Hirup Udara Bebas, Aktivis Sebastian Hutabarat Terus Perjuangkan Lingkungan Danau Toba
Aktivis lingkungan hidup kawasan Danau Toba, Sebastian Hutabarat, akhirnya menghirup udara bebas setelah dipenjara satu bulan. Ia berharap agar perjuangan pada konservasi Danau Toba terus dilakukan.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
BALIGE, KOMPAS — Aktivis lingkungan hidup kawasan Danau Toba, Sebastian Hutabarat, akhirnya menghirup udara bebas setelah dipenjara satu bulan. Ia berharap agar perjuangan pada konservasi Danau Toba terus dilakukan di tengah kerusakan lingkungan hidup yang masih terus terjadi.
”Jangan sampai perjuangan kita pada konservasi lingkungan hidup terhenti. Masalah utama kawasan Danau Toba saat ini adalah kerusakan lingkungan yang sangat masif,” kata Sebastian, Sabtu (6/2/2021).
Sebastian menjalani hukuman satu bulan penjara atas vonis yang dijatuhkan di tingkat banding di Pengadilan Tinggi Medan karena dinilai terbukti menghina pemilik tambang galian C di Kabupaten Samosir. Di tingkat pertama di Pengadilan Negeri Balige, ia awalnya divonis dua bulan penjara. Ia dipenjara di Lembaga Pemasyarakatan Kelas III Pangururan sejak 5 Januari.
Pemenjaraan itu pun awalnya ditentang banyak pihak karena Sebastian dinilai hanya mengkritik dan menolak tambang galian C di Samosir karena dinilai merusak lingkungan hidup.
”Awalnya saya dan keluarga juga tidak terima. Tetapi, akhirnya saya jalani dan saya anggap ini sebagai tugas belajar dari negara,” kata Sebastian.
Sebastian mengatakan, persoalan utama pariwisata Danau Toba saat ini adalah kerusakan lingkungan hidup yang sangat masif. Hal ini disebabkan oleh kerusakan hutan, masifnya hutan tanaman industri di daerah tangkapan air, dan maraknya keramba jaring apung skala perusahaan ataupun perorangan.
”Namun, sampai saat ini pemerintah kelihatannya tidak punya peta jalan untuk menyelamatkan lingkungan hidup Danau Toba,” kata Sebastian.
Sebastian, yang juga pengusaha di bidang pariwisata, mengatakan, model pariwisata di Danau juga sebaiknya mengedepankan ekowisata dan berbasis pada ekonomi masyarakat. Tentu, infrastruktur dan akomodasi premium juga bisa dibangun, tetapi ssmuanya harus sejalan dengan pariwisata berkelanjutan dan konservasi lingkungan hidup.
Ketua Umum Yayasan Pencinta Danau Toba (YPDT) Maruap Siahaan mengatakan, di tengah upaya Presiden Joko Wododo menjadikan kawasan Danau Toba destinasi super prioritas berkelas internasional, konservasi lingkungan hidup seharusnya dikedepankan. ”Apalagi, kawasan Danau Toba kini mengalami kerusakan luar biasa dari hulu sampai hilir,” kata Maruap.
Maruap mengatakan, konservasi lingkungan akan mengangkat pariwisata Danau Toba. Pariwisata pun tak akan berjalan jika lingkungan rusak karena nilai jual utama Danau Toba adalah lingkungan hidupnya. Kasus yang menimpa Sebastian, kata Maruap, tidak akan menyurutkan perjuangan mereka.
Direktur Eksekutif Daerah Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumut Doni Latuparissa mengatakan, pemenjaraan Sebastian harus menjadi pelajaran untuk melindungi aktivis lingkungan ke depan. ”Kriminalisasi selama ini selalu menjadi senjata untuk membungkam suara kritis para aktivis,” katanya.
Kriminalisasi selama ini selalu menjadi senjata untuk membungkam suara kritis para aktivis.
Menurut Doni, suara kritis seharusnya menjadi kontrol sosial bagi pembangunan kawasan Danau Toba. Instrumen hukum tentang perlindungan aktivis lingkungan juga sebenarnya sudah diatur dalam Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
”Namun, pelaksanaannya di lapangan memang masih sangat minim. Kriminalisasi aktivis lingkungan hidup masih terus terjadi,” kata Doni.