Pemerintah Provinsi Jawa Barat berencana untuk mengkaji relokasi warga terdampak ledakan Pertamina RU VI Balongan, Indramayu, Jawa Barat. Kajian ini diharapkan bisa melibatkan warga, sehingga tidak ada yang dirugikan.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI/MELATI MEWANGI
·4 menit baca
INDRAMAYU, KOMPAS-Warga terdampak ledakan kilang minyak Pertamina RU VI Balongan, Indramayu, Jawa Barat, masih trauma. Pengungsi juga belum boleh diperbolehkan pulang karena rentan terdampak asap dari api yang masih menyala hingga Selasa (30/3/2021), pukul 19.45.
Data Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Indramayu menyebutkan, enam desa terdampak kejadian ini. Desa itu adalah Balongan, Majakerta, Rawadalem, Sukareja, Tegalurung, dan Sukaurip. Hingga Selasa, lebih kurang 2.000 warga masih mengungsi. Lebih kurang 700 orang tinggal sementara di GOR Bumi Patra Pertamina. Sementara setidaknya 1.300 orang lainnya mengungsi ke rumah sanak saudaranya.
Penjabat Kuwu (kepala desa) Sukaurip, Kecamatan Balongan, Warsono mengatakan, 103 warganya hingga kini masih trauma. Selain belum diberi izin, warga juga masih enggan pulang karena khawatir ada kejadian susulan.
Sukaurip menjadi desa terdekat dengan lokasi ledakan. Rumah warga ada yang hanya berjarak sekitar 100 meter dari lokasi kejadian. Banyak rumah warga rusak akibat kejadian ini.
Salah satu warga yang tinggal hanya 100 meter dari kilang yang terbakar adalah Uustuhriah (34), warga Sukaurip. Hingga kini, ia belum bisa lupa dari kejadian itu. Ledakan keras dan api yang terus membesar masih ada dalam ingatannya. Atas alasan itu, dia mau direlokasi.
Akan tetapi, Uustuhriah berharap, ganti rugi yang diberikan padanya sesuai harapan. Dia ingin Pertamina memberi penawaran harga sekitar Rp 7 juta per meter persegi untuk tanah dan bangunan seluas 92 meter persegi. Dia mengatakan, jumlah itu sesuai dengan harga pasar dan kebutuhan hidup di tengah pandemi ini.
Ade (43) warga Desa Balongan, sekitar 300 meter dari lokasi kejadian, juga tidak keberatan bila direlokasi. Namun, ia ingin besarannya ganti ruginya ditentukan bersama dengan warga. Dia berharap uang itu bisa menjadi modal membeli tanah dan bangunan di lokasi baru.
Dalam kunjungannya ke Indramayu, Selasa (30/3/2021), Wakil Gubernur Jabar Uu Ruzhanul Ulum mengatakan, relokasi warga bisa saja dilakukan. Hal itu akan dijalankan setelah ada hasil evaluasi terkait penyebab ledakan diketahui. "Biasanya untuk relokasi itu ke tanah desa terdekat. Tapi kita lihat lagi seperti apa teknis dan kendala- kendalanya,” ucap Uu
Menurut Uu, relokasi warga di daerah rawan bencana merupakan hal wajar. Rencana pemindahan akan melibatkan pemerintah kabupaten, provinsi, dan perusahaan terkait. Sebelum relokasi dilakukan ada berbagai hal yang dipertimbangkan, mulai dari kajian keamanan hingga sosial ekonomi warga.
Sebelumnya, Bupati Indramayu Nina Agustina juga menyampaikan rencana relokasi warga. Saat ini, pihaknya masih menunggu hasil evaluasi insiden dari berbagai pihak. "Nanti bisa diketahui kira-kira berapa jarak aman untuk tempat tinggal warga. Kemungkinan akan ada relokasi untuk warga," kata Nina.
Sementara itu, jumlah warga terdampak ledakan bertambah. Bila sebelumnya hanya 932 orang, pada Selasa (30/3/2021), tercatat ada lebih kurang 2.000 orang. Sebanyak 700 orang mengungsi di GOR Bumi Patra Pertamina. Sejumlah pengungsi tidur di atas karpet dan kasur. Beberapa kipas angin dan dispenser diletakkan di beberapa titik yang mudah diakses warga. Sedangkan 1.300 orang lainnya mengungsi di sanak saudaranya.
"Warga terdampak yang tinggal di GOR Bumi Patra Pertamina atau di rumah sanak saudara sama sama tetap kami pasok makanan," kata Pelaksana tugas Sekretaris BPBD Indramayu Caya.
Caya memastikan, kebutuhan makanan, minuman, dam selimut pengungsi serta warga terdampak terpenuhi. Pihaknya bisa menyiapkan makanan hingga 2.500 porsi makanan sekali makan. Meskipun masa tanggap darurat tiga hari sejak Senin, pihaknya tetap menyiapkan tempat pengungsian sesuai kondisi daerah ledakan tangki.
"Pengungsi belum boleh pulang hingga ada rekomendasi dari kami dan Pertamina. Kalau orang tinggal di sana, bisa kekurangan oksigen karena asap dari tangki yang terbakar," kata dia.
Tidak ada petir
Terkait penyebab ledakan di tangki, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) tidak mendeteksi sambaran petir di wilayah PT Pertamina RU VI Balongan. Sebelumnya, pihak Pertamina menduga ledakan dipicu petir.
BMKG telah memantau aktivitas petir di Balongan, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, dengan alat monitoringlightiningdetector pada Senin, pukul 00.00-02.00, sesuai waktu ledakan tangki Pertamina RU VI Balongan. Alat itu berlokasi di BMKG Jakarta dan BMKG Bandung.
”Tidak terdeteksi adanya aktivitas sambaran petir di wilayah kilang minyak Balongan, Indramayu,” ujar Kepala Pusat Seismologi Teknik, Geofisika Potensial, dan Tanda Waktu BMKG Rahmat Triyono dalam keterangan yang diterima Kompas, Selasa (30/3) pagi. Adapun yang dimaksud petir adalah kilatan listrik di udara yang disertai bunyi gemuruh.
Direktur Utama PT Pertamina Nicke Widyawati meminta berbagai pihak menunggu hasil investigasi terkait penyebab kebakaran tangki. "Saat ini, Pertamina masih fokus penanganan dan dampak insiden. Kita pastikan masyarakat aman," ucapnya.
Nicke mengatakan, area tangki terdampak sekitar 2 kilometer dari total 180 hektar area Pertamina Balongan. Ia menambahkan, dari 72 tangki di area kilang berkapasitas 1,35 juta kilo liter (KL), terdapat 4 tangki yang terdampak dengan kapasitas 100.000 KL.