Pariwisata Pulau Samosir Mencoba Bangkit di Tengah Pandemi
Usaha pariwisata di Kabupaten Samosir mulai bangkit kembali setelah terpuruk akibat pandemi. Samosir menjadi destinasi yang paling berdampak pada penurunan kunjungan di Danau Toba.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
SAMOSIR, KOMPAS — Usaha pariwisata di Kabupaten Samosir, Sumatera Utara, mulai bangkit kembali setelah terpuruk akibat pandemi selama setahun. Samosir menjadi destinasi yang paling berdampak pada penurunan kunjungan di kawasan Danau Toba, khususnya usaha mikro kecil dan menengah.
Meskipun masih terasa sepi, suasana di sejumlah destinasi di Samosir, seperti kawasan Tomok, Ambarita, Makam Raja Sidabutar, dan Huta Siallagan, mulai hidup, Rabu (17/2/2021). Sebagian toko-toko suvenir mulai buka lagi pada hari biasa. Beberapa wisatawan lokal pun tampak mengunjungi kawasan itu.
Melly Samosir (30), pemilik toko suvenir, pun tampak sibuk menyusun suvenir, seperti kaus, topi, dan ulos, di kawasan wisata Tomok. ”Sekarang sudah mulai ada orang yang berkunjung walaupun masih sepi,” katanya.
Menurut Melly, hampir setiap hari sudah ada wisatawan lokal yang berkunjung ke Samosir dengan didominasi wisatawan lokal rombongan keluarga. Namun, jumlah yang berkunjung pada hari biasa hanya sekitar 20 orang. Pada akhir pekan, jumlahnya bisa hingga 100 orang.
Kunjungan itu sebenarnya masih sangat jauh dibandingkan dengan sebelum pandemi yang pada hari biasa mencapai 500 orang dan pada akhir pekan sekitar 1.000 orang. ”Namun, kunjungan sekarang pun sudah sangat lumayan membantu kami. Pada awal pandemi, kami tutup total selama enam bulan,” kata Melly.
Omzet Melly pada hari biasa pun sudah mulai meningkat mencapai Rp 300.000 per hari, tetapi masih jauh dibandingkan dengan sebelum pandemi, Rp 1 juta per hari.
Hal serupa dialami Werifson Siallagan (40), pemahat kayu untuk suvenir, di kawasan Ambarita. Ia pun kini lebih mengutamakan bertani. Ia pulang dari ladang dan membuka toko suvenirnya setelah mendapat info ada rombongan wisatawan yang datang.
”Sejak pandemi, kami harus berladang agar bisa menghidupi keluarga,” kata Werifson.
Sebelum pandemi, Werifson bisa menjual beberapa jenis karya seni pahat dengan omzet sekitar Rp 4 juta per bulan. Setelah sempat berhenti total, kini ia sudah mulai dapat omzet di bawah Rp 1 juta.
Pertunjukan manortor (menari) patung Sigale-gale dan Makam Raja Sidabutar di Tomok pun sudah mulai dikunjungi wisatawan. Dalam sehari, kini ada satu atau dua rombongan yang berkunjung. ”Mudah-mudahan pandemi bisa selesai agar ekonomi kami bisa jalan kembali. Di Tomok ini sangat banyak keluarga yang bergantung pada usaha pariwisata,” kata pengelola pertunjukan Sigale-gale, Sontang Sidabutar.
Penerapan protokol kesehatan terus didorong agar pariwisata bisa tetap berjalan.
Sontang mengatakan, penurunan ekonomi sangat terasa di Samosir. Banyak warung yang tutup atau omzetnya anjlok karena daya beli masyarakat yang menurun. ”Untuk makan saja banyak warga yang susah memenuhinya,” katanya.
Di kawasan wisata Ambarita, yang terkenal dengan destinasi Huta Siallagan, penurunan ekonomi masyarakat jauh lebih drastis. ”Dalam seminggu bisa tak ada kunjungan sama sekali,” kata Gading Jansen Siallagan, pengelola Huta Siallagan.
Kepala Dinas Pariwisata Samosir Dumos Pandiangan mengatakan, saat ini pariwisata di Samosir mulai bangkit kembali dari pandemi Covid-19. ”Usaha mikro kecil dan menengah di bidang pariwisata sangat terdampak pandemi,” ujar Dumos.
Dumos mengatakan, penerapan protokol kesehatan terus didorong agar pariwisata bisa tetap berjalan. Pihaknya pun kini berfokus menggarap pasar wisatawan lokal dari sejumlah daerah di Sumut dan beberapa provinsi tetangga. Wisatawan asing atau dari luar Sumatera masih belum bisa diharapkan. Dumos pun berharap pariwisata di Samosir bisa bangkit kembali seiring dengan pengendalian pandemi yang semakin baik.
Dumos mengatakan, keterisian hotel di Samosir pun kini rata-rata 10 persen pada hari biasa dan 50 persen pada hari libur atau akhir pekan. Samosir paling terdampak karena lokasinya yang lebih jauh dari Medan dibandingkan dengan wisata Danau Toba di kabupaten lain. Sebanyak 11 kegiatan pariwisata pada 2020 pun semuanya batal dilaksanakan.
Sementara kawasan Parapat kondisinya sudah lebih baik karena lebih mudah diakses dari Medan. Wisatawan mulai hilir mudik di pantai dengan kapal wisata atau jet ski. Keterisian hotel pun rata-rata sudah 50 persen.