Sederet Pekerjaan Rumah Optimalkan Sistem Resi Gudang
Menurut Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jateng, mengelola SRG seperti mengelola lembaga pembiayaan, dibutuhkan juga SDM. Resi gudang yang sudah berjalan baik ada di Wonogiri, Kebumen, dan Grobogan.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Penerapan sistem resi gudang diyakini mampu mengatasi sejumlah permasalahan di bidang pertanian, salah satunya fluktuasi harga komoditas. Namun, penerapannya belum optimal, termasuk di Jawa Tengah. Perlu waktu untuk menyiapkan segala hal agar diterapkan merata di daerah-daerah.
Resi gudang adalah surat atau dokumen bukti kepemilikan atas barang yang disimpan di gudang yang dikelola pengelola yang mendapat izin dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti). Sistem resi gudang diharapkan meningkatkan pendapatan petani/petambak karena hasil panen bisa dijual saat harga tinggi.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jateng Arif Sambodo mengatakan, sistem resi gudang (SRG) tak hanya terkait sarana dan prasarana, tetapi juga sumber daya manusia (SDM). Saat ini ada 15 kabupaten/kota yang sudah memiliki SRG, tetapi pelaksanaannya beragam. Yang berjalan baik ada di Kabupaten Wonogiri, Grobogan, dan Kebumen.
”Mengelola SRG itu seperti mengelola lembaga pembiayaan. Ini juga tergantung pada pengelola (gudang). Ada yang sudah berjalan, tetapi ada juga yang belum dan baru mau mencari pengelola. SDM ini otomatis perlu disiapkan,” kata Arif di sela-sela Rapat Koordinasi Pengembangan SRG Jateng, di Kota Semarang, Selasa (16/3/2021).
Ia menambahkan, pihaknya juga akan membantu proses penghibahan sarana SRG agar pengelolaan bisa segera dilakukan. Adapun yang SRG yang sudah beroperasi saat ini baru sebatas penyimpanan komoditas dan penjualannya. Namun, ke depan diharapkan juga akan ada pengolahan di gudang.
Tak kalah penting, perubahan pola pikir masyarakat, dalam hal ini petani. ”Kami coba kerja sama dengan dinas terkait, seperti di Wonogiri yang memanfaatkan penyuluh untuk menyamakan mindset (pola pikir). Sementara di Kudus, misalnya, mindset petani belum ke arah sana. Manfaat resi gudang belum ada di pikiran mereka. Ibaratnya tengkulak masih menongkrongi,” kata Arif.
Gubernur Jateng Ganjar Pranowo menuturkan, edukasi kepada para petani memang perlu dilakukan agar mereka tertarik pada sistem tersebut. Namun, hal tersebut memerlukan waktu. Pasalnya, selama ini kebanyakan petani sudah terbiasa menjual lepas hasil panen ke tengkulak, yang mau tak mau harga jatuh saat panen raya.
Ganjar berharap contoh-contoh baik dari SRG yang sudah berhasil diterapkan dapat ditiru daerah-daerah lain. ”Juga (didukung) teknologi dan back-up dari lembaga keuangan atau perbankan. Kalau gudang dan kontrol bagus, stok pangan bisa terjaga di sini. Rakor hari ini menjadi pembelajaran bersama untuk kabupaten/kota lain,” ujarnya.
Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga mengemukakan, pihaknya akan memastikan terkait fasilitasi pembiayaan. Pelaksanaan SRG dapat bekerja sama dengan bank, termasuk bank-bank BUMN. Pihaknya pun telah berkomunikasi dengan salah satu bank BUMN yang dapat mendukung SRG.
Terkait pengelolaan, kerja sama dengan pihak swasta terbuka. ”Selama ini, kami sudah dukung dengan baik, tetapi tak tertutup kemungkinan pengelolaan oleh sektor lain agar lebih profesional,” ujar Jerry. Saat ini, ada 120 SRG pemerintah di Indonesia dan diharapkan meningkat agar manfaatnya dirasakan oleh para petani.
Jerry menambahkan, Jateng merupakan salah satu sumber utama lumbung bahan pokok penting di Indonesia. Diharapkan SRG dapat terus berkembang dan seluruh komponennya diharapkan terintegrasi satu sama lain.