Penyelesaian Bendungan Pertama di Sultra Molor Setahun, Anggaran Kembali Bertambah
Penyelesaian Bendungan Ladongi, bendungan pertama di Sulawesi Tenggara, di Kabupaten Kolaka Timur tertunda hingga satu tahun dari target.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·4 menit baca
KENDARI, KOMPAS — Penyelesaian Bendungan Ladongi, bendungan pertama di Sulawesi Tenggara, di Kabupaten Kolaka Timur, tertunda hingga satu tahun dari target. Kendala anggaran akibat penyesuaian pandemi Covid-19 dan adanya bagian bendungan yang runtuh membuat penyelesaian tertunda. Anggaran pun bertambah.
Pejabat Pembuat Komitmen Bendungan Ladongi Balai Wilayah Sungai Sulawesi IV Kendari Iping Mariandana menjabarkan, pengerjaan bendungan yang seharusnya selesai pada November 2020 tertunda karena adanya penyesuaian anggaran pada 2020 lalu. Anggaran tahap kedua pembangunan bendungan sebesar Rp 269 miliar, terpotong hingga tersisa Rp 40 miliar.
”Karena itu, pada Oktober 2020 lalu ada penyesuaian target (penyelesaian) menjadi Desember 2021. Kami sudah mulai kembali melanjutkan tahap kedua dengan anggaran Rp 228 miliar yang saat ini mencapai 42,25 persen dengan kemajuan 5 persen dari target waktu,” kata Iping di Kendari, Senin (1/3/2021).
Secara total, tambah Iping, progres pengerjaan telah mencapai 86,68 persen per akhir Februari. Angka itu gabungan dari tahap pertama yang telah selesai dan tahap kedua yang sedang pembangunan.
Tahap pertama pengerjaan bendungan Ladongi menelan anggaran Rp 844 miliar. Dikerjakan sejak 2018, bendungan ini awalnya ditargetkan selesai dalam satu tahap pengerjaan. Namun, dalam proses pengerjaan ditemukan kondisi geologis yang memengaruhi pengerjaan.
Kondisi batuan di lokasi bendungan adalah batuan metamorf yang merupakan batuan lunak sehingga mudah lapuk dan longsor. Pekerjaan pun harus dibagi menjadi dua tahap, dan ditargetkan selesai pada akhir 2020. Total anggaran untuk dua tahap ini sebanyak Rp 1,11 triliun.
Awalnya kita lakukan proteksi, tapi ternyata tidak cukup kuat. Hal itu karena kondisi batuan yang lunak sehingga mudah runtuh.
Menurut Iping, saat ini pekerjaan dikebut dengan fokus pada bendungan utama yang telah mencapai elevasi 112 meter. Total ketinggian dalam perencanaan 126 meter. Selain itu, pekerjaan difokuskan juga pada penyelesaian gedung pantau hingga tahap akhir untuk fasilitas bendungan.
Salah satu kendala yang juga dihadapi, tambah Iping, adalah terjadinya longsoran dinding penahan di sandaran kiri bendungan. Longsor terjadi pada konstruksi selebar 150 meter dengan ketinggian 25-30 meter.
”Awalnya kita lakukan proteksi, tapi ternyata tidak cukup kuat. Hal itu karena kondisi batuan yang lunak sehingga mudah runtuh. Akhirnya dibuatkan rencana konstruksi baru dengan sistem bored pile dengan total anggaran Rp 38 miliar. Kontrak ini di luar dari total anggaran, dan sedang lelang,” tutur Iping.
Meski menghadapi kendala dan adanya tambahan anggaran, ia melanjutkan, pengerjaan akan dilakukan secara paralel. Dengan progres pengerjaan saat ini, ia berharap pada Juli nanti semua pekerjaan bisa selesai lebih cepat dari jadwal. Setelah tuntas, pengairan bisa dilakukan.
Anwar Sanusi, konsultan supervisi Bendungan Ladongi, menjelaskan, penyelesaian runtuhan dinding penahan memerlukan pekerjaan khusus, yaitu dengan bored pile. Sebab, penanganan yang dilakukan tidak bisa menahan runtuhan akibat kondisi geologi.
”Kami awalnya sudah mendesain dengan safety factor itu di atas satu. Tapi, karena kondisi dan arah batuan, longsoran terus terjadi. Mau tidak mau harus menggunakan teknik khusus, yaitu bored pile. Ini sudah dipastikan aman dan juga memperhitungkan dampak jika terjadi gempa,” ujarnya.
Pengerjaan ini, tambahnya, masuk dalam paket tambahan yang sedang tahap lelang. Sebelumnya, juga ada paket tahun tunggal yang merupakan pengerjaan penyelesaian untuk mengadopsi kearifan lokal, khususnya di pembangunan gedung kantor, jalan, hingga tangga darurat dengan anggaran Rp 28 miliar.
Pengerjaan ini sedang berlangsung dan dikerjakan dalam enam bulan. Total anggaran hingga selesai nantinya sekitar Rp 1,17 triliun, atau bertambah Rp 66 miliar dari rencana penyesuaian. Anwar berharap pekerjaan sesuai jadwal dan tidak lagi ada kendala. Hal itu untuk mengejar penyelesaian sehingga bendungan bisa segera digunakan.
Bendungan Ladongi merupakan bendungan pertama yang dibangun di Sulawesi Tenggara sebagai pengembangan dari Bendung Ladongi. Bendungan seluas 185 hektar ini akan mengairi sawah seluas 3.604 hektar, dengan 1.392 hektar merupakan area baru.
Total luas lahan Bendungan Ladongi mencapai 300 hektar. Sebanyak 235 hektar lahan warga yang bukan kawasan hutan telah tuntas dibebaskan dalam tiga tahap. Bendungan ini juga nantinya berfungsi sebagai pengendali banjir dan sumber air baku. Dalam perencanaan, bendungan juga akan menjadi pembangkit listrik tenaga mikrohidro dengan daya 1,3 megawatt.
Sebelumnya, pembebasan tanah juga terkendala dalam pembangunan bendungan ini karena ada lahan yang masuk dalam kawasan hutan produksi seluas 63,5 hektar. Lahan tersebut dikelola oleh warga dengan berbagai tanaman.