Pengungsi Merapi di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, dipulangkan ke rumah masing-masing. Pemulangan pengungsi didasari letak rumah warga yang masih di luar radius ancaman bahaya erupsi.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
SLEMAN, KOMPAS — Pengungsi Merapi di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, dipulangkan kembali ke rumah masing-masing. Pemulangan pengungsi didasari letak rumah warga yang masih di luar radius ancaman bahaya erupsi. Meski diperbolehkan pulang, warga terus diminta menjaga kewaspadaan.
Pemulangan pengungsi dilakukan pada Selasa (9/2/2021). Pengungsi yang dipulangkan hari itu berjumlah 137 orang. Para pengungsi merupakan warga kelompok rentan, seperti lansia, ibu hamil, perempuan, anak-anak, dan anak balita. Mereka berasal dari Dusun Turgo, Desa Purwobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman. Dusun itu berada di sisi barat daya Merapi.
Warga dusun tersebut mengungsi di Barak Purwobinangun, yang letaknya di seberang Balai Desa Purwobinangun. Mereka mengungsi sejak 27 Januari 2021. Saat itu terjadi luncuran awan panas yang jaraknya sejauh 3,5 kilometer dan mengarah ke sisi barat daya. Jarak tersebut menjadi yang terjauh selama fase erupsi Merapi sejak 4 Januari 2021.
”Dalam memulangkan pengungsi, kami berpedoman pada rekomendasi dari BPPTKG (Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi). Itu yang kami pegang,” kata Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sleman Joko Supriyanto setelah pemulangan pengungsi di Barak Purwobinangun.
Ancaman bahaya
Menurut rekomendasi BPPTKG, ancaman bahaya erupsi Merapi berupa luncuran lava pijar dan awan panas sejauh maksimal 5 kilometer ke sektor selatan-barat daya meliputi wilayah Sungai Kuning, Sungai Boyong, Sungai Bedog, Krasak, Bebeng, dan Sungai Putih. Diingatkan pula adanya ancaman lontaran material vulkanik apabila terjadi letusan eksplosif yang menjangkau area 3 kilometer dari puncak gunung tersebut.
Dalam memulangkan pengungsi, kami berpedoman pada rekomendasi dari Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi. (Joko Supriyanto)
Dusun Turgo berada dalam radius 6 kilometer dari puncak Merapi. Apabila disesuaikan dengan rekomendasi BPPTKG, dusun tersebut masih ada dalam radius aman dari ancaman erupsi. Hal ini menguatkan alasan pemulangan pengungsi di Barak Purwobinangun.
Joko menjelaskan, keputusan memulangkan pengungsi didapatkan setelah berdiskusi dengan warga pengungsi. Para pengungsi sudah menginginkan pulang ke rumah. Terlebih, mereka masih tinggal dalam radius aman. Namun, pihaknya meminta segenap warga terus menjaga kewaspadaan mengingat status Merapi masih Siaga (Level III).
”Yang jelas perlu harus terus waspada. Status gunung belum turun. Jadi, warga harus selalu siaga,” kata Joko.
Barak Purwobinangun, yang sudah disekat-sekat, juga tidak akan dibongkar. Kondisi barak masih dipertahankan. Dengan ditinggalkan pengungsi, BPBD Sleman akan terus melakukan pemeliharaan perlengkapan barak, misalnya mencuci dan menjemur kasur.
Kami selalu memantau setiap malam. Warga dusun sudah siap mitigasi bencana. Jadi, semisal ada apa-apa, warga sudah tahu dan bisa bergerak cepat. (Heri Suasana)
Disediakan juga posko pengungsian sementara yang berlokasi di SD Sanjaya Tritis. Jarak posko tersebut lebih dekat dengan permukiman warga Dusun Turgo dibandingkan dengan Barak Purwobinangun. Posko itu digunakan sebagian kelompok rentan yang merasa khawatir terkait aktivitas Merapi untuk bermalam. Warga kelompok rentan itu akan pulang dan beraktivitas di rumah masing-masing pada siang hari.
Lurah Desa Purwobinangun Heri Suasana menjamin kesiapsiagaan warga setempat sudah terbentuk. Warga sudah memahami mekanisme mitigasi bencana jika sewaktu-waktu terjadi erupsi. Pemantauan selalu dilakukan setiap malam. Warga diharapkan terus menjaga kewaspadaan mengingat aktivitas vulkanik Merapi masih terus berlangsung.
”Kami selalu memantau setiap malam. Warga dusun sudah siap mitigasi bencana. Jadi, semisal ada apa-apa, warga sudah tahu dan bisa bergerak cepat,” kata Heri.
Tukirah (45), warga Dusun Turgo, mengatakan, dirinya akan terus mengikuti informasi terkini tentang perkembangan aktivitas Merapi dari BPPTKG meski sudah kembali ke rumah. Selalu menjaga kewaspadaan sudah menjadi kewajiban bagi warga lereng Merapi sepertinya. Terlebih, rumahnya berada di dekat Sungai Boyong, yang menjadi salah satu jalur luncuran awan panas maupun lahar hujan.
”Jelas harus terus menjaga kewaspadaan. Tentu, harapannya, aktivitas gunung bisa kembali landai,” kata Tukirah.