Terdampak Banjir, Ribuan Warga Kudus Masih Enggan ke Pengungsian
Sebagian besar rumah warga terendam, tetapi sebagian sudah ditinggikan atau berlantai dua dan bisa ditempati. Sejumlah sukarelawan mengevakuasi warga dan sepeda motor warga dengan perahu. Ada juga yang menerobos banjir.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
KUDUS, KOMPAS — Sekitar 4.500 warga di tujuh desa di tiga kecamatan Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, hingga Senin (1/2/2021) sore masih terdampak banjir akibat luapan Sungai Wulan. Kendati banjir menggenang hingga ketinggian sekitar 60 sentimeter, warga masih menolak diungsikan dan lebih memilih menyingkir ke rumah saudara yang tak terdampak banjir.
Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kudus, daerah terdampak banjir yakni Desa Setrokalangan, Banget, Kedungdowo, Garung Kidul (Kecamatan Kaliwungu), Tanjungkarang, Jati Wetan (Jati), dan Karangrowo (Undaan). Dari seluruhnya, Desa Setrokalangan menjadi wilayah yang paling terdampak.
Sesuai pantauan Senin sore, banjir menggenangi Jalan Serang Lusi, Desa Setrokalangan, yang berbatasan dengan Jalan Lingkar Barat Kudus, dengan ketinggian air sekitar 60 sentimeter. Bahkan, di titik terdalam, di permukiman warga dan persawahan, ketinggian air mencapai lebih dari 100 sentimeter. Aksesibilitas warga terhambat, kendaraan sama sekali tak bisa melintas.
Sebagian besar rumah warga terendam. Namun, sejumlah rumah sudah ditinggikan atau berlantai dua sehingga masih bisa ditempati. Sejumlah sukarelawan mengevakuasi warga dan sepeda motor dengan perahu. Adapun warga yang hendak mengecek kondisi rumah menerobos banjir dengan berjalan kaki. Ada juga yang menggunakan rakit yang dibuat dari susunan batang pohon pisang yang diikat untuk dinaiki anak-anak.
Warga Desa Setrokalangan, Ma’ruf (49), Senin, mengatakan, ketinggian air naik perlahan. Lama kelamaan, seiring Sungai Wulan yang semakin meluap, banjir kian meninggi. Pada awal Januari 2021 juga terjadi banjir, tetapi ketinggiannya 15-20 sentimeter. Adapun banjir hingga lebih dari 60 sentimeter terakhir kali pada tahun 2014.
Ma’ruf menuturkan, ia dan keluarganya mengungsi di rumah saudara di Desa Kedungdowo, yang tak terlalu jauh dari Desa Setrokalangan. ”Di titik pengungsian terlalu jauh, sedangkan saya harus mengecek rumah dan ternak juga,” ujarnya saat menerobos banjir di jalan desa ke arah sungai.
Warga lain, Nur Abadi (40), mengatakan, meski tergenang, rumah mertuanya masih bisa ditempati karena sudah sudah ditinggikan. Praktis, hanya halaman rumah yang terendam. Menurut dia, lantaran posisi wilayah yang rendah dan dekat dengan Sungai Wulan, banjir relatif kerap melanda di Setrokalangan.
Adapun tiga titik pengungsian sebenarnya disiapkan pemerintah, yakni di aula Kecamatan Kaliwungu, Balai Desa Kedungdowo, dan Balai Desa Garung Lor. Namun, hingga Senin sore, belum ada yang menempati pengungsian. Sementara posko dapur umum terletak di Masjid Al Islam Tuwang Kedungdowo dan satu titik lain di Desa Pasuruhan Lor. Makanan dibagikan dengan sistem dropping.
Lantaran posisi wilayah yang rendah dan dekat dengan Sungai Wulan, banjir relatif kerap melanda di Setrokalangan.
Dukuh terisolasi
Kepala Desa Setrokalangan Didik Handono menuturkan, dari tiga dukuh di desanya, satu terisolasi, yakni Karangturi. Banjir sebenarnya tidak merendam permukiman di dukuh berpenghuni 425 keluarga tersebut, tetapi jalan atau aksesnya terendam hingga sekitar 1,5 meter. Maka, untuk menuju ke sana, mau tidak mau harus menggunakan perahu.
”Kami memantau terus seluruh warga desa yang terdampak banjir, termasuk jika ada yang sakit. Perahu yang disiapkan pemerintah, TNI, ataupun sukarelawan terus bersiaga untuk mengangkut warga ataupun kendaraan. Kebutuhan logistik seperti makanan dipasok dari dapur umum,” kata Didik.
Sementara dua dukuh lain, yakni Kalangan dan Setro, total 540 keluarga serta sekitar 1.500 jiwa terdampak. Mereka mengungsi di rumah keluarga atau tetangganya yang tidak terdampak. Di Desa Setrokalangan juga ada sekitar 80 hektar sawah yang terendam banjir, bahkan sebagian di antaranya sudah siap panen.
Bencana itu tak terlepas dari derasnya kiriman dari hulu atau arah Grobogan, di samping ada juga pengaruh sedimentasi sungai.
Kepala Pelaksana Harian BPBD Kudus Budi Waluyo mengatakan, banjir disebabkan melimpasnya air Sungai Wulan melalui spillway atau saluran pelimpah. Bencana itu tak terlepas dari derasnya kiriman dari hulu atau arah Grobogan, di samping ada juga pengaruh sedimentasi sungai. Beberapa hari terakhir, intensitas hujan di Kudus dan sekitarnya tinggi.
”Penanganan saat ini menunggu sampai air di Sungai Wulan surut. Setelah itu banjir dipompa ke sungai. Selain itu, kami juga menggalakkan penguatan tanggul untuk mengantisipasi hal serupa. Warga kami terus pantau meski sulit kami ajak untuk mengungsi di titik pengungsian. Yang jelas, posko kesehatan dan dapur umum siaga,” kata Budi.