Wali Kota Tegal Mangkir dari DPRD, Mahasiswa: Usut Korupsi Lebih Urgen
Wali Kota Tegal mangkir dalam rapat dengar pendapat yang dihelat DPRD untuk mengklarifikasi konfliknya dengan Wakil Wali Kota. Di tengah rapat, mahasiswa berdemo mengingatkan DPRD lebih fokus menangani dugaan korupsi.
Oleh
KRISTI UTAMI
·4 menit baca
TEGAL, KOMPAS — Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Tegal, Jawa Tengah, mengundang Wali Kota Tegal Dedy Yon Supriyono dan wakilnya, Muhamad Jumadi, dalam rapat dengar pendapat, Rabu (3/3/2021), untuk menjelaskan duduk perkara terkait konflik keduanya belakangan. Rapat itu pun akhirnya dijadwalkan ulang karena Dedy mangkir tanpa alasan.
Menanggapi kabar keretakan hubungan antara Dedy dan Jumadi, DPRD Kota Tegal memutuskan untuk menggelar rapat dengar pendapat. Dalam rapat tersebut, keduanya diundang untuk menjelaskan duduk perkara terkait masalah yang terjadi.
Sebenarnya, rapat tersebut dijadwalkan mulai Rabu pukul 10.00. Berdasarkan pantauan, rapat baru dibuka pukul 11.00 karena peserta rapat menunggu kehadiran Dedy. Setelah mendapat masukan dari perwakilan fraksi, Ketua DPRD Kota Tegal Kusnendro memutuskan menskors rapat tersebut sampai pukul 12.30 sembari mencoba menghubungi Dedy.
”Wali Kota tidak bisa dihubungi. Kami telepon sampai tiga kali tidak diangkat. Jadi, kami memutuskan untuk menutup rapat,” kata Kusnendro saat ditemui seusai rapat.
Kusnendro mengatakan, pihaknya akan menjadwalkan ulang rapat dengar pendapat dengan agenda yang sama. Waktu rapat selanjutnya belum ditentukan, tetapi akan dilakukan secepatnya.
Wali Kota tidak bisa dihubungi. Kami telepon sampai tiga kali tidak diangkat. Jadi, kami memutuskan untuk menutup rapat. (Kusnendro)
Anggota DPRD Kota Tegal, Sisdiono Ahmad, turut menyayangkan mangkirnya Dedy dalam rapat tersebut. Padahal, pihaknya ingin mendengar secara langsung keterangan dari Dedy dan Jumadi terkait konflik yang sedang terjadi di antara mereka yang membuat gaduh publik.
”Wali Kota tidak datang tanpa pemberitahuan, tanpa apa pun. Ini berarti tidak menghargai undangan dari DPRD,” ucap Sisdiono.
Sisdiono menuturkan, pihaknya sudah mendapat laporan terkait diislahkannya Dedy dan Jumadi oleh Gubernur Jateng Ganjar Pranowo. Kendati demikian, Sisdiono menilai masih ada yang belum benar-benar selesai. Sebab, laporan polisi terhadap Jumadi belum dicabut oleh Dedy.
”Benar, sudah dipertemukan oleh Pak Gubernur, tetapi kalau sampai ada laporan ke polisi begini, kan, artinya serius. Untuk itu, kami ingin tahu yang sebenarnya terjadi itu bagaimana,” ujarnya.
Sebelumnya, Dedy melaporkan Jumadi ke Kepolisian Daerah Jateng atas dugaan rekayasa kasus, pencemaran nama baik, dan perbuatan tidak menyenangkan. Hal itu dilakukan Dedy setelah dirinya digerebek oleh sejumlah polisi saat sedang berdinas di Jakarta. Penggerebekan dan pemeriksaan urine itu dilakukan lantaran Dedy diduga menyalahgunakan narkoba. Dari keterangan polisi, penggerebekan dilakukan menindaklanjuti laporan dari Jumadi.
Saat ditemui, Selasa (2/3/2021), Dedy mengaku belum mencabut laporannya tersebut. Hal itu dilakukan untuk mengungkap fakta di balik penggerebekan terhadap dirinya.
Hingga Rabu petang, Jumadi mengaku, dirinya belum mendapat pemberitahuan dari Polda Jateng terkait laporan Dedy. Namun, ia siap mengikuti proses hukum yang berlaku.
”Saya ikut sajalah, maunya bagaimana pokoknya saya ikut. Sampai sekarang belum ada pemberitahuan dari polisi. Nanti kalau ada, pasti saya sampaikan,” tutur Jumadi.
Lebih penting
Sementara itu, di tengah rapat dengar pendapat di kantor DPRD Kota Tegal, Rabu, belasan mahasiswa dari sejumlah organisasi kemahasiswaan berunjuk rasa dengan membentangkan spanduk di balkon ruang rapat. Dalam spanduk tersebut tertulis, ”Aja kelalen o, kasus tipikor luwih penting tenimbang tukarane Wali Kota” (jangan lupa, kasus tipikor lebih penting daripada pertengkaran Wali Kota).
Adi Arfian, perwakilan mahasiswa, mengatakan, aksi tersebut dilakukan untuk mengingatkan anggota DPRD Kota Tegal dan masyarakat bahwa ada persoalan lain yang lebih penting untuk dibahas. Persoalan tersebut adalah dugaan korupsi di lingkungan Pemerintah Kota Tegal.
”Kasus konflik Wali Kota untuk apa ditanya, di media kan sudah banyak. Ini ada kasus tipikor (tindak pidana korupsi) malah tidak ditanyakan dalam rapat dengar pendapat. Kami butuh kejelasan terkait tipikor itu,” ucap Adi.
Secara terpisah, Kepala Kejaksaan Negeri Kota Tegal Jasri Umar menjelaskan, pihaknya tengah menyelidiki dua kasus dugaan korupsi di lingkungan Pemerintah Kota Tegal. Kedua kasus dugaan korupsi tersebut adalah proyek revitalisasi Alun-alun Kota Tegal dan penggunaan dana penanganan Covid-19 yang bersumber dari dana tanggung jawab sosial Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Tegal tahun 2020.
”Dalam kasus-kasus tersebut sudah ada bukti-bukti awal tindak pidana yang mengarah ke korupsi sehingga kami naikkan statusnya ke penyidikan. Setelah masuk ke penyidikan, potensi kerugian negara akan dihitung bersama Badan Pemeriksa Keuangan,” ujar Jasri.