Kuliner tradisional kini menjadi salah satu komoditas wisata bagi setiap daerah. Provinsi Aceh memiliki banyak kuliner tradisional yang kerap diburu wisatawan, seperti kuah beulangonge (kari kambing), mi aceh, dan kopi.
Oleh
ZULKARNAINI
·5 menit baca
Pada era modern, kuliner tradisional menjadi salah satu komoditas wisata yang paling diburu wisatawan. Dalam setiap sajian makanan lokal, bukan hanya terdapat ragam keunikan rasa, melainkan juga cerita.
Tangan Masyitah (31) cekatan meracik bahan pembuatan kue keukarah pada acara Festival Kopi Kutaraja di Banda Aceh, Aceh, Minggu (28/2/2021). Dia peserta lomba memasak kue tradisional, dalam acara Festival Kopi Kutaraja. Kue-kue yang telah siap saji disusun di dalam tempayan.
”Kalau mau silakan dicicipi,” kata Masyitah mempersilakan pengunjung menikmati kue racikannya.
Festival Kopi Kutaraja digelar Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh pada 27 Februari-1 Maret 2021. Suasana di lokasi lomba masak makanan tradisional meriah dengan tetap mengedepankan protokol kesehatan. Para peserta terlihat antusias menyiapkan kue khas Aceh, seperti apam, timphan, kuah tuhe, dan keukarah.
Nyaris setahun tidak ada pergelaran kegiatan wisata di tempat terbuka karena pandemi Covid-19. Kehadiran festival kopi memberi hiburan bagi warga yang telah cukup lama berdiam diri di rumah.
Peserta semua para perempuan mewakili kelompok usaha dari beberapa desa di Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar. Hari itu mereka bukan hanya sedang menyajikan makanan, melainkan juga mempertahankan kelestarian kuliner warisan.
Masyitah sangat mahir memasak kue keukarah, kuliner tradisional Aceh yang memiliki cita rasa manis dan renyah. Masyitah tinggal di Desa Blang Krueng, Kecamatan Baitussalam, Aceh Besar.
”Saya belajar buat keukarah waktu kelas empat sekolah dasar. Kalau sekarang sudah menjadi mata pencarian,” kata Masyitah.
Pada hari-hari biasanya keukarah tidak mudah ditemui, paling hanya dapat diperoleh di toko-toko suvenir. Namun, pada hari raya Idul Fitri, Idul Adha, pernikahan, dan acara adat, keukarah nyaris tak pernah alpa.
Keukarah berbahan dasar tepung beras. Cara meracik bahan sangat gampang. Tepung beras dicampur gula dan air kemudian diaduk hingga agak encer. Letak kesulitan pada pembuatan.
Adukan tepung itu dimasukkan ke dalam batok kelapa yang di bawahnya dilubangi. Jumlah lubang sembilan, dibuat tiga baris. Melalui lubang kecil itulah adukan tepung turun simetris.
Adukan tepung yang turun melalui lubang itu langsung digoreng. Ujung tepung yang menyentuh minyak panas saling tindih-menindih, sulam-menyulam, seperti sangkar burung. Karena itulah keukarah sering disebut kue sangkar burung.
Ketika nyaris matang, gorengan yang awalnya berbentuk bulat pipih digulung seperti bentuk bulan sabit. ”Butuh keahlian khusus untuk bisa bikin gulungan rapi dan rasanya gurih,” kata Masyitah.
Pada penjualan keukarah Masyitah bertahan hidup. Keukarah dia jual dengan menitip di toko suvenir. Dalam seminggu pendapatan Rp 400.000 hingga Rp 500.000. ”Tetapi sekarang sedang sepi, mudah-mudahan Covid-19 cepat berlalu,” ujarnya.
Komoditas wisata
Kuliner tradisional kini menjadi salah satu komoditas wisata bagi setiap daerah. Provinsi Aceh memiliki banyak kuliner tradisional yang kerap diburu wisatawan, seperti mi aceh, kopi saring, dan kuah beulangong (gulai kari kambing dimasak dalam belanga besar).
Kepala Bidang Pemasaran Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh Ramadhani mengatakan, festival kopi digelar di masa pandemi untuk merangsang kembali aktivitas wisata yang nyaris setahun mati suri. Pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) memerlukan ruang untuk memasarkan produknya.
”Kami berharap aktivitas wisata akan merangsang kembali aktivitas ekonomi UMKM,” kata Ramadhani.
UMKM yang bergerak di sektor kuliner ikut terpuruk ketika pandemi. Mereka kehilangan pasar karena sepi wisatawan. Melalui kegiatan festival itu, Ramadhani berharap gairah pelaku usaha kuliner kembali bangkit.
Pada 2020 nyaris tidak ada kunjungan wisatawan karena ada pembatasan untuk mencegah penyebaran Covid-19. Sementara pada 2019 jumlah kunjungan wisatawan ke Aceh 2.636.916 orang, sebanyak 107.037 orang adalah wisatawan mancanegara.
Festival kopi adalah agenda wisata tahunan, tetapi pada 2020 tidak digelar karena kasus Covid-19 sedang menanjak. Padahal, tahun-tahun sebelumnya festival kopi digelar di lapangan terbuka dan berlangsung meriah.
Kegiatan Festival Kopi Kutaraja digelar di dalam gedung dengan tetap menerapkan protokol kesehatan. Pengunjung wajib memakai masker. Sebelum masuk ke area, petugas mengecek suhu tubuh dan mengarahkan pengunjung untuk mencuci tangan. Pengunjung di dalam area festival kopi dan kuliner dibatasi agar tidak berdesakan.
Ramadhani menambahkan, Aceh punya komoditas unggulan sebagai wisata kuliner, di antaranya kopi, kuah beulangong, ayam tangkap, dan sate matang. Khusus untuk kopi menjadi komoditas wisata kuliner pasar internasional.
Bukan hanya Pemprov Aceh, Pemkab Aceh Tengah, dan Bener Meriah, daerah penghasil kopi arabika juga menjadikan agrowisata kopi sebagai wisata unggulan. Kopi bukan sekadar kuliner, melainkan juga bagian dari sosial budaya warga Aceh.
Dosen pariwisata Fakultas Vokasi Universitas Muhammadiyah Aceh, Marlina, menuturkan, kuliner adalah komponen penting dalam aktivitas wisata. Tanpa menikmati kuliner yang enak aktivitas wisata terasa tidak sempurna.
Marlina menilai pengelolaan kuliner tradisional sebagai komoditas wisata belum maksimal. Marlina banyak menemukan rumah makan, restoran, atau kafe yang menyajikan kuliner lokal tanpa mempertimbangkan estetika atau seni.
”Saya melakukan penelitian dan wawancara wisatawan Nusantara. Kritikan dari mereka, penyajian kuliner di Aceh kemasannya tidak menarik,” kata Marlina.
Marlina menambahkan, pengetahuan pramusaji terhadap cerita di balik kuliner lokal masih rendah sehingga saat wisatawan menikmati sajian kuliner, historis tentang makanan itu tidak ikut disajikan. Padahal, dalam konteks wisata, transfer pengetahuan kepada tamu sangat penting.
Selama ini pemerintah daerah hanya melakukan promosi dan pameran kuliner. Sementara sumber daya manusia, pelaku usaha kuliner masih perlu dibenahi,” ujar Marlina.
Namun, Marlina melihat wisata Aceh semakin berkembang. Banyak kegiatan wisata skala nasional digelar. Marlina menyarankan pemerintah dan organisasi profesi wisata untuk terus meningkatkan sumber daya manusia di sektor wisata.