Giliran Harga Karet Tembus Rp 11.000, Produksi Petani Turun
Harga karet di tingkat petani terus membaik hingga tembus Rp 11.000 per kilogram. Namun, pada saat yang sama, produksi karet petani menurun akibat musim hujan di sejumlah wilayah dan musim gugur daun atau trek.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
MEDAN, KOMPAS — Harga karet di tingkat petani terus membaik hingga tembus Rp 11.000 per kilogram setelah sempat terpuruk hingga Rp 6.000 per kilogram. Namun, produksi karet petani menurun akibat musim hujan di sejumlah wilayah dan musim gugur daun atau trek di wilayah lain.
Situasi saat ini berdampak pada penurunan volume ekspor karet dari Sumut pada Januari-Februari hingga 6,7 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. ”Karena penurunan produksi tanaman karet di sejumlah wilayah,” kata Sekretaris Eksekutif Gabungan Perusahaan Karet Indonesia Sumut Edy Irwansyah, Sabtu (13/3/2021).
Edy mengatakan, kenaikan harga di tingkat petani terjadi karena kenaikan harga karet di pasar dunia. Harga rata-rata karet jenis TSR (technical specified rubber) 20 di bursa komoditas Singapura (Sicom) pada Maret mencapai 175,63 sen dollar Amerika Serikat. Harga itu meningkat 7,07 sen dollar AS dibandingkan harga rata-rata Februari yang masih 168,56 sen dollar AS.
Harga bulan ini juga meningkat tajam dibandingkan harga rata-rata sepanjang 2020 yang terjun bebas hingga 131,73 sen dollar AS karena pandemi Covid-19.
Edy mengatakan, kenaikan harga terjadi karena produksi di negara-negara penghasil karet mengalami penurunan. Penurunan produksi akibat musim hujan yang membuat petani tidak bisa rutin menyadap karetnya. Sejumlah sentra perkebunan karet pun sudah ada yang memasuki musim gugur daun.
”Penurunan produksi ini membuat pabrik pengolahan karet remah mengalami kesulitan bahan baku,” kata Edy.
Ketua Kelompok Tani Mbuah Page, Sungkunen Tarigan, mengatakan, produksi karet di wilayahnya di Desa Kuta Jurung, Kecamatan Sinembah Tanjung Muda Hilir, Kabupaten Deli Serdang, menurun drastis sejak memasuki musim gugur daun. Para petani anggota kelompok itu biasanya bisa mengumpulkan 3 ton karet per minggu.
”Saat ini, hasil karet kami hanya sekitar 2 ton per minggu. Sudah hampir sebulan hasil karet menurun karena musim gugur daun,” katanya.
Para petani saat ini sangat bergairah dengan kenaikan harga karet yang cukup tinggi. Dalam beberapa tahun belakangan, harga karet hanya bergerak di kisaran Rp 4.000 sampai Rp 6.500 per kilogram. Harga itu anjlok dari harga sebelumnya yang pernah mencapai Rp 18.000 per kilogram.
Kini, banyak kebun karet yang sebelumnya dibiarkan terbengkalai mulai disadap lagi karena harga yang semakin baik. Mereka berharap musim gugur daun bisa segera berakhir agar petani kembali menikmati hasil yang lebih baik.
Sungkunen mengatakan, perbaikan harga karet juga mereka dapat setelah mengolah karet dengan baik sehingga kualitasnya meningkat. Petani kini menggunakan bahan penggumpal lebih baik, yakni asam semut atau asap cair. Mereka tidak lagi memakai bahan yang dapat menurunkan tingkat elastisitas karet, seperti tawas, urea, dan cuka.
Karet juga dibersihkan sehingga tidak ada bahan pengotor. Karena sudah berkelompok, mereka pun bisa menjual langsung bahan olah karet ke pabrik tanpa perantara. Para petani bisa mendapat selisih hingga Rp 2.000 per kilogram dengan perbaikan pengolahan dan rantai distribusi yang semakin pendek.