Jadi Dibangun, Kawasan Mangrove sebagai Pelindung Teluk Palu
Pemerintah memastikan akan membangun kawasan mangrove sebagai bagian dari sistem pelindung Pantai Teluk Palu, Kota Palu, Sulawesi Tengah.
Oleh
VIDELIS JEMALI
·3 menit baca
PALU, KOMPAS — Pertanyaan warga Kota Palu terkait kepastian pembangunan kawasan mangrove sebagai bagian dari sistem pelindung Pantai Teluk Palu, Kota Palu, Sulawesi Tengah, terjawab sudah. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat memastikan akan membangun kawasan mangrove itu, dengan target rampung pada 2022.
”Pembangunan kawasan mangrove butuh proses. Kami targetkan bisa selesai pada 2022, yang juga target pengerjaan proyek pascabencana di bawah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat,” kata Kepala Seksi Perencanaan Balai Wilayah Sungai Sulawesi (BWSS) III Edison, di Palu, Senin (29/3/2021).
Kawasan mangrove sejauh ini belum mulai dikerjakan di saat tanggul pantai di Teluk Palu sepanjang 7 kilometer sudah dibangun. Dalam perencanaan pembangunan kawasan pelindung Pantai Teluk Palu, ada titik yang khusus ditanami mangrove. Dalam desainnya, lokasi untuk penanaman mangrove berada di Kelurahan Silae, Kecamatan Palu Barat, dan direncanakan sepanjang 300 meter.
Saat ini, BWSS III masih mendesain model kawasannya. Penanaman mangrove membutuhkan rekayasa untuk menangkap sedimen yang dialirkan Sungai Palu ke Teluk Palu. ”Kami akan bekerja sama dengan pegiat dari lembaga swadaya masyarakat untuk penanaman mangrove tersebut karena mereka yang lebih tahu teknisnya, misalnya, jenis apa yang bisa ditanam,” kata Edison.
Porsi untuk kawasan mangrove dari sistem tanggul di Teluk Palu merupakan jalan tengah yang diambil pemerintah atas desakan aktivis lingkungan terhadap pembangunan tanggul di Teluk Palu. Tanggul merupakan bagian dari mitigasi tsunami.
Tanggul yang dibangun dengan anggaran Rp 200 miliar dari pinjaman Bank Pembangunan Asia (ADB) itu menjadi peredam pertama jika terjadi tsunami di Teluk Palu. Peredam berikutnya adalah jalan yang ditinggikan (elevated road), yang nantinya dibangun di belakang tanggul. Jalan yang ditinggikan tersebut juga belum dibangun.
Tanggul berupa bongkahan batu besar yang ditata miring ke arah laut dan darat dengan bagian atas rata. Tingginya sekitar 3 meter. Tanggul dikerjakan sejak awal 2020.
Sistem pelindung Pantai Teluk Palu dibangun sebagai bagian dari upaya mitigasi tsunami setelah wilayah itu hancur karena diterjang tsunami pada 28 September 2018. Tsunami kala itu dipicu gempa bermagnitudo 7,4.
Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Daerah Sulteng Abdul Haris menyatakan, pemerintah tidak serius dengan komitmen untuk membangun kawasan mangrove. Seharusnya, pemerintah lebih dahulu membangun kawasan mangrove sebagai bentuk keseriusan pembangunan sistem pelindung pantai karena pembangunan tanggul selama ini ditolak.
Tambatan perahu
Paket lain yang masih perlu dikerjakan adalah tambatan perahu nelayan. Seperti kawasan mangrove, tambatan perahu juga belum dibangun.
Artinya, benar-benar berfungsi untuk kepentingan tambatan perahu nelayan.
Kepala Seksi Keterpaduan Pembangunan Infrastruktur dan Sumber Daya Alam BWSS III Ariesto Trestiadi menyatakan, ada perubahan rencana pembuatan tambatan perahu. Awalnya, disiapkan empat titik tambatan perahu. Namun, untuk jumlah pastinya masih dikaji lagi demi efisiensi, sambil tetap memperhatikan kebutuhan nelayan.
”Tambatan perahu yang akan dibangun intinya fungsional. Artinya, benar-benar berfungsi untuk kepentingan tambatan perahu nelayan,” kata Ariesto.
Sejumlah nelayan di Teluk Palu menginginkan tambatan perahu segera dibangun. Arham (52), nelayan di Kelurahan Talise, Kecamatan Mantikulore, menyatakan, sudah ada lima perahu nelayan yang rusak dihantam ombak karena tak adanya tambatan perahu setelah pembangunan tanggul.
Perahu nelayan sulit dipindah melewati tanggul sehingga harus ditambatkan di bibir pantai yang masih bisa dijangkau ombak. ”Sebelum kerusakan lebih parah, kami minta untuk segera dibangun tambatan perahu,” katanya.
Arham berharap pihak BWSS III berdialog dengan nelayan untuk membangun model tambatan perahu yang ideal. Ia menginginkan tempat tambatan perahu tersebut membentuk huruf ”L”. Desain itu akan membuat perahu nelayan berada di dalam lekukan sehingga terhindar dari empasan ombak.
Sebelum adanya tanggul, nelayan bisa menambatkan perahunya di darat. Itu karena tak ada penghalang untuk mengangkat atau mendorong perahu. Nelayan di Teluk Palu terpusat di Kelurahan Talise (Mantikulore), Kelurahan Lere (Palu Barat), dan Kelurahan Mamboro (Palu Utara).