Sampah semakin menumpuk di banyak tempat di kota Manado. Sementara hujan lebat masih berpotensi turun, masalah sampah terus menguarkan bau busuk di tengah ancaman bencana banjir.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·5 menit baca
Willy M (42) tak segan mengakui kekesalannya terhadap Wali Kota Manado Vicky Lumentut. Dua kali sudah ibu kota Sulawesi Utara itu diterjang banjir pada pekan ketiga Januari 2021. Namun, pemerintah kota seakan abai terhadap dampak yang disebabkan, salah satunya tumpukan sampah yang telantar dan makin menggunung.
”Wali kota harusnya tanggung jawab. Dia masih harus memimpin sampai Mei. Masak, sampah dibiarkan begitu saja di pinggir jalan, tidak ada petugas lain yang mengambil. Selama ini, sampah jelas menyebabkan banjir,” kata warga Lingkungan II Kelurahan Karombasan Selatan itu, di rumahnya, Kamis (28/1/2021).
Tumpukan sampah itu kini teronggok di sisi Jalan Tonsawang dekat persimpangan gang rumahnya. Volumenya makin banyak sejak banjir pada Jumat (22/1/2021) surut. Sementara, selokan di muka rumahnya makin dangkal akibat lumpur dari banjir seminggu sebelumnya, Sabtu (16/1/2021). Ia khawatir sampah-sampah itu akan kembali terbawa arus banjir dan memampatkan drainase jika hujan deras kembali mengguyur Manado.
Di samping itu, Willy juga khawatir sampah-sampah itu akan menjadi sumber konflik antarwarga. ”Bagaimana kalau ada warga yang tidak terima karena warga lain buang sampah di dekat rumahnya? Ini bisa bikin warga bertengkar hanya gara-gara pemerintah tidak becus mengurus sampah,” ujar dosen Ilmu Kelautan salah satu universitas di Papua Barat itu.
Pemandangan tumpukan sampah ini tak hanya tampak di Karombasan Selatan. Tepat di seberang gerbang SMK Negeri 1 Manado, Kelurahan Sario Kotabaru, terparkir sebuah motor bak sampah yang sudah penuh. Slamet (48), pedagang cilok, berkomentar, ”Seharusnya jangan dibuang di depan sekolah,” sebelum melempar dua kantong plastik ke tumpukan itu.
Brigita (23), warga Kelurahan Tikala Baru, juga mengeluhkan banyaknya sampah yang muncul tiba-tiba setelah banjir surut. Namun, sampah hanya diangkut sesekali. Hal yang sama juga tampak di depan salah satu gerbang Universitas Sam Ratulangi di Kelurahan Kleak, di mana bau busuk sampah menguar dari motor bak sampah yang diparkir.
Tak hanya permukiman warga yang jadi tempat sampah dadakan, tetapi juga sistem drainase kota. Sebuah sungai kecil di depan Perpustakaan Provinsi Sulut, yang jaraknya hanya ratusan langkah dari kantor wali kota, pun tersumbat segala macam sampah, dari botol plastik sampa guling dan bantal bekas, tiga hari setelah banjir.
Warga mengeluh, tapi tak langsung mendapat jawabnya. Di balik penelantaran sampah, para petugas kebersihan kota merasa cukup bersyukur karena tak harus berhadapan langsung dengan protes warga. Mereka sendiri juga tak punya pilihan, selain membiarkan sampah berhari-hari sebelum membawanya ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sumompo.
Johnly (42) dan Lae (42), tenaga harian lepas (THL) Dinas Lingkungan Hidup Kota Manado, kini diperbantukan di tingkat kecamatan untuk mengurus sampah yang tersisa dari banjir Jumat lalu. Saat ditemui di Kecamatan Sario, Senin (25/1/2021), mereka menyatakan volume sampah terlalu banyak untuk dibawa ke TPA.
”Kami bukannya tidak kerja, tetapi TPA sudah penuh. Kalau mau dibawa ke sana, antrean truk dan motor bak sudah panjang sekali. Sudah begitu, alat (ekskavator) sering rusak, sekali rusak bisa sampai empat hari. Jadi, percuma kalau langsung dibawa ke sana,” kata Johnly.
Di tengah masalah itu, para THL pengangkut sampah juga sempat berkorban untuk terus bekerja meski upah tersendat. Menurut Johnly dan Lae, THL yang bertugas di tingkat kecamatan sempat tidak dibayar selama September-Desember 2020. Johnly dan Lae cukup beruntung karena THL Dinas Lingkungan Hidup tetap dibayar meski tidak ada tunjangan hari raya.
Pengelolaan buruk
Sejak Covid-19 merebak di Sulut pada 2020, Manado pun mengetatkan anggaran, mengalihkan semuanya untuk penanganan pandemi. Pengelolaan sampah pun menjadi salah satu korban. Segala rencana, seperti pengolahan sampah dengan insinerator di setiap kecamatan, tidak berjalan.
Kepala Bidang Pengelolaan Sampah dan Limbah B3 DLH Manado Franky Porawouw, September 2020, mengatakan, pemkot tidak memiliki cukup anggaran untuk mengadakan solar sebagai bahan bakar insinerator. Satu dari enam insinerator juga rusak dan tidak ada anggaran untuk perbaikan.
Akibatnya, 400 ton sampah yang dihasilkan warga Manado setiap hari ke TPA Sumompo yang luasnya 13,7 hektar itu menumpuk. Menurut Franky, saat itu, pengelolaan sampah tidak terganggu karena ada ekskavator yang dipakai melumat dan mengatur gunung sampah di situ.
Namun, Wakil Ketua Komisi C DPRD Kota Manado Lily Binti dari Partai Golkar mengatakan, ekskavator yang dipakai kini kerap rusak, olinya sering bocor. Menurut dia, Pemkot Manado harus memikirkan anggaran perawatan juga. Jika perbaikan terlalu mahal, mereka bisa menyewa alat dari pihak ketiga.
Pemerintah memang harus fokus ke Covid-19, tapi jangan sampai mengesampingkan masalah yang juga penting.
Anggota Komisi C DPRD Kota Manado, Mona Kloer, menambahkan, pemkot telah melanggar undang-undang karena mengelola TPA Sumompo dengan metode open dumping atau pembuangan terbuka. Namun, saran untuk menambah alat berat tak juga dilaksanakan. Masalah bertambah runyam karena sistem pengolahan air lindi rusak sehingga mengancam keberadaan air bersih.
Pada saat yang sama, ia menyesalkan insinerator yang tidak berfungsi meskipun alat-alat itu baru diadakan pada awal 2020. ”Anggaran besar (Rp 11,5 miliar), tetapi tidak bisa mengatasi permasalahan sampah. Pemerintah memang harus fokus ke Covid-19, tapi jangan sampai mengesampingkan masalah yang juga penting,” kata kader Gerindra itu.
Dalam jangka panjang, Pemkot Manado mengatakan akan mengikuti rencana Pemprov Sulut memusatkan pembuangan sampah di TPA Regional Ilo-Ilo di Wori, Kabupaten Minahasa Utara. TPA regional itu ditargetkan rampung dibangun pada akhir 2021. Namun, menurut Mona, laju pembangunan sejak akhir 2020 baru selesai 14 persen karena masalah lelang.
Sementara itu, TPA Sumompo nantinya ditutup dan dikonversi menjadi taman kota. Rencana ini telah dilontarkan Wali Kota Manado Vicky Lumentut sejak awal 2020. Namun, kata Mona, rencana itu bisa saja tersendat karena Perda Rencana Tata Ruang Wilayah Manado yang baru belum tuntas disusun pemkot.
Theo Runtuwene, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sulut, meragukan rencana pembangunan taman kota itu. Menurut dia, rencana itu harus betul-betul dikaji.
”Kalau di bawah tanah itu banyak gas beracun yang berpotensi meledak saat sudah jadi taman, bagaimana? Pemkot harus memikirkan itu baik-baik,” katanya.
Theo juga mengkritik ketidakpatuhan Pemkot Manado sendiri pada Perda Nomor 7 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Sampah dan Pelayanan Kebersihan. Sampah pun semakin menumpuk di banyak tempat di kota. Sementara hujan lebat masih berpotensi turun, masalah sampah terus menguarkan bau busuk di tengah ancaman bencana banjir.