Lokasi Rawan Jalur Perdagangan Senjata dan Amunisi Maluku-Papua Diawasi Ketat
Sejumlah lokasi yang dianggap rawan menjadi jalur pasar gelap peredaran senjata api dan amunisi dari Maluku ke Papua akan diawasi secara ketat oleh aparat keamanan.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN DAN FABIO M LOPES
·4 menit baca
AMBON, KOMPAS — Polda Maluku bergerak cepat untuk mengawasi sejumlah lokasi yang dianggap rawan menjadi jalur pasar gelap peredaran senjata api dan amunisi dari Maluku ke Papua. Sebagai daerah eks konflik, di Maluku masih terdapat banyak senjata api dan amunisi ilegal yang disimpan masyarakat sehingga berpotensi dikirim ke Papua.
”Sejumlah lokasi sudah dipetakan dan ke depan akan dilakukan pengawasan secara ketat di sana. Penyelundupan senjata yang baru saja terjadi menjadi pelajaran bagi institusi Polri dan jajaran untuk mencegah jangan sampai terulang lagi,” kata Kepala Bidang Humas Polda Maluku Komisaris Besar M Roem Ohoirat, di Ambon, Rabu (24/2/2021).
Seperti yang diberitakan sebelumnya, dua anggota Polres Kota Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease terlibat dalam penjualan dua pucuk senjata, masing-masing revolver standar militer dan senjata rakitan menyerupai SS1. Selain itu, juga keterlibatan seorang anggota TNI AD dari Batalyon 733/Masariku yang menjual 600 butir amunisi kaliber 5,53 milimeter. Senjata dan amunisi itu dibeli oleh J, warga Papua.
Transaksi berlangsung di Ambon. J lalu membawa barang ilegal itu keluar dari Ambon ke Pulau Seram menggunakan kapal laut. Dari Pulau Seram, ia menyeberang ke Papua. Pada 10 Februari, J ditangkap oleh polisi di Bintuni, Papua Barat. J kala itu hendak menyalurkan senjata dan amunisi kepada penadah dan nantinya dikirim ke kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Papua.
Roem mengatakan, sebagai daerah bekas konflik, di Maluku masih terdapat banyak senjata yang disimpan masyarakat. Hal ini membuat banyak orang yang ingin memiliki senjata datang mencari ke Maluku.
”Kelompok kriminal bersenjata di Papua lewat kaki tangannya mengincar senjata-senjata itu,” ujar Roem.
Kondisi itu menciptakan pasar gelap penjualan senjata di Maluku. Senjata itu kebanyakan dibawa ke daerah konflik seperti Papua. Terlebih, Maluku dan Papua berdekatan secara geografis. Tantangan terberat bagi Polri dalam mengungkap pasar gelap itu adalah adanya keterlibatan oknum aparat kemananan dalam peredaran senjata ilegal.
Sementara itu, Kepala Polres Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease Komisaris Besar Leo Simatupang mengatakan, pihaknya terus mengembangkan kasus tersebut. Sejauh ini, sudah ada enam tersangka dan kemungkinan akan ada penambahan tersangka baru. ”Masih didalami. J, pembeli senjata dari Papua itu, sering ke Ambon,” ujar Leo.
Leo belum mau menyebutkan tempat pembuatan senjata rakitan menyerupai SS1 yang dibeli J di Ambon. Saat ini, J sedang diperiksa di Bintuni sehingga pihaknya masih terus berkoordinasi dengan Polres Bintuni untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan. Pengakuan J akan membantu membongkar pasar gelap penjualan senjata di Ambon.
Sementara itu, Kepolisian Daerah Papua dan TNI meningkatkan pengawasan wilayah perairan dan perbatasan dengan negara Papua Niugini. Hal ini guna mengantisipasi maraknya penyelundupan senjata dan amunisi ke KKB dari sejumlah daerah di luar Papua.
Wakil Kepala Polda Papua Brigadir Jenderal Matius D Fakhiri, di Jayapura, Rabu (24/2/2021), mengatakan, kepolisian akan lebih fokus melakukan pengawasan di wilayah perairan. Sebab, pelaku lebih dominan membawa senjata dan amunisi melaui jalur laut di Papua Barat dan Papua.
Dari hasil pengungkapan sejumlah kasus selama ini, penyelundupan amunisi dan senjata ke KKB sering melalui jalur perairan dari Maluku ke Sorong, Manokwari, dan Nabire. ”Kami akan meningkatkan pengawasan di tiga pintu masuk ini, yakni Sorong, Manokwari, dan Nabire. Sudah saatnya kami menghentikan pasokan senjata dan amunisi ke KKB,” papar Matius.
Kami juga menutup jalan tikus di wilayah perbatasan dengan menempatkan anggota di 32 pos pengamanan.
Ia menuturkan, Polda Papua sudah menyiapkan tindakan tegas bagi oknum aparat yang terbukti menjual amunisi dan senjata api ke KKB. ”Kasus penjualan amunisi dan senjata api ke KKB tak boleh terulang lagi. Masalah ini yang memicu sering terjadi gangguan keamanan di Papua,” ujar Matius.
Dihubungi secara terpisah, Komandan Resor Militer 172/Praja Wira Yakthi Brigadir Jenderal Izak Pangemanan mengatakan, pihaknya melaksanakan pemeriksaan gudang amunisi dan penggunaan senjata setiap hari. Pemeriksaan difokuskan seusai anggota melaksanakan latihan menembak.
Korem 172/PWY menaungi empat komando distrik militer (kodim), dua batalyon organik dan pengamanan daerah rawan serta tiga batalyon satuan tugas pengamanan perbatasan RI-Papua Niugini.
”Kami juga menutup jalan tikus di wilayah perbatasan dengan menempatkan anggota di 32 pos pengamanan. Pos ini tersebar di Kota Jayapura, Kabupaten Keerom, dan Kabupaten Pegunungan Bintang,” paparnya.
Juru Bicara Tentara Pembebasan Nasional Organisasi Papua Merdeka (TPN-OPM) Sebby Sambom mengatakan, mereka dengan mudah mendapatkan amunisi dan senjata api sejak tahun 2006. Adapun pembelian senjata dan amunisi dengan menggunakan dana OPM sendiri dan sumbangan dari sejumlah donatur yang peduli dengan perjuangan mereka.
Pihak yang ditugaskan untuk membeli senjata dan amunisi adalah simpatisan OPM yang bermukim di ibu kota sejumlah kabupaten di Papua, misalnya Mimika dan Nabire.
”Kami mudah mendapatkan amunisi dan senjata api dari sejumlah daerah seperti Ambon. Sebab, kami tahu pihak yang menjual amunisi dan senjata api sangat membutuhkan uang untuk kebutuhan hidupnya sehari-hari,” ungkapnya.
Sebby menyatakan, OPM kini memiliki sekitar 1.000 pucuk senjata api, baik dari hasil pembelian maupun hasil rampasan dari anggota TNI-Polri. 1.000 senjata ini tersebar di 33 kelompok militer OPM.
”Dengan jumlah senjata yang cukup dan anggota yang militan, kami akan terus berperang menghadapi TNI dan Polri. Perang akan berakhir setelah ada kesepakatan untuk menggelar jajak pendapat demi menentukan nasib Papua,” kata Sebby.