Pemolisian Warga Cegah Ekstremisme, Bukan Bentuk Adu Domba
Banyak yang salah mengartikan pemolisian masyarakat ini adalah warga saling mengadu dan melapor sehingga situasi tidak kondusif. Padahal, upaya itu merupakan pelibatan warga mencegah ekstremisme dan radikalisme.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·2 menit baca
CIREBON, KOMPAS — Pelibatan masyarakat sipil dalam upaya mencegah ekstremisme berbasis kekerasan, seperti diatur di dalam Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2021, bukan untuk mengadu domba warga. Pemerintah segera membahas teknis pemolisian masyarakat tersebut.
Perpres Nomor 7 Tahun 2021 mengatur Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme 2020-2024. Regulasi itu ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 6 Januari lalu.
Perpres itu mengatur koordinasi antarlembaga dan kementerian serta pelibatan elemen masyarakat dalam rencana aksi tersebut. Pelibatan ini juga disebut pemolisian masyarakat. Dengan begitu, warga dapat aktif membaca gejala radikalisme dan ekstremisme.
”Banyak yang salah mengartikan pemolisian ini adalah warga saling mengadu dan melapor sehingga situasi tidak kondusif,” kata Deputi Bidang Pencegahan, Perlindungan, dan Deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Hendry Paruhuman Lubis dalam acara pemberian kompensasi terhadap korban terorisme, Jumat (29/1/2021), di Cirebon, Jawa Barat.
Menurut Hendry, pemolisian masyarakat bukan mengadu domba antarwarga, tetapi merupakan bentuk pemberdayaan warga di daerah untuk mencegah munculnya ekstremisme dan radikalisme. Warga yang menemukan gejala ekstremisme, misalnya, dapat melapor ke tokoh masyarakat dan agama.
Pelibatan tokoh masyarakat juga sudah dilakukan melalui Forum Koordinasi Penanggulangan Terorisme (FKPT) di daerah. ”Perpres No 7/2021 ini sudah disiapkan sejak Agustus 2017 dan mulai berlaku sekarang sampai 2024. Nanti, kami berjuang lagi untuk memperpanjang aturannya,” katanya.
Hendry menuturkan, pihaknya tengah merumuskan tindak lanjut dari perpres tersebut. ”Dalam beberapa pekan ini, kami akan buat sekretariat bersama kementerian/lembaga untuk mengoordinasikan hal apa saja yang bisa dilakukan terkait pemolisian kemasyarakatan,” ujarnya.
Pihaknya juga tengah merancang pelatihan bagi warga untuk memahami pemolisian masyarakat dalam hal pencegahan ekstremisme dan radikalisme. ”Sebelum perpres keluar, kami sudah adakan juga pelatihan lewat FKPT di daerah,” kata Hendry.
Sebelumnya, anggota Komisi VIII DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Maman Imanulhaq, mengatakan, perpres itu membuktikan itikad baik negara mengatasi ekstremisme berbasis kekerasan. Pelibatan itu dapat meminimalkan terjadi salah tangkap dan risiko kekerasan aparat (Kompas, 21/1/2021).