Minahasa Tenggara Kesulitan Tertibkan Tambang Emas Ilegal
Pertambangan emas ilegal itu terus memakan korban jiwa, baik akibat bencana maupun konflik.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·4 menit baca
MANADO, KOMPAS — Pemerintah Kabupaten Minahasa Tenggara, Sulawesi Utara, kesulitan menertibkan pertambangan emas tanpa izin di dalam dan sekitar Kebun Raya Megawati Soekarno Putri akibat minimnya tenaga penegak hukum. Pertambangan emas ilegal itu terus memakan korban jiwa, baik akibat bencana maupun konflik.
Sekretaris Daerah Minahasa Tenggara David Lalandos mengatakan, penertiban pertambangan emas tanpa izin (PETI) telah dilaksanakan tujuh kali sepanjang 2020 dengan bantuan kepolisian dan TNI. Sekali waktu, pengamanan dilaksanakan selama sepekan penuh, tetapi penambang tetap masuk pada tengah malam atau dini hari.
”Namanya orang cari makan, apa pun pasti mereka lakukan. Memang pemerintah (kabupaten) bertanggung jawab di situ, tetapi kegiatan (PETI) ini di tengah hutan yang luasnya ribuan hektar. Kami tidak mungkin jaga setiap hari di situ,” kata David ketika ditemui di Manado, Selasa (16/2/2021).
Kebun Raya Megawati Soekarno Putri seluas 221 hektar adalah bagian dari bekas lahan tambang PT Newmont Minahasa Raya (NMR) yang ditutup setelah beroperasi selama 1996-2004, lebih singkat dari rencana awal 13 tahun. PT NMR mengeruk 4,78 ton bijih emas dalam jangka waktu 8 tahun (Kompas, 1 Mei 2004).
Material emas masih ada di wilayah itu sekarang. Ribuan warga dari Ratatotok dan daerah lain di Sulut datang untuk membuka lubang tambang di dalam maupun sekitar kebun raya. David mengatakan, sulit bagi Polres Minahasa Tenggara untuk mencegah dan menertibkannya akibat kekurangan personel.
Pemkab juga tidak dapat mengambil tindakan karena dinas energi dan sumber daya mineral (ESDM) hanya ada di tingkat provinsi. Urusan kehutanan juga menjadi kewenangan provinsi. Karena itu, pemkab meminta masyarakat yang ingin menambang emas mengajukan izin sesuai ketentuan Undang Undang agar dapat diawasi.
Peraturan Daerah Minahasa Tenggara Nomor 3 Tahun 2017 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah menetapkan daerah sekitar kebun raya sebagai area pertambangan. Sudah ada tiga perusahaan pertambangan yang beraktivitas di sana, sementara empat koperasi baru mendapatkan rekomendasi pemkab untuk memulai pertambangan di sana.
Adapun untuk memperkuat pencegahan PETI serta pengawasannya, Pemkab Minahasa Tenggara sedang mengurus penghibahan tanah bagi Polda Sulut untuk membangun Markas Komando Brigadir Mobil. ”Kami butuh bantuan. Untuk sementara, kami gencarkan sosialisasi ke masyarakat,” kata David.
Di tengah kondisi ini, korban jiwa terus berjatuhan akibat PETI Ratatotok. Menurut laporan Komando Distrik Militer (Kodim) 1302/Minahasa, satu orang tewas dan empat orang luka-luka akibat longsor di lubang tambang pada Oktober 2020, disusul kematian dua petambang pada November 2020. Pada Desember 2020, tiga petambang lain juga tewas akibat penyebab serupa.
Awal Februari lalu, seorang pria dibacok hingga menderita luka menganga di kepala akibat permasalahan lahan tambang. Kepolisian juga mengamankan sebuah ekskavator dari lahan di Desa Ratatotok I itu beserta pemiliknya.
Sebelumnya, Kepala Bidang Mineral dan Batubara Dinas ESDM Sulut Jemmy Mokolensang mengatakan, kegiatan pertambangan dilarang di wilayah kebun raya. Pertambangan di wilayah sekitarnya juga tidak diperbolehkan jika tidak berizin.
Namun, dinasnya tak dilengkapi personel untuk menertibkan pertambangan tanpa izin. Para inspektur pertambangan dari Kementerian ESDM hanya bertugas mengawasi pertambangan yang berizin. Karena itu, kepolisian disebutnya sebagai pihak yang dapat menertibkan PETI.
Kapolda Sulut Inspektur Jenderal RZ Panca Putra Simanjuntak mengatakan, penanganan tambang emas di Ratatotok selama ini telah dilaksanakan Polres Minahasa Tenggara. Namun, kepolisian tidak bisa menjadi satu-satunya pihak yang turun untuk menertibkan tambang emas.
Baca juga :Kewenangan Penertiban Tak Jelas, Tambang Emas Ilegal Ratatotok Telan Korban Lagi
”Kalau polisi diminta menutup, mau berapa ribu polisi yang turun ke sana? Menangani itu (PETI) tidak bisa polisi sendiri, harus ada pemda dan instansi terkait lainnya. Jangan seperti zaman dulu, polisi yang maju buat nangkepin (petambang tanpa izin),” ujar Panca.
Di samping itu, Panca menyatakan Polda Sulut sedang berkonsentrasi menangani pandemi. Ratusan personelnya diturunkan untuk menjadi petugas yang memantau dan melacak kasus Covid-19 serta mengupayakan vaksinasi di desa-desa. ”Kami dihadapkan pada tantangan lain dan tenaga kami sudah terserap semua ke sana. Jadi, kita harus duduk bersama-sama dengan pemda,” katanya.
Tambang emas Ratatok pernah menyebabkan mencemari lingkungan hidup di Teluk Buyat dengan arsen ketika dikelola PT NMR. Akibatnya, pada 2004 sedikitnya 100 orang menderita penyakit minamata. Keberadaan PETI Ratatotok pun dikhawatirkan menyebabkan pencemaran lingkungan lagi.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Sulut Marly Gumalag mengatakan, pencemaran dapat dicegah jika pemerintah berhasil membasmi PETI. Ia pun meminta Pemkab Minahasa Tenggara berupaya sebisa mungkin, salah satunya dengan membentuk tim gabungan pengamanan.