Cegah Penyebaran Virus Korona, Penyembahan Salib Jumat Agung Ditiadakan
Tradisi penyembahan salib secara perseorangan pada setiap Jumat Agung di Kupang, Nusa Tenggara Timur, peringatan kisah sengsara dan wafat Tuhan, ditiadakan, sebagai upaya memutus mata rantai penyebaran virus korona.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·4 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Mengantisipasi penyebaran Covid-19 antarumat yang hadir di gereja, tradisi penyembahan salib secara perseorangan pada setiap hari Jumat Agung di Kupang, memperingati kisah sengsara dan wafat Tuhan, ditiadakan. Salib bagian dari hidup orang Kristen. Perayaan Jumat Agung berlangsung aman dan tertib, Kepala Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Timur memantau kegiatan peribadatan di gereja-gereja.
Misa Jumat Agung di Paroki Santa Maria Asumpta, Kupang, Jumat (2/4/2021), dipimpin Pastor Paroki RD Rudy Djung Lake Pr. Misa peringatan kisah sengsara dan wafat Tuhan ini dimulai pukul 15.00 Wita, diikuti ratusan umat, dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Setiap orang wajib mencuci tangan, kemudian pemeriksaan suhu tubuh sebelum masuk ke dalam gereja. Setiap bangku gereja diberi batas duduk dengan tali, berjarak 1,5 meter.
Misa ini agak berbeda dengan perayaan misa pada umumnya. Altar tempat pastor mempersembahkan misa tidak ditutupi kain altar. Semua jenis salib dan arca ditutupi kain warna merah atau warna ungu, sebagai tanda perkabungan atas sengsara dan wafat Tuhan. Lagu-lagu gereja yang dibawakan bernada ratapan, tetapi karena pandemi Covid-19 tidak semua lagu dinyanyikan.
Melalui salib itu, kita akan sampai pada kebangkitan, kemenangan, kebahagiaan, dan kesuksesan. Semua orang Kristen meraih kesuksesan atau kemenangan, selalu diawali dan dengan perjuangan dan penderitaan. (Rudy Djung Lake)
Jumat Agung difokuskan pada pembacaan kisah sengsara dan wafat Tuhan, renungan oleh pemimpin misa, dilanjutkan dengan penyembahan salib Tuhan secara bersama, dan penyembahan salib perseorangan. Tetapi, menghindari penyebaran Covid-19, penyembahan salib perseorangan dengan cara mengecup salib satu per satu ditiadakan.
Dalam khotbah Jumat Agung, RD Rudy Djung menekankan salib sebagai bagian dari hidup umat kristiani. Setiap orang Kristen wajib memikul salib dan mengikuti Yesus. Salib bukan suatu kegagalan karena melalui salib orang akan sampai pada kemenangan. Salib simbol perjuangan, usaha, ketelatenan, dan bahkan penderitaan, serta kesulitan hidup.
”Melalui salib itu, kita akan sampai pada kebangkitan, kemenangan, kebahagiaan, dan kesuksesan. Semua orang Kristen meraih kesuksesan atau kemenangan selalu diawali dan dengan perjuangan dan penderitaan. Sama seperti Yesus yang menderita sengsara dan wafat di salib, pada akhirnya meraih kebangkitan pada hari ketiga,” kata Djung.
Sama seperti Yesus tidak mengharapkan belas kasih dari para serdadu dan prajurit Romawi saat itu, orang Kristen pun tidak perlu bergantung penuh dari belas kasih dari orang lain. Setiap orang harus berjuang memikul salib, menjalani hidup untuk meraih kesuksesan. Salib bukan suatu kegagalan atau akhir dari perjuangan hidup, tetapi awal dari suatu kehidupan.
Pada misa Jumat Agung ini tidak ada bagian upacara yang disebut konsekrasi karena kain altar telah ditanggalkan dari meja altar. Tetapi, umat diperkenankan menerima tubuh dan darah Tuhan dalam wujud hostia yang telah disakralkan oleh pastor sehari sebelumnya, yakni malam perjamuan Tuhan.
Sementara di Gereja Katolik Santo Yoseph Pekerja Penfui misa Jumat Agung dipimpin RD Andreas Sikka Pr sebagai Pastor Paroki II. Di Gereja itu pun tidak ada ritual penyembahan salib perseorangan, kecuali umat diwajibkan tunduk di depan salib sambil berlutut.
RD Andreas Sikka pun mengajak umat kristiani untuk melihat pandemi Covid-19 sebagai bagian dari salib hidup. Sebagai orang beriman, orang Kristen harus menjalankan protokol kesehatan sebagai bagian dari upaya untuk meraih kemenangan atau pembebasan dari pandemi Covid-19.
Ketua Sinode Gereja Kristen Masehi Injili di Timor (GMIT) Pdt Mery Kolimon dalam surat gembala yang ditujukan kepada anggota GMIT antara lain menyebutkan tema paskah tahun ini ialah ”Berpaling pada Sang Hidup”. Ia menyebutkan, untuk kedua kalinya, peringatan sengsara, wafat, dan kebangkitan Tuhan diperingati di tengah masa pandemi Covid-19.
”Dengan berpaling pada Yesus, sang hidup, kita memperoleh hikmat dan kemenangan untuk merawat kehidupan dan menyongsong kemenangan atas pandemi Covid-19, dan segala persoalan yang sedang dihadapi,” kata Mery.
Kasus pandemi Covid-19 yang dialami umat kristiani selama lebih dari satu tahun membuat umat kristiani sedih dan berduka. Mereka yang meninggal akibat pandemi Covid-19 dimakamkan tidak seperti biasanya. Tidak ada ritual doa, lawatan keluarga dan sahabat.
Sebagai umat beriman, pandemi Covid-19 bagian dari salib hidup. Pandemi itu mengajarkan orang Kristen bagaimana harus hidup saling menghargai dan merawat anggota tubuh masing-masing, mencintai kehidupan, dan saling membantu satu sama lain dalam ketakberdayaan hidup.
Kepala Kepolisian Daerah (Polda) Nusa Tenggara Timur Inspektur Jenderal Lotharia Latif dan jajaran melakukan kunjungan ke sejumah gereja di Kupang. Kepala Polda memantau pengamanan di rumah-rumah ibadah yang dilakukan personel Polri dan masyarakat serta memastikan umat kristiani menjalankan ibadah dalam kondisi aman, tertib, dan tetap menerapkan protokol kesehatan.
Sampai saat ini kegiatan peribadatan di gereja-gereja di NTT berlangsung aman dan tertib. Aparat keamanan dari Polri, TNI, dan warga gereja bersama-sama menjaga keamanan dan ketertiban di sekitar gereja selama perayaan berlangsung.