DPRD Sumatera Barat merekomendasikan kepada Badan Pemeriksa Keuangan untuk melakukan audit lanjutan terhadap paket pekerjaan terkait penanganan Covid-19.
Oleh
YOLA SASTRA
·4 menit baca
PADANG, KOMPAS — DPRD Sumatera Barat merekomendasikan kepada Badan Pemeriksa Keuangan untuk melakukan audit lanjutan terhadap paket pekerjaan terkait penanganan Covid-19 di Sumbar. Dewan juga mendorong gubernur segera memproses pemberian sanksi terhadap Kepala Pelaksana BPBD Sumbar dan pejabat/staf yang terlibat dalam pelanggaran penggunaan dana Covid-19.
Hal itu adalah beberapa poin Keputusan DPRD Nomor 6/SB/2021 tentang rekomendasi DPRD Sumbar terhadap tindak lanjut LHP BPK terkait kepatuhan atas penanganan pandemi Covid-19 tahun 2020. Keputusan yang berisi lima poin rekomendasi itu dibuat berdasarkan rekomendasi Pansus Covid-19 DPRD Sumbar dan pandangan akhir fraksi. Keputusan dibacakan dan disetujui dalam rapat paripurna DPRD Sumbar, Jumat (27/2/2021) malam.
Selain pemeriksaan lanjutan paket pekerjaan itu pada poin pertama, DPRD Sumbar juga merekomendasikan kepada BPK RI untuk melanjutkan pemeriksaan aliran dana Rp 49 miliar yang dibayarkan secara tunai kepada penyedia barang dan jasa pada poin kedua. Pembayaran secara tunai itu melanggar Instruksi Gubernur Sumbar Nomor 02/INST-2018 tanggal 23 Januari 2018 tentang Pelaksanaan Transaksi Nontunai.
Pada poin ketiga, DPRD Sumbar juga merekomendasikan kepada gubernur agar segera memproses pemberian sanksi kepada Kepala Pelaksana BPBD Sumbar dan pejabat/staf lainnya yang telah melakukan pelanggaran dalam proses pengadaan barang dan jasa dan melakukan proses pembayaran tunai. Sebelumnya, BPK sudah memberikan rekomendasi pemberian sanksi itu tetapi belum dilaksanakan oleh gubernur.
Pemberian sanksi itu harus segera dilaporkan kepada BPK RI Perwakilan Sumbar dan DPRD Sumbar. Sanksi yang diberikan kepada Kepala Pelaksana BPBD Sumbar dan pejabat/staf lainnya yang terlibat harus sebanding dengan perbuatan dan pelanggaran yang dilakukan karena serius dan berat serta terindikasi telah mengakibatkan kerugian negara.
Selanjutnya, dalam poin keempat, berdasarkan penelusuran terhadap LHP BPK atas Kepatuhan Penanganan Covid-19 di Lingkungan Pemda Sumbar dan pihak terkait, DPRD Sumbar merekomendasikan kepada Pemprov Sumbar agar menindaklanjutinya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Adapun di poin kelima, DPRD Sumbar merekomendasikan kepada gubernur untuk menunjuk dan menetapkan pejabat terkait untuk bertanggung jawab melakukan pembaruan dan validasi Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Dalam LHP BPK disebutkan, DTKS Sumbar tidak mutakhir dan tidak di-monitoring pemprov sehingga tidak valid dan terjadi duplikasi penerima manfaat bantuan sosial.
Sebelumnya, dalam poin keempat, Pansus merekomendasikan DPRD Sumbar agar indikasi korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang ditemukan Pansus dalam menelusuri LHP BPK dibawa kepada aparat penegak hukum.
”Pelaksanaan tindak lanjut (rekomendasi) yang dilakukan oleh pemerintah daerah dan OPD terkait, di samping dilaporkan kepada BPK Perwakilan Sumbar, juga disampaikan kepada DPRD yang nantinya akan menjadi bahan dalam pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD,” kata Ketua DPRD Sumbar Supardi, Jumat malam.
Secara umum, keputusan DPRD itu mengakomodasi rekomendasi Pansus Covid-19 DPRD Sumbar, kecuali pada poin keempat. Sebelumnya, dalam poin keempat, Pansus merekomendasikan DPRD Sumbar agar indikasi korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang ditemukan Pansus dalam menelusuri LHP BPK dibawa kepada aparat penegak hukum. ”(Ditindaklanjuti) ke aparat penegak hukum, itu kuncinya,” kata Wakil Ketua Pansus Covid-19 DPRD Sumbar Nofrizon. Namun hal itu tidak diakomodasi DPRD.
Gubernur Sumbar Mahyeldi Ansharullah mengatakan, pemprov sangat menghargai hasil kerja BPK dan Pansus Covid-19 DPRD Sumbar. Menjadi harapan kita semua hasil kerja tersebut dapat ditindaklanjuti sesuai rekomendasi yang diberikan. Pelaksanaan tindak lanjut rekomendasi secara konsisten diharapkan tidak terjadi lagi temuan berulang,” kata Mahyeldi dalam rapat paripurna.
Dalam LHP BPK tentang Kepatuhan atas Penanganan Pandemi Covid-19 Tahun 2020 pada Pemerintah Provinsi Sumbar disebutkan, setidaknya ada beberapa temuan, yaitu indikasi pemahalan harga pengadaan penyanitasi tangan (hand sanitizer), kekurangan volume pengadaan logistik kebencanaan, dan transaksi pembayaran pada penyedia barang/jasa tak sesuai ketentuan.
Pada pengadaan penyanitasi tangan, ada indikasi pemahalan harga untuk ukuran 100 mililiter Rp 1,872 miliar dan pemahalan harga untuk ukuran 500 mililiter Rp 2,975 miliar. Selain itu, ada pula kekurangan volume pengadaan logistik kebencanaan (masker, pistol termometer, dan penyanitasi tangan) senilai Rp 63 juta.
Adapun untuk transaksi pembayaran yang tak sesuai ketentuan ada potensi penyalahgunaan dana dari pembayaran tunai pada penyedia dan pembayaran pada orang-orang yang tak dapat diidentifikasi sebagai penyedia senilai Rp 49,280 miliar. Pembayaran tunai itu tak sesuai Instruksi Gubernur Sumbar Nomor 2/INST-2018 tentang Pelaksanaan Transaksi Nontunai.
Secara terpisah, pegiat antikorupsi, Feri Amsari, mendorong agar dugaan penyalahgunaan dana Covid-19 di BPBD Sumbar ditindaklanjuti aparat penegak hukum. Pengembalian uang Rp 4,9 miliar hasil pemahalan pengadaan barang tidak menggugurkan perkara.
”Temuan itu merupakan bukti permulaan yang cukup untuk menjerat pihak-pihak terkait,” kata Feri yang juga Direktur Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas.