Korupsi Cadangan Pangan, Dua Pejabat Dinas di Cirebon Jadi Tersangka
Dua pejabat Dinas Ketahanan Pangan Kabupaten Cirebon ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi cadangan pangan. Mereka menjual puluhan ton gabah tidak sesuai ketentuan.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
CIREBON, KOMPAS — Kejaksaan Negeri Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, menetapkan dua pejabat Dinas Ketahanan Pangan Cirebon sebagai tersangka tindak pidana korupsi cadangan pangan. Mereka diduga menjual puluhan ton gabah tidak sesuai ketentuan.
Kedua tersangka itu ialah Kepala Dinas Ketahanan Pangan (DKP) Cirebon berinisial M dan salah satu kepala seksi dinas terkait berinisial D. ”Mereka mengeluarkan stok gabah tidak sebagaimana mestinya. Kerugian negara karena perbuatan tersangka sedang dihitung,” kata Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Cirebon Hutamrin, Kamis (11/3/2021).
Menurut Hutamrin, kasus itu bermula dari sisa stok gabah anggaran 2019 sebanyak 90.719 kilogram milik DKP Cirebon yang disimpan di gudang tanpa dasar hukum. Setelah dilakukan penyidikan, M ternyata menggunakan 9.000 kg gabah, sedangkan D mengambil 21.000 kg gabah. Adapun 60.719 kg gabah dikirim kepada pihak swasta tanpa dasar hukum.
Gabah sebanyak 60.719 kg lalu digiling menjadi beras. Sebagian disalurkan kepada masyarakat yang membutuhkan, sedangkan 21.000 kg beras dijual oleh pihak swasta atas perintah M dan D. Namun, hasil penjualan tidak tercatat sebagai penerimaan daerah. Penjualan itu juga tanpa persetujuan Bupati Cirebon Imron.
Padahal, sejak dibentuk 2018, DKP, antara lain, bertugas memastikan cadangan pangan, pasokan, dan distribusi aman. Apalagi, Cirebon termasuk lumbung pangan di Jabar dengan produksi lebih dari 350.000 ton beras per tahun. Adapun kebutuhan beras di daerah berpenduduk 2,2 juta jiwa itu sekitar 250.000 ton per tahun.
Hutamrin menambahkan, penyelidikan yang dimulai November 2020 itu telah mengumpulkan sejumlah bukti terkait dengan aliran dana dari pihak swasta kepada M dan D. Sebanyak 27 saksi juga telah dimintai keterangan.
”Untuk sementara, dua orang yang bertanggung jawab. Kalau ada fakta persidangan baru terkait orang yang bertanggung jawab, kami akan proses,” ujarnya. Pihaknya juga masih mengkaji pasal dan ancaman hukuman yang diterapkan kepada tersangka.
Hutamrin mengklaim proses penyelidikan dan penyidikan sudah berjalan sesuai aturan yang berlaku. ”Penetapan tersangka ini bukan ujug-ujug, tetapi ada prosesnya. Kami tidak mengkriminalisasi siapa pun. Penyidik juga tidak diintervensi pihak lain meskipun tersangkanya pejabat,” ungkapnya.
Meski penetapan tersangka sudah dilakukan sejak Februari, hingga kini Kejari Cirebon belum menahan M dan D. ”Kami belum memeriksa keduanya sebagai tersangka. Nanti ada pemanggilan saksi-saksi lagi. Penahanan merupakan kewenangan penyidik. Nanti ada waktunya,” ujarnya.
Terkait dengan penetapan dua tersangka itu, Kepala Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Cirebon Bambang Sudaryanto mengatakan, Pemerintah Kabupaten Cirebon menghormati proses hukum yang berjalan di kejaksaan. Pihaknya tidak bisa memberikan bantuan hukum terhadap tersangka. Bantuan hukum, lanjutnya, hanya dilakukan advokat, bukan aparatur sipil negara.
Cadangan pangan ini sangat penting, apalagi untuk membantu korban bencana.
Kedua tersangka juga tidak bisa diberhentikan sementara karena tidak ditahan Kejari. Hal ini sesuai dengan Pasal 280 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil.
Kompas berusaha menghubungi tersangka M. Melalui pesan Whatsapp, M enggan berkomentar terkait kasusnya. ”Mas, besok aja karena besok putusannya (perkara),” ucapnya.
Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia Kabupaten Cirebon Tasrip Abubakar mengatakan, kasus dugaan korupsi cadangan pangan menjadi peringatan untuk membenahi sistem pengadaan pangan dan regulasinya. ”Cadangan pangan ini sangat penting, apalagi untuk membantu korban bencana. Kasus ini jangan terjadi lagi,” katanya.