Pengawasan Lemah, Tambang Ilegal Ratatotok Terus Memakan Korban
Korban jiwa di tambang emas ilegal di dalam wilayah Kebun Raya Megawati Soekarno Putri di Ratatotok, Minahasa Tenggara, Sulawesi Utara, terus berjatuhan. Lemahnya pengamanan dimanfaatkan oleh para petambang.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·3 menit baca
MANADO, KOMPAS — Korban jiwa di tambang emas ilegal di dalam wilayah Kebun Raya Megawati Soekarnoputri di Ratatotok, Kabupaten Minahasa Tenggara, Sulawesi Utara, terus berjatuhan. Petambang masuk ke kawasan pada tengah malam atau dini hari ketika pengawasan lemah.
Kepala Media Center Komando Distrik Militer 1302/Minahasa Sersan Kepala Warno Detuage kembali mengumumkan kematian dua petambang di Kebun Raya Megawati Soekarnoputri, Kamis (26/11/2020) dini hari. Penyebabnya pun masih sama, yaitu tertimbun material longsor ketika sedang menambang.
”Sekitar pukul 03.50 Wita, tiba-tiba terjadi longsor di dekat lubang tambang. Dua orang yang sedang mengambil emas tertimbun material longsor. Babinsa (bintara pembina desa) kami, Sersan Dua Sainal dari Koramil 1302-12/Belang, ikut turun untuk mengevakuasi jasad korban,” tuturnya.
Dua korban tewas adalah Soni Tangel (40) dan Sandi Rantung, masing-masing warga Tompaso Baru dan Tenga, Minahasa Selatan. Warno mengatakan, keduanya bersama tiga petambang lain pada Senin (23/11/2020) pagi ke lokasi tambang diam-diam. Mereka melalui jalur tikus di belakang pos penjagaan untuk menghindari petugas keamanan.
Namun, setelah berhasil masuk ke area kebun raya, mereka tidak langsung menambang. ”Situasi tidak memungkinkan akibat hujan deras yang terus mengguyur. Mereka baru mulai beraktivitas mengambil emas pada Rabu (25/11/2020) menjelang tengah malam setelah hujan mereda,” ujar Warno.
Soni dan Sandi masuk ke lubang tambang berkedalaman sekitar 5 meter untuk mengeruk emas. Tiga rekan mereka menunggu di luar. Enam jam berselang, tiba-tiba dinding dan atap lubang tambang runtuh, mengubur kedua petambang itu.
Tiga orang yang menunggu di luar spontan berusaha menggali dan menyingkirkan material longsor. Setelah datang bantuan dari babinsa dan petambang lain, mereka berhasil mengeluarkan kedua korban pada pukul 05.10 Wita. ”Jasad keduanya kami bawa ke Rumah Sakit Umum Pusat Ratatotok Buyat untuk diotopsi,” kata Warno.
Komandan Komando Distrik Militer 1302/Minahasa Letnan Kolonel Herberth Andi Amino Sinaga kembali mengingatkan bahaya yang mengancam nyawa para petambang. Tambang ilegal yang diserbu oleh warga dari daerah-daerah di Sulut, termasuk tiga kabupaten kepulauan, itu harus dijauhi.
”Pemkab Minahasa Tenggara telah menerbitkan larangan menambang di lokasi ini. Masyarakat seharusnya menghentikan segala aktivitas tambang agar kecelakaan seperti ini tidak terjadi lagi,” ujar Herberth.
Kebun Raya Megawati Soekarnoputri seluas 221 hektar dulunya adalah situs tambang emas PT Newmont Minahasa Raya (NMR). Situs yang dinamai Messel itu ditutup pada 2004 setelah PT NMR mengeruk 4,78 juta ton bijih emas. Namun, kepergian PT NMR disusul oleh kedatangan petambang rakyat. Wilayah itu lalu menjadi pertambangan emas tanpa izin (PETI), bahkan hingga statusnya ditetapkan menjadi kebun raya.
Tepat sebulan lalu, 26 Oktober 2020, Warno mengumumkan satu orang tewas dan empat lainnya luka-luka akibat tertimbun longsor. Pada Juni dan Juli 2020, dua petambang, masing-masing asal Minahasa Selatan dan Bolaang Mongondow Timur, tewas akibat longsor.
Asisten I Bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Pemkab Minahasa Tenggara Jani Rolos mengatakan, pihaknya telah menutup PETI di kebun raya pada pertengahan Juli lalu. ”Yang pasti, kami sudah menyampaikan saran agar masyarakat tidak melanjutkan aktivitas PETI di area kebun raya,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Sulut Komisaris Besar Jules Abraham Abast mengatakan, personel dari Polres Minahasa Tenggara sedang diturunkan untuk meninjau lokasi.
”Polres akan menyelidiki dulu, jadi kami belum bisa kasih pernyataan resmi. Kita tunggu saja pernyataan Kapolres Minahasa Tenggara terkait penyelidikan dan olah TKP (tempat kejadian perkara) di lapangan,” kata Jules.