Perburuan Biawak Masih Marak, Keseimbangan Ekosistem Terancam
Seekor biawak raksasa ditangkap warga Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Meski biawak bukan binatang dilindungi, perannya sebagai predator dinilai penting. Perburuan biawak dianggap mengganggu ekosistem.
Oleh
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
·2 menit baca
PURWOKERTO, KOMPAS — Seekor biawak raksasa berukuran panjang 2 meter dengan bobot mencapai 25 kilogram ditangkap warga dan diperjualbelikan di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Meski biawak bukan termasuk satwa dilindungi, perburuan biawak dinilai merugikan karena keberadaannya penting di alam sebagai penjaga ekosistem, utamanya pengendali hama pertanian.
”Di ekosistem, biawak termasuk karnivora dan mangsa utamanya adalah amfibi, seperti katak, serangga, atau hewan lainnya. Kemudian katak juga pemakan serangga dan hama di sawah atau kebun,” kata Ari Hidayat, pemerhati satwa dari Biodiversity Society, saat dihubungi dari Purwokerto, Senin (22/2/2021).
Ari menyampaikan, biawak masih banyak ditemui di sejumlah sungai di Banyumas dan juga berperan memangsa serangga, seperti wereng dan juga keong yang sering mengganggu tanaman petani di sawah. Menurut dia, dalam keseimbangan ekosistem lingkungan, predator adalah pengendali alur rantai makanan.
Jika populasi biawak menurun, akan terjadi pemutusan rantai makanan yang nantinya menimbulkan masalah bagi lingkungan dan juga manusia.
Menurut Ari, keberadaan biawak sama seperti keberadaan elang di alam yang berperan sebagai predator dalam rantai makanan.
”Jika biawak banyak diburu, hama akan bertambah dan petani juga yang dirugikan. Dalam lingkungan, biawak tidak berbahaya bagi manusia, jadi tidak ada salahnya jika biawak dibiarkan hidup,” katanya.
Sunarto (43), warga yang menangkap biawak sepanjang 2 meter itu, mengatakan, hewan tersebut ditangkap di Sungai Kranji pada Minggu (21/2/2021) siang bersama teman dan anaknya. Sunarto yang sehari-hari bekerja sebagai tukang bangunan biasa mencari biawak dengan dibantu anjing peliharaannya. Menurut dia, biawak itu sudah diincar sejak 2019.
”Biawak turun ke sungai lalu ditangkap ekornya oleh anjing. Kemudian saya memegang ekornya lalu kepalanya saya pukulin,” tutur Sunarto.
Sunarto mengatakan mendapat dua ekor biawak dan salah satunya sudah dimasak. Selain untuk dijual dan dikonsumsi dagingnya, lemak biawak juga dimasak untuk dijadikan minyak yang dipercaya mengurangi gatal-gatal pada kulit. ”Saya kemarin dapat dua ekor. Yang satu kecil dan sudah saya potong,” ujarnya.
Menurut Sunarto, beberapa kali dia melihat biawak itu dan sudah menembaknya dengan senapan angin, tetapi tidak bisa dilumpuhkan dan lolos terus. ”Tadi biawak sudah saya jual Rp 300.000,” tuturnya.
Anto Blangkon (52), pembeli biawak itu, mengatakan tertarik untuk memelihara biawak itu karena hewan ini sudah termasuk jarang ditemui. ”Biawak ini mau dipelihara. Saya punya banyak binatang: kucing, berang-berang, luwak juga ada,” kata Anto.