Pesan Kesetaraan dari ”Dapur Dif_able”
Penyandang disabilitas rungu di Kota Bandar Lampung, Lampung, kini mengelola rumah makan bernama Dapur Dif_able. Mereka mendapatkan bantuan dari PT PLN UID Lampung dan pendampingan dari berbagai pihak.
Maret 2021 menjadi bulan tak terlupakan bagi 15 penyandang disabilitas di Kota Bandar Lampung, Lampung. Mereka sangat bahagia karena diberikan kesempatan mengelola sebuah kedai makanan bernama Dapur Dif_able.
Dengan cekatan, tangan Nafilatul (22) menyiapkan menu nasi ijo suji pandan pada piring rotan yang sudah diberi alas daun pisang. Dia juga menata ayam goreng, kering tempe, bihun, suiran telur dadar, mentimun, dan kerupuk sebagai pelengkap.
Sesekali tangannya sibuk bergerak saat berkomunikasi dengan bahasa isyarat. Tanpa suara, gadis penyandang disabilitas rungu itu memberi instruksi agar pramusaji segera menghidangkan makanan itu.
Hari itu, Jumat (5/3/2021), Dapur Dif_able memang baru pertama kali dibuka untuk melayani para pengunjung. Pembukaan kedai secara terbatas itu dilakukan sebagai persiapan soft launching Dapur Dif_able yang digelar pada 8 Maret 2021.
Bagi Nafilatul, menjadi koki di kedai itu adalah pekerjaan pertamanya. Sejak lulus dari SMA Negeri 14 Bandar Lampung pada 2018, dia belum pernah bekerja.
Dia memang pernah mencoba mendaftar pekerjaan sebagai karyawan di sebuah toko modern yang saat itu membuka pendaftaran untuk penyandang disabilitas. Namun, Nafilatul tidak lolos seleksi.
Baca juga : Disabilitas Terpinggirkan dalam Pekerjaan
Tak ingin terpuruk karena ditolak bekerja, Nafilatul lalu menyibukkan diri dengan mengikuti kursus make up. Dia juga bergabung dalam Komunitas Sahabat Difabel Lampung. Lewat komunitas itulah, Nafilatul mendapat kesempatan untuk belajar memasak.
”Saat pelatihan, masakan saya katanya enak. Jadi, saya diminta jadi koki,” kata Nafilatul menggunakan gerakan tangan saat diwawancarai Kompas disela-sela kesibukannya menyiapkan makanan di Dapur Dif_able.
Nafilatul mengaku sangat senang diberi kesempatan menjadi koki. Lewat pekerjaan itu, dia ingin membuktikan bahwa penyandang disabilitas juga bisa bekerja dengan baik dan profesional.
Kebahagiaan serupa juga diungkapkan Nabila Tyas Sani (20). Setelah mengikuti pelatihan sekitar enam bulan, lulusan SMA Luar Biasa PKK Lampung ini bekerja sebagai pramusaji di Dapur Dif_able. Tak sekadar bekerja, secara tidak langsung, Sani, sapaan akrabnya, juga memperkenalkan penggunaan bahasa isyarat kepada para pengunjung.
Baca juga : Tingkatkan Perlindungan dan Pemenuhan Hak Disabilitas
Dengan bantuan Eti Mudmainah, pendamping dari Komunitas Sahabat Difabel Lampung (Sadila), Sani amat percaya diri menyapa pengunjung menggunakan bahasa isyarat. Eti membantu menerjemahkan gerakan tangan Sani saat menawarkan beberapa menu makanan yang tersedia di tempat makan itu.
Lingkungan inklusif
Eti yang merupakan Ketua Komunitas Sahabat Difabel Lampung mengatakan, kehadiran Dapur Dif_able tidak hanya memberikan kesempatan bagi para penyandang disabilitas dalam bekerja. Lebih dari itu, kedai makanan itu juga diharapkan menjadi pemantik tumbuhnya lingkungan masyarakat yang lebih inklusif.
”Dengan bekerja di sini, mereka tidak hanya bergaul dengan sesama penyandang disabilitas, tetapi juga bisa berinteraksi dengan masyarakat luas,” kata Eti.
Dia berharap masyarakat akan lebih menerima keberadaan para penyandang disabilitas dalam pergaulan. Sebagai sesama manusia, mereka tentu tak boleh dianggap sebelah mata.
Selama ini memang belum banyak penyandang disabilitas yang bisa berkiprah di sektor formal. Jika ada, hanya beberapa orang yang diterima bekerja di perusahaan, tidak banyak yang mampu bertahan lama menjadi karyawan.
Berbagai keluhan yang kerap muncul, antara lain, terkait profesionalitas pekerja penyandang disabilitas. Selain dinilai lamban, mereka sering kali menjadi tidak fokus bekerja saat merasa lelah.
Untuk itu, para penyandang disabilitas harus mendapat pelatihan intensif sebelum bekerja secara profesional. Sebelum pembukaan Dapur Dif_able, misalnya, mereka harus melewati pelatihan untuk mengasah keterampilan dalam mengelola kedai makanan selama sekitar enam bulan. Pelatihan yang diberikan beragam, mulai dari memasak makanan dan minuman, menyajikan makanan, menyambut tamu, hingga manajemen keuangan.
Properti yang ada di Dapur Dif_able juga dibuat sendiri oleh para penyandang disabilitas. Mereka memanfaatkan haspel gulungan kabel berbahan kayu bantuan dari PLN Unit Induk Distribusi Lampung untuk membuat kursi, meja tamu, hingga meja kasir. Ada juga botol bekas yang dimanfaatkan sebagai vas bunga dan hiasan dinding untuk mempercantik ruangan.
Ketua Forum CSR Lampung Veronika Saptarini mengatakan, beroperasinya Dapur Dif_able berkat dukungan dari berbagai pihak. Selain komunitas Sadila, para penyandang disabilitas itu juga mendapat bantuan dari PT PLN UID Lampung.
Untuk tahap awal, Veronika dan Eti akan membantu pengelolaan Dapur Dif_able. Selain itu, pihaknya juga menggandeng para koki dari Asosiasi Pengusaha Jasa Boga Indonesia wilayah Lampung untuk mendampingi para penyandang disabilitas.
Mandiri
Meski begitu, ke depan, kafe itu diharapkan bisa dikelola secara mandiri oleh para penyandang disabilitas. Pada tahun pertama, mereka akan mendapat pengalaman langsung bagaimana mengelola bisnis dengan sistem bagi hasil.
Pandapotan Manurung, yang kala itu menjabat General Manager PLN UID Lampung, mengatakan, pihaknya memberikan bantuan gedung yang dijadikan sebagai tempat usaha Dapur Dif_able. Lokasi itu dinilai strategis untuk usaha karena terletak di dekat Tugu Adipura yang merupakan pusat Kota Bandar Lampung.
Kendati begitu, bantuan itu tidak diberikan secara gratis. Pihaknya memberikan penyewaan tempat dengan diskon hingga 50 persen. Cara itu diharapkan membuat para penyandang disabilitas lebih mandiri dalam pengelola bisnis.
Selain itu, PLN juga memberikan bantuan fasilitas kompor listrik untuk operasional kedai. PLN juga menyediakan fasilitas Wi-Fi di kedai itu untuk menarik minat pengunjung.
Saat ini, di sebelah gedung juga terdapat Rumah Kreatif BUMN yang memajang berbagai produk UMKM binaan PLN. Dalam waktu dekat, PLN juga akan membuka rumah edukasi kelistrikan di dekat kedai. Tempat itu akan menjadi lokasi pendidikan tentang listrik untuk masyarakat luas. Dengan konsep tersebut, kunjungan ke Dapur Dif_able juga diharapkan bisa lebih ramai.
Ketika menghadiri acara persiapan soft launching itu, Pandapotan sebenarnya sudah dipindahtugaskan ke Sumatera Utara. ”Saya sudah lama mengharapkan tempat ini dibuka. Sebelum pindah, saya ingin lihat pembukaan Dapur Dif_able,” kata Pandapotan.
Maka, saat diminta menyampaikan pesan, Pandapotan meminta agar para penyandang disabilitas tetap berkarya. Dia mengingatkan, tidak ada jalan yang mudah untuk meraih kesuksesan. Akan tetapi, para penyandang disabilitas harus yakin dengan kemampuan mereka sendiri.