Keterpaduan Surabaya Raya Menjadi Perhatian Bupati/Wali Kota Bar
Bupati/wali kota terpilih di Surabaya Raya memandang keterpaduan merupakan solusi untuk pembangunan sekaligus penanganan masalah multidimensi di megapolitan Surabaya, Gresik, dan Sidoarjo.
Oleh
AMBROSIUS HARTO, AGNES SWETTA PANDIA
·4 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Bupati/wali kota terpilih di Surabaya Raya memandang keterpaduan merupakan solusi untuk pembangunan sekaligus penanganan masalah multidimensi di megapolitan Surabaya, Gresik, dan Sidoarjo.
Keterpaduan menjadi tantangan Eri Cahyadi, wali kota terpilih Surabaya; Ahmad Muhdlor Ali, bupati terpilih Sidoarjo; dan Fandi Akhmad Yani, bupati terpilih Gresik. Ketiganya dan 13 bupati/wali kota terpilih hasil pemilihan kepada daerah serentak 9 Desember 2020 akan dilantik di Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Jumat (26/2/2021).
Sebelum pelantikan, Eri, Muhdlor, dan Yani mengadakan pertemuan nonformal. Ketiganya merupakan pemimpin terpilih dengan usia muda, Mudhlor berusia 31 tahun, Yani 36 tahun, dan Eri 43 tahun. Mudhlor adalah Wakil Ketua Ansor Jatim, Yani sebelumnya menjabat Ketua DPRD Gresik, sedangkan Eri menjabat Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota Surabaya sebelum bertarung di pilkada.
Menurut Eri, Kamis (25/2/2021), di Surabaya, pertemuan diadakan pada Minggu (21/2/2021). Pertemuan bersifat nonformal tersebut untuk membahas potensi persoalan yang akan mereka hadapi bersama, terutama penanganan pandemi Covid-19, manajemen terpadu untuk transportasi dan sungai, pembangunan terpadu jaringan jalan, serta pengembangan manajemen pengetahuan untuk inovasi.
Eri mengatakan, Surabaya Raya perlu saling mendukung dalam pencegahan, pelacakan, pengetesan, penanganan, dan pengendalian wabah atau pagebluk. Mobilitas warga di ketiga daerah ini amat rekat sehingga tingkat risiko penularan relatif setara.
Secara akumulatif, kasus Covid-19 memang terbanyak di Surabaya yang kini berstatus zona oranye atau risiko penularan sedang. Namun, situasi di Surabaya bisa berdampak ke Sidoarjo dan Gresik jika ketiga daerah tidak bekerja sama.
Surabaya Raya perlu terus mendesak provinsi dan pusat agar jika ada realisasi program menjadi terpadu. (Muhdlor)
Tahun lalu, ketika pembatasan sosial berskala besar (PSBB) diberlakukan, fokus penanganan Covid-19 di Jatim memang berada di Surabaya Raya sebagai kawasan episentrum. Sampai saat ini, secara akumulatif, kasus Covid-19 masih tertinggi di Surabaya diikuti Sidoarjo. Gresik di urutan kelima atau setelah Banyuwangi dan Kota Malang.
Muhdlor mengatakan, keterpaduan transportasi menjadi penting untuk menunjang mobilitas warga antardaerah. Tidak bisa dimungkiri, pekerja di Surabaya adalah komuter dari Sidoarjo. Warga Sidoarjo kebanyakan bekerja ke Surabaya dengan sepeda motor atau mobil pribadi melewati arteri nasional jalan raya Surabaya-Sidoarjo, mobil lewat jalan tol, dan ruas-ruas alternatif lainnya.
Keberadaan angkutan umum berupa kereta api, bus, dan minibus belum mantap sehingga tidak menjadi pilihan utama mobilitas warga. Kemacetan pada pagi dan sore menjadi pemandangan rutin.
”Surabaya Raya perlu terus mendesak provinsi dan pusat agar jika ada realisasi program menjadi terpadu,” kata Muhdlor, putra keenam salah satu tokoh Nahdlatul Ulama, KH Agoes Ali Masyhuri atau Gus Ali, pengasuh Pondok Pesantren Progresif Bumi Shalawat, Sidoarjo.
Yani, yang merupakan menantu Gus Ali, mengatakan, keterpaduan diperlukan, misalnya, dalam penanganan bencana. Di Gresik, ancaman banjir dari Kali Lamong tetap nyata dan sebagian sungai tersebut melintasi Surabaya. Selain itu, perlu juga kerja sama dalam penanganan potensi bencana dari Kali Surabaya, terusan Bengawan Brantas, sungai kedua terpanjang di Pulau Jawa yang melintasi ketiga daerah tersebut.
”Ketiga daerah perlu memahami dan mampu menjalankan mekanisme pengendalian banjir karena berada di kawasan hilir,” kata Yani. Gresik juga merupakan muara dari Bengawan Solo, sungai terpanjang di Pulau Jawa, sehingga salah satu tantangan Yani adalah ancaman banjir. Selain itu, menekan dampak kawasan industri terhadap kesehatan masyarakat.
Eri mengatakan, dirinya akan berusaha keras menyelesaikan pembangunan jalur lingkar luar barat (JLLB) yang direncanakan terhubung dengan Tol Surabaya-Gresik, kawasan Menganti, dan Teluk Lamong di Gresik. Eri juga harus menyelesaikan jalur lingkar luar timur (JLLT) yang direncanakan terhubung dengan Tol Bandara Juanda dan Lingkar Timur Sidoarjo.
”Keterhubungan tidak bisa diselesaikan oleh Surabaya sendiri, melainkan dengan Sidoarjo dan Gresik yang turut melibatkan provinsi dan pusat,” kata Eri.
Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa mengatakan, pelantikan bupati/wali kota terpilih diadakan amat terbatas untuk menekan risiko penularan Covid-19. Pelantikan hanya dihadiri pasangan terpilih beserta suami/istri atau 1 anggota keluarga inti. Satu ajudan dari kepala/wakil kepala daerah terpilih menunggu di luar Gedung Grahadi. Tamu undangan hanya bisa mengikuti pelantikan lewat kanal media sosial resmi Pemprov Jatim.
Khofifah mengatakan, bupati/wali kota terpilih dan pasangannya harus dalam kondisi sehat atau negatif Covid-19. Jika ada yang positif, pelantikan diadakan di ruang terpisah dan dengan cara dalam jaringan (online) internet. Bupati/wali kota terpilih dilarang membawa massa pendukung. Kawasan Grahadi dan sekitarnya akan disterilkan dari mobilitas warga sehingga akan terjadi pengalihan arus lalu lintas di Jalan Gubernur Soeryo.
Bupati/wali kota terpilih telah datang ke Surabaya dan menginap di suatu hotel. Mereka akan dijemput pada Jumat secara khusus untuk kemudian ke Grahadi. Pelantikan berlangsung dalam tiga tahap atau tidak sekaligus. Pertama pada pukul 13.00, kedua pukul 16.00, dan ketiga pukul 19.00. ”Kami akan menerapkan protokol kesehatan secara ketat untuk menekan potensi penularan Covid-19,” kata Khofifah.