pulau Adonara. Sementara hujan, angin, dan gelombang yang tinggi mengakibatkan pelayaran tidak diperbolehkan oleh otoritas setempat,” kata Raditya.
Raditya mengatakan, BNPB terus berkoordinasi dengan BPBD Kabupaten Flores Timur dan memantau penanganan darurat. Apabila dibutuhkan mobilisasi bantuan, BNPB telah siap dengan pengerahan sumber daya.