Kecelakaan Lalu Lintas di Tanjakan Cae, Dukacita Ini Milik Semua
Kecelakaan lalu lintas di Tanjakan Cae, Sumedang, Jawa Barat, Rabu (10/3/2021), tak hanya dirasakan korban peristiwa itu. Masyarakat hingga negara ikut merasakannya. Jangan ada lagi kejadian mengiris hati ini kelak.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA/TATANG MULYANA SINAGA/ABDULLAH FIKRI ASHRI
·5 menit baca
Perjalanan ziarah rombongan warga asal Cisalak, Kabupaten Subang, Jawa Barat, berakhir musibah. Sebanyak 27 orang pergi untuk selamanya, sedangkan 39 orang lainnya luka-luka dalam kecelakaan tunggal tersebut, Rabu (10/3/2021) menjelang malam.
Mimin (41) belum bisa tidur nyenyak meski telah sampai di rumahnya di Cisalak, Kamis (11/3/2021). Ingatannya masih berada di Tanjakan Cae, Desa Sukajadi, Kecamatan Wado, Kabupaten Sumedang. Di sana, bus yang ia tumpangi terjun ke jurang dan meregang puluhan nyawa.
Menggunakan bus pariwisata Sri Padma Kencana bernomor polisi T 7591 TB, Mimin dan 65 orang lainnya berangkat ke Pamijahan, Tasikmalaya, Selasa (9/3/2021). Hampir setiap tahun, warga Cisalak tersebut berziarah. Hanya tahun lalu, rencana ziarah batal karena pandemi Covid-19.
Mimin bersama dua anaknya, Naima (2) dan Najwa (11), baru pertama kali ikut rombongan ziarah. Ia diajak adik iparnya yang juga kepala sekolah. Hampir seluruh guru dan warga yang berangkat juga masih kerabatnya.
Suaminya tidak ikut karena harus mengirim beras ke Bandung. Mimin juga menutup tokonya yang menjual beras dan dedak.
Setelah menginap di Pamijahan semalam, rombongan sempat berwisata ke Pangandaran pada Rabu. Sekitar pukul 11.00, bus berjalan pulang. Rombongan sempat istirahat di Ciamis sekitar pukul 13.00 lalu melanjutkan perjalanan.
Petaka menghampiri di Tanjakan Cae, sekitar pukul 18.30. Ketika bus mengarungi medan curam, tercium bau seperti kabel terbakar di dalam bus. Kampas rem habis.
”Saya dengar sopir bilang, ini bagaimana? Rem enggak bisa diberhentikan,” kata Mimin yang duduk di jok kedua tepat di belakang sopir.
Kaki kiri sopir beberapa kali menginjak rem. Namun, bus tetap melaju, bahkan oleng ke kanan dan ke kiri. Bus akhirnya menabrak tiang listrik sebelum terjun ke jurang sedalam sekitar 10 meter. Semua penumpang histeris. Mimin mengucapkan takbir, Allahu Akbar.
Tanpa sabuk pengaman, Mimin terpental ke belakang. Perut dan punggungnya menghantam jok. Bagian bawah telinganya robek. Ada tiga jahitan di telinganya. Mimin merangkak mencari anaknya di tengah kegelapan. ”Naima bilang, mana umi? Mana umi?” kenangnya.
Beruntung, dua pemuda dan seorang ibu bernama Wati mengevakuasi Mimin dan kedua anaknya yang memar di bagian punggung dan kaki. Mereka lalu dibawa ke Puskesmas Wado. Di sana sudah banyak anggota rombongan lain dengan kondisi lebih memprihatinkan.
Mimim dan dua anaknya selamat. Dua sepupu, bibi, dan seorang keponakannya terhindar dari maut. Namun, adik ipar, kepala sekolah, dan istrinya meninggal dunia.
”Guru-guru juga. Hampir semuanya masih keluarga,” ungkapnya.
Hingga Kamis siang, sejumlah tetangga, polisi, dan petugas Jasa Raharja datang silih berganti ke rumahnya. Mimin masih gelisah, teringat kecelakaan maut itu. Kedua anaknya juga diselimuti trauma. Keduanya takut naik bus.
Akan tetapi, Mimin bersyukur masih diberi kesempatan Yang Maha Kuasa untuk melanjutkan hidup. ”Tadinya mau ziarah, tetapi kena musibah. Saya berharap, nanti-nanti bus dicek dulu sebelum berangkat supaya semua selamat,” katanya.
Dari hasil olah tempat kejadian perkara, bus itu memang tidak disiapkan dengan baik melintasi Tanjakan Cae. Direktur Penegakan Hukum Korps Lalu Lintas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Kushariyanto memaparkan, kondisi bus sudah tidak stabil saat melalui turunan.
Beberapa gesekan di sisi kiri dan kanan jalan mulai terlihat. Salah satunya di sisi kanan jalan yang berada di bawah SDN Cilangkap, sekitar 50 meter dari lokasi jatuhnya bus. Selain itu, beban besar bus kian berat saat dipaksa melintas di jalan kecil dengan turunan tajam.
Kemampuan pengemudi ikut memengaruhinya. Investigator senior Komite Nasional Keselamatan Transportasi, Achmad Wildan, menyebutkan, kejadian ini diduga dipicu rem blong akibat kelalaian pengemudi. Beberapa buktinya adalah posisi persneling netral, rem tangan yang ditarik, dan kampas rem yang panas.
Mau secanggih apa pun teknologinya, sebagus apa pun kendaraannya, kalau pengemudi hanya mengandalkan rem kaki, itu bisa berdampak kepada rem blong.
Achmad menekankan, kondisi ini terjadi karena pengemudi tidak memanfaatkan pengereman pembantu untuk memperlambat laju kendaraan selama turunan. Saat posisi rem utama panas karena dipergunakan terus-menerus, kondisi ini berujung kepada menghilangnya fungsi pengereman sehingga kendaraan tidak bisa dikendalikan.
”Temuan saat kejadian kecelakaan di jalan menurun selalu begini. Pengemudi tidak menggunakan pengereman ganda dari gir rendah ataupun exhaust brake. Mau secanggih apa pun teknologinya, sebagus apa pun kendaraannya, kalau pengemudi hanya mengandalkan rem kaki, itu bisa berdampak kepada rem blong,” ujarnya.
Di antara proses evakuasi dan penyelidikan sementara, Amar (54), warga Sukajadi, menyimpan harapan yang sama. Dia ingin beragam potensi kecelakaan lalu lintas di Tanjakan Cae tidak terjadi lagi. Tidak hanya penumpang yang selamat dari kecelakaan, dia juga menyimpan trauma mendalam.
”Setelah beberapa kecelakaan sebelumnya, kalau ada bunyi keras, saya selalu khawatir ada kecelakaan. Kemarin, rasa itu datang lagi,” ujarnya.
Dia mengatakan, hatinya mendadak tak keruan saat mendengar nyaring decitan ban dari ujung Tanjakan Cae. Brakkk, dengan cepat kekhawatirannya jadi nyata.
Sejak tinggal di sini tahun 2006, sepertinya lebih kurang enam kecelakaan sudah terjadi di lokasi ini. Tetapi, ini begitu mengagetkan. Korban berhamburan keluar dari bus karena terpental.
Ada bus berbadan besar meluncur masuk jurang. Jaraknya hanya 50 meter dari rumah Amar. Kepanikan lantas melanda. Penerangan di sekitar rumahnya padam. Sebelum jatuh ke jurang, bus setinggi 15 meter sempat menabrak tiang listrik hingga roboh.
”Sejak tinggal di sini tahun 2006, sepertinya lebih kurang enam kecelakaan sudah terjadi di lokasi ini. Tetapi, ini begitu mengagetkan. Korban berhamburan keluar dari bus karena terpental,” ujar Amar, Kamis.
Meski takut, Amar dan warga lain tidak diam. Tanpa komando, mereka menyingsingkan lengan. Hujan di lokasi kejadian tidak mengurangi solidaritas warga. Dengan pencahayaan seadanya, warga mencoba menyelamatkan dan memindahkan korban menjauh dari bus. Namun, tidak semuanya bisa diselamatkan karena keterbatasan alat.
”Ada seorang ibu minta tolong karena terjepit badan bus. Saya tidak bisa melepaskannya. Hanya anaknya yang bisa saya bawa ke tempat aman,” kata Amar lirih. Rautnya penuh sesal.
Untuk kesekian kalinya, dia tak berdaya sembari melihat manusia-manusia lantas tak bernyawa. Semoga kejadian ini kelak tidak ada lagi. Dukacita ini milik semua.