Pada warga akar rumput praktik budaya patriarki masih kuat. Anak perempuan kerap diposisikan sebagai kelompok nomor dua sehingga anak lelaki lebih diutamakan.
Oleh
ZULKARNAINI
·2 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS - Puluhan anak muda muda dari berbagai organisasi dan komunitas di Banda Aceh, Provinsi Aceh, mengelar perayaan Hari Perempuan Internasional, Senin (8/3/2021). Mereka mengkampanyekan kesetaraan, perlindungan, keadilan, dan melawan segala bentuk kekerasan pada perempuan.
Anak-anak muda itu tergabung dalam komunitas mahasiswa, pemuda, dan lembaga swadaya perempuan. Mereka merayakan hari perempuan internasional dengan aneka kegiatan di antaranya dialog terfokus, panggung seni, seminar daring, dan testimoni.
Aktivis perempuan dari Institute Ungu Faiza Mardzoeki mengatakan pelibatan banyak mahasiswa dan anak muda dalam peringatan Hari Perempuan Internasional tahun 2021 adalah bentuk strategi jangka panjang. “Mereka adalah calon-calon pemikir dan penggerak isu perlindungan dan pemenuhan hak perempuan,” kata Faiza. Selain itu, anak muda, terutama perempuan harus memiliki pengetahuan tentang hak perempuan.
Hingga saat ini, kasus kekerasan dan pelecehan terhadap perempuan masih tinggi. Data dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Aceh menunjukkan kasus kekerasan terhadap perempuan pada 2017-2019 sebanyak 3.107 kasus. Kasus paling tinggi adalah kekerasan dalam rumah tangga dan kekerasan psikologis.
Salah seorang anggota Millennial Empowerment, Syarifah, dalam acara Speak Up, Perempuan dan Anak Muda Berbicara menuturkan semua orang harus berperan melindungi dan memenuhi hak perempuan. Meski perempuan sudah banyak yang mengisi dan mewarnai pembangunan, namun masih ada praktik ketidakadilan berbasis gender.
Pada warga akar rumput praktik budaya patriarki masih kuat. Anak perempuan kerap diposisikan sebagai kelompok nomor dua sehingga anak lelaki lebih diutamakan. Pandangan masa depan perempuan akan berakhir sebagai ibu rumah tangga masih tumbuh pada warga.
“Padahal perempuan punya kemampuan, karena itu kita harus maju, dan mengembangkan bakat yang ada,” kata Syarifah.
Mahasiswa Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Ar Raniry Sefani menuturkan praktik kesetaraan gender harus dimulai keluarga. Nilai-nilai keadilan harus ditanam kepada anak-anak sejak usia dini. Selain itu, keadilan untuk mengakses pendidikan yang setara akan membuat perempuan dapat bersaing dengan laki-laki pada berbagai profesi.
“Perempuan harus mandiri, tidak boleh bergantung. Asah bakat dan kemampuan,” kata Sefani.
Pandangan masa depan perempuan akan berakhir sebagai ibu rumah tangga masih tumbuh pada warga. (Syarifah)
Herian Tuah Miko dari komunitas Voice Aceh, kelompok disabilitas mengatakan para penyandang disabilitas belum mendapatkan ruang yang sama dalam mengakses hak, seperti kesempatan kerja dan kesempatan mengembangkan bakat minat.
Miko berharap lembaga pemerintah dan perusahaan swasta memberikan kesempatan kepada disabilitas untuk bekerja, sebab mereka juga butuh ruang ekspresi dan sumber pendapatan.