Lembaga Dilanda Krisis, Konservasi 152 Satwa Dilindungi di DIY Terancam
Lembaga nirlaba untuk konservasi satwa dilindungi di DIY, WRC, dilanda krisis akibat pandemi Covid-19. Lembaga ini terancam berhenti beroperasi sehingga mengancam keberlangsungan 152 satwa dilindungi yang sedang dirawat.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·4 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Lembaga nirlaba konservasi satwa dilindungi di Daerah Istimewa Yogyakarta dilanda krisis akibat pandemi Covid-19. Akibat krisis keuangan, tempat konservasi satwa dilindungi terancam berhenti beroperasi. Kondisi tersebut mengancam keberlangsungan hidup satwa.
Kondisi tersebut dialami Wildlife Rescue Centre (WRC) Yogyakarta, pusat rehabilitasi satwa liar dilindungi yang berlokasi di Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Lembaga tersebut berdiri sejak 2003 dan berada di bawah naungan Yayasan Konservasi Alam Yogyakarta, yang bermitra dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Yogyakarta. Lembaga tersebut menjadi satu-satunya lembaga nirlaba di DIY, yang fokus menangani rehabilitasi satwa liar dilindungi dari hasil penyelamatan.
Reza Dwi Kurniawan, Manajer Konservasi WRC Yogyakarta, mengatakan, krisis keuangan dialami lembaga konservasi itu sejak awal pandemi Covid-19 di Indonesia. Lembaga itu tidak punya donatur tetap. Adapun sumber pemasukan utama dari donasi sukarelawan luar negeri terhenti seketika. Pandemi membuat negara-negara mengeluarkan kebijakan membatasi pergerakan manusia guna mencegah wabah semakin menyebar.
”Pemasukan untuk biaya operasional berasal dari program sukarelawan luar negeri. Mereka membantu aktivitas di sini sekaligus berdonasi. Program ini terhenti total karena pandemi,” kata Reza saat ditemui di WRC Yogyakarta, Kabupaten Kulon Progo, DIY, Senin (1/2/2021).
Biaya operasional pusat rehabilitasi satwa dilindungi itu sekitar Rp 100 juta per bulan. Dana sebanyak itu sudah mencakup semua kebutuhan, mulai dari penyediaan pakan satwa, pengobatan satwa, gaji pekerja, dan keperluan lembaga lainnya.
BKSDA Yogyakarta sempat mengucurkan bantuan hingga Rp 300 juta. Namun, jumlah itu juga tidak cukup untuk membiayai operasional pusat rehabilitasi tersebut sepanjang 2020. Alternatif pembiayaan operasional dilakukan dengan membuka donasi melalui platform daring seperti kitabisa.com dan ”GoFundMe”. Donasi juga diterima dengan transfer langsung ke rekening lembaga tersebut.
Reza mengungkapkan, pihaknya sempat berharap pandemi Covid-19 berakhir tahun 2020. Terlebih, dengan kabar rencana vaksinasi Covid-19 yang mulai gencar. Namun, pandemi juga belum selesai dan tidak ada tanda-tanda membaik. Pintu masuk bagi warga negara asing yang menjadi sumber pemasukan utama juga belum dibuka.
”Ini membuat kami benar-benar dalam kondisi kritis. Istilahnya, sudah berada di ujung tanduk. Kami sudah berusaha sekuat mungkin mencari dana lewat segala cara. Namun, kondisinya sangat berat,” kata Reza.
Penutupan operasional pusat rehabilitasi sangat tidak diharapkan. Sebab, satwa dilindungi yang masih dalam masa rehabilitasi juga tidak bisa dilepasliarkan begitu saja.
Agar bisa bertahan, WRC Yogyakarta terpaksa melakukan pemotongan gaji semua pekerja hingga 50 persen untuk bulan Februari 2021. Hal itu dilakukan agar 152 satwa dilindungi yang direhabilitasi di tempat itu bisa tetap memperoleh perawatan optimal. Satwa dilindungi tersebut ada beragam jenis, mulai dari aneka burung, primata, mamalia, hingga reptil.
Reza menyatakan, penanganan satwa dilindungi tetap menjadi prioritas. Tidak ada standar konservasi yang dikurangi. Pemberian pakan, pembersihan kandang, dan pengobatan satwa diusahakan berjalan maksimal. Beruntung, bantuan keperluan pakan masih datang dari lembaga-lembaga konservasi satwa dilindungi lain.
Lebih lanjut, Reza menuturkan, jika kondisi keuangan tidak membaik, pusat rehabilitasi satwa dilindungi itu bisa saja berhenti beroperasi. Penutupan operasional pusat rehabilitasi sangat tidak diharapkan. Sebab, satwa dilindungi yang masih dalam masa rehabilitasi juga tidak bisa dilepasliarkan begitu saja.
”Ada 152 satwa dilindungi di sini (WRC Yogyakarta). Kami punya tanggung jawab terhadap masa depan mereka. Bisa kembali ke habitatnya atau tidak. Untuk itu, kami sangat membutuhkan bantuan agar bisa memperjuangkan nasib mereka,” kata Reza.
Kepala BKSDA Yogyakarta Muhammad Wahyudi mengatakan, keberadaan WRC Yogyakarta sangat penting. Lembaga nirlaba itu banyak membantu BKSDA Yogyakarta yang punya keterbatasan tempat untuk menampung satwa dilindungi. Ia berharap lembaga tersebut bisa terus bertahan di tengah berbagai tantangan.
Menurut data dari BKSDA Yogyakarta, lima tahun terakhir, sedikitnya ada sembilan satwa dilindungi yang masih dititipkan BKSDA Yogyakarta di WRC Yogyakarta. Satwa dilindungi itu terdiri dari tiga buaya muara, satu ular sanca kembang, dua elang bido, dan tiga elang brontok.
Dengan krisis yang dialami WRC Yogyakarta, Wahyudi mengatakan, pihaknya telah membantu pencabutan status Lembaga Konservasi (LK) Umum WRC Yogyakarta, melalui Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), menjadi LK Khusus. Selanjutnya, bakal dilaksanakan perjanjian kerja sama untuk urusan pengelolaan pusat rehabilitasi satwa bersama BKSDA Yogyakarta. Diharapkan, hal ini memudahkan WRC Yogyakarta mengelola pusat rehabilitas semakin baik dan dapat mendatangkan donatur tetap yang selama ini sulit dicari.