Sebagian Pantura Jabar Masih Rentan Diancam Bencana Alam
Sejumlah bencana hidrometeorologi masih berpotensi terjadi di Karawang, Jawa Barat, hingga akhir Februari 2021. Cuaca ekstrem yang berlangsung dalam beberapa hari ini memicu luapan sungai yang merendam permukiman warga.
Oleh
MELATI MEWANGI
·3 menit baca
KARAWANG, KOMPAS— Sejumlah bencana hidrometeorologi masih berpotensi terjadi di Karawang, Jawa Barat, hingga akhir Februari 2021. Cuaca ekstrem yang berlangsung dalam beberapa hari ini memicu banjir akibat sejumlah sungai yang merendam permukiman warga.
Hujan deras yang mengguyur sebagian wilayah pantura Jawa Barat, seperti Purwakarta, Bekasi, Karawang, dan Subang, sejak Kamis (18/2/2021) malam, memicu banjir di beberapa lokasi. Di Karawang, misalnya, pada Sabtu (20/2), jumlah kecamatan yang terdampak sebanyak 15 dari total 30 kecamatan di Karawang.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Karawang Yasin Nasrudin menyampaikan, masih ada lima kecamatan yang masih terdampak banjir, yakni Rengasdengklok, Telukjambe Barat, Karawang Barat, Telukjambe Timur, dan Pakisjaya. Ketinggian air sekitar 20 – 120 sentimeter. Jumlah rumah yang terdampak sebanyak 1.521 unit dengan total 1.826 rumah tangga.
Sementara itu, banjir di sepuluh kecamatan lainnya sudah surut. Namun, potensi banjir susulan mungkin terjadi apabila curah hujan dengan intensitas tinggi dalam durasi lama kembali datang. Sebab, banyak sungai besar di Jabar yang bagian hilirnya terletak di Kabupaten Karawang, antara lain Sungai Citarum, Cilamaya, Cibeet, dan Sungai Cikaranggelam.
Yasin mengimbau, warga di sekitar daerah aliran sungai untuk tetap waspada dengan potensi banjir yang kemungkinan kembali jika cuaca ekstrem masih berlangsung. “Kami meminta masyarakat tetap waspada dengan potensi bencana banjir yang mungkin terjadi hingga 27 Februari 2021,” kata Yasin.
Curah hujan yang tinggi di hulu sungai memicu bagian hilir sungai meluap jika tidak dapat menampung air. Beberapa tanggul juga jebol karena tak mampu menahan derasnya arus sungai. Faktor lain yang turut memicu luapan ini adalah endapan dan sampah di sungai.
Pada Selasa (23/2) malam, Sungai Cikompeni di Kecamatan Tegalwaru, berjarak lebih dari 40 kilometer dari pusat kabupaten Karawang, meluap untuk pertama kalinya. Sekretaris BPBD Karawang Supriatna mengatakan, penyebab luapan sungai ini adalah intensitas hujan yang sangat tinggi, sehingga tidak mampu menampung air.
Menurut dia, banjir ini bukan dari limpasan longsor atau banjir bandang. Dia mengklaim, kondisi hutan di sekitar lokasi masih cukup bagus. Camat Tegalwaru Mahpudin menambahkan, debit air yang tinggi membuat tanggul Sungai Cikompeni jebol seluas 10 meter x 20 meter. Akibatnya, dua hektar lahan persawahan, permukiman warga, dan jalan penghubung dua desa, terdampak banjir.
Sebelumnya, longsor juga terjadi di kawasan wisata Curug Cigeuntis, Desa Mekarbuana, Kecamatan Tegalwaru, Senin (15/2) sore. Musibah dipicu curah hujan yang turun dalam durasi lama. Material menutupi akses jalan sepanjang 20 meter dan menghalangi perlintasan menuju ke curug.
Medan yang sulit menjadi tantangan dalam penanganan longsor. “Kalau cuaca buruk (datang lagi) bisa saja terjadi yang tidak diharapkan, semoga tidak terjadi longsor susulan. Kami mengutamakan keselamatan dengan kewaspadaan yang tinggi saat penanganan,” ujar Mahpudin.
BPBD Karawang mencatat, sepanjang Januari hingga Februari 2020, ada 29 dari 30 kecamatan di Karawang terendam banjir akibat meluapnya sejumlah sungai. Ketinggian air berkisar 10-180 cm. Sebanyak 14.925 orang mengungsi dan 22.364 rumah terdampak banjir. Kerugian akibat banjir mencapai Rp 2,739 miliar untuk sarana pendidikan dan Rp 1,185 miliar untuk kerusakan rumah dan sarana ibadah.