Pemprov dan DPRD Papua Tuntut Revisi UU Otsus Tidak Parsial
Pemerintah Provinsi Papua dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah setempat menuntut revisi otonomi khusus sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·4 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Pemerintah Provinsi Papua dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Papua berharap evaluasi otonomi khusus tidak dilaksanakan secara parsial karena tak berdampak bagi masyarakat. Sejumlah aspek utama yang diharapkan daerah dalam regulasi tersebut tidak terealisasikan.
Asisten II Pemprov Papua Muhammad Musaad saat ditemui di Jayapura seusai pertemuan daring dengan perwakilan Komite I DPD, Senin (1/2/2021), mengatakan, seharusnya revisi Undang-Undang Otonomi Khusus (UU Otsus) Tahun 2001 sebagai solusi untuk menyelesaikan masalah, bukan sebaliknya. Karena itu, kata Musaad, pihaknya berharap revisi UU Otsus tidak dengan substansi yang sangat dangkal.
Ia berpendapat, rancangan revisi UU Otsus yang disiapkan pemerintah pusat dan DPR saat ini tidak efektif untuk menyelesaikan masalah Papua dan bersifat bias. Diketahui ada tiga poin penting di dalam RUU Otsus Papua yang diusulkan oleh pemerintah. Pertama, pemerintah menaikkan dana otsus Papua, yakni dari semula 2 persen dari dana alokasi umum (DAU) menjadi 2,25 persen.
Kedua, pemerintah mengatur pembinaan dan pengawasan dana otsus Papua ke dalam peraturan pemerintah (PP). Ketiga, pemerintah dapat memekarkan wilayah di Papua tanpa melalui tahapan daerah persiapan sebagaimana diatur di dalam UU Pemda.
Hanya ada tiga pasal yang diubah di dalam RUU Otsus Papua, yakni Pasal 1 tentang definisi umum, Pasal 34 tentang sumber-sumber penerimaan daerah dan dana perimbangan, serta Pasal 76 tentang pemekaran wilayah.
”Salah satu pasal yang menjadi pertanyaan kami adalah peningkatan DAU dari 2 persen menjadi 2,5 persen. Apa yang menjadi kajian pusat sehingga meningkatkan DAU menjadi 2,5 persen, padahal kebutuhan daerah tidak lagi sama dengan sepuluh tahun lalu,” kata Musaad.
Musaad menuturkan, Pemprov Papua mengharapkan adanya lima kerangka utama dalam RUU Otsus Papua, yakni adanya kewenangan, struktur kelembagaan, keuangan, kebijakan dan politik, hukum, serta hak asasi manusia (HAM).
Ia mengungkapkan, Pemprov Papua telah menyediakan lima kerangka utama ini dalam rancangan Undang-Undang Otsus Plus sejak tahun 2014. Namun, hingga kini, rancangan regulasi tersebut belum masuk prioritas Program Legislasi Nasional di DPR. ”Kami tetap konsisten memperjuangkan lima kerangka ini masuk dalam revisi Undang-Undang Otsus Papua. DPD telah berjanji untuk mengawal revisi regulasi ini sesuai dengan kebutuhan daerah,” tuturnya.
Ketua Pansus Otsus DPRD Papua Thomas Sondegau mengatakan, pihaknya sangat menyesalkan sikap pemerintah pusat yang hanya merevisi beberapa pasal saja dalam draf Undang-Undang Otsus. Padahal, masyarakat Papua menanti adanya perubahan dengan revisi regulasi tersebut.
”Hal ini menunjukkan pemerintah pusat tidak menginginkan adanya perubahan bagi masyarakat Papua. Kami akan bertemu dengan DPR dan pusat untuk menunjukkan hasil kajian revisi otsus yang sesuai harapan masyarakat,” kata Thomas.
Ketua Pansus Papua Komite I DPD Filep Wamafma, dalam berita Kompas.id pada 6 Januari 2021, juga mengkritisi perubahan UU Otsus Papua yang hanya menyangkut tiga poin tersebut. Jika hanya perubahan minor yang terjadi, sesungguhnya pemerintah bahkan tidak perlu membuat UU baru.
”Kalau hanya untuk pencairan anggaran, Kementerian Keuangan dapat saja membuat peraturan menteri, tidak perlu membuat UU baru. Oleh karena itu, jika memang ingin membuat RUU Otsus, sebaiknya hal-hal substansial menyangkut otonomi khusus itu juga dimasukkan dan diperkuat,” ujarnya.
Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Akmal Malik pun tidak ingin berspekulasi terlalu jauh mengenai ketentuan baru di dalam RUU Otsus Papua terkait pembinaan dan pengawasan dana otsus Papua. Adapun di dalam UU No 21/2001, ketentuan tersebut tidak dicantumkan.
”Kami hanya mengusulkan yang baik-baik saja untuk Papua agar Papua lebih baik ke depan. Anggarannya lebih baik, kesejahteraannya juga lebih baik,” ujar Akmal.
Ia menambahkan, Kemendagri telah mengevaluasi terhadap jalannya otsus Papua. Dari evaluasi tersebut, sejumlah perbaikan tentu juga diusulkan di dalam RUU Otsus Papua. Secara khusus, ia menyebut, penguatan pengawasan dibutuhkan di internal pemerintahan Papua sendiri.
”Pastinya penguatan (pengawasan dana otsus) dibutuhkan. Kami sudah hampir empat kali evaluasi terhadap otsus Papua ini. Tentunya harus selalu ada perbaikan ke depan. Namun, perbaikan seperti apa, tentu ini masuk ke proses politik. Jadi, kami tidak bisa menyampaikan apa dan bagaimana karena masih sangat dinamis,” katanya.