Warga Keluhkan Pemkot Manado Tidak Tanggap Bencana
Warga Manado mengeluhkan lemahnya ketanggapan bencana pemerintah kota hingga sepekan setelah banjir dan longsor melanda. Para korban hanya bergantung pada bantuan dari masyarakat.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·4 menit baca
MANADO, KOMPAS — Warga Manado, Sulawesi Utara, di beberapa kelurahan mengeluhkan lemahnya ketanggapan bencana pemerintah kota hingga sepekan setelah banjir dan longsor melanda. Beberapa warga yang rumahnya rusak hanya mengungsi ke rumah tetangga atau saudara. Para korban juga bergantung pada bantuan dari masyarakat.
Keluhan paling banyak datang dari warga Lingkungan II Kelurahan Taas, Kecamatan Tikala. Willem Soleman (54), warga perumahan Korpri, terpaksa mengungsi ke rumah tetangga karena rumahnya rusak. Banjir dari bukit gundul di seberang perumahan mengalir deras dan masuk ke rumah hingga ketinggian 1,2 meter.
Banjir meninggalkan lumpur padat setebal 15-20 sentimeter di dalam ruang tamu, dua kamar, dan dapur rumah Willem. Kasurnya rusak, begitu pula perabotan lainnya. ”Sampai sekarang belum bisa bersih-bersih karena tidak ada alat. Pemerintah juga belum datang kasih bantuan,” kata Willem, Kamis (28/1/2021).
Willem tidak yakin rumahnya dapat ditempati lagi. Sebab, selokan di samping rumah tertutup oleh pasir dan lumpur dari bukit. Air hujan dari genangan di dataran yang lebih tinggi kini mengalir deras di sisi lain rumahnya, bukan di selokan. Air juga tampak merembes ke tembok rumah.
Sahidin Makadomo (53), warga Lingkungan II, juga mengeluhkan ketiadaan bantuan dari pemerintah. Tembok belakang rumahnya, yang berhadapan langsung dengan bukit gundul pula, runtuh. Namun, belum ada petugas dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) ataupun Dinas Sosial Manado yang datang meninjau dan mendata.
”Kami dapat bantuan makanan dari kelompok-kelompok masyarakat yang menggalang bantuan. Sembako dari pemerintah saja tidak ada, apalagi bantuan perbaikan rumah,” katanya.
Kepala Lingkungan II Kelurahan Taas, Gerzon Alvin Tumbel (59), mengatakan, ada 13 rumah yang rusak berat. Sebanyak 72 keluarga terdampak, tetapi yang membutuhkan bantuan pangan dan sandang dengan segera ada 32 keluarga. Jumlahnya masih dapat bertambah karena laporan beberapa warga baru ia dengar pada Kamis sore.
Namun, respons pemerintah kota, kata Gerzon, sangat lamban. ”Bantuan seharusnya diberi dalam hitungan hari setelah bencana karena ini masa tanggap darurat. Namun, sampai hari ini tidak ada bantuan sama sekali di lingkungan kami. Mahasiswa dan pemuda saja tanggap memberi bantuan, sedangkan pemkot tidak ada sampai hari ini,” ujar Gerzon.
Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Nomor 7 Tahun 2008 tentang Pedoman Tata Cara Pemberian Bantuan Pemenuhan Kebutuhan Dasar menyebutkan, pendataan bantuan harus dilakukan segera. Dengan demikian, bantuan dapat segera dibagikan.
Menurut Gerzon, warga yang kehilangan tempat tinggal kini hanya dapat bergantung pada bantuan masyarakat. Beberapa bantuan sudah datang dari kelompok pemuda seniman di Manado, kelompok keagamaan, hingga warga dari kabupaten lain.
Di Lingkungan II Kelurahan Karombasan Selatan, Kecamatan Wanea, Willy M (42) masih membersihkan rumahnya dari lumpur yang tersisa dari banjir. Banjir di rumahnya mencapai 80 cm, jauh lebih tinggi daripada banjir sebelumnya yang hanya 20 cm.
Hampir semua perabotan di rumahnya dikeluarkan untuk dijemur, mulai dari sofa, kasur, baju, hingga boneka anaknya. Ia juga mengeluhkan perhatian pemerintah yang sangat minim.
”Saya sudah dapat satu karung beras dan beberapa bungkus mi instan. Namun, saya masih belum dapat yang saya butuh, seperti matras pengganti kasur untuk sementara. Saya butuh selama proses pembersihan rumah. Untung anak-anak saya bisa dititipkan di tempat saudara,” ujar Willy.
Ia juga mengeluhkan ketiadaan sumber daya manusia dari Pemkot Manado untuk membersihkan sisa-sisa banjir. Selokan di depan rumahnya kini terisi sedimentasi sisa banjir. Sampah-sampah pun hanya dikumpulkan dan ditumpuk di tepi jalan raya. Ia khawatir, saat banjir, sampah akan kembali berserakan. ”Pemkot harus tanggung jawab,” kata Willy.
Manado diserang banjir dua kali pekan lalu, yaitu Sabtu (16/1/2021) dan Jumat (22/1/2021). Pascabanjir pertama, Wali Kota Manado Vicky Lumentut mengatakan, pemkot tidak mendirikan posko pengungsian karena jumlah pengungsi tidak masif. Kebiasaan warga jika terjadi bencana adalah mengungsi ke rumah saudara atau ke rumah-rumah ibadah terdekat.
Sementara itu, Kepada Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Manado Stany Lonteng mengatakan, dia tidak mengetahui jumlah warga yang terdampak, jumlah rumah rusak, ataupun jumlah pengungsi. Namun, ia menyatakan telah memberikan bantuan ke hampir semua wilayah yang terdampak banjir di Manado.
”Di Lingkungan II Kelurahan Taas justru paling banyak kami kasih. Kami ada foto-fotonya. Biasalah, namanya orang butuh bantuan pasti bilangnya tidak dikasih,” katanya.
Untuk saat ini, dapur umum telah didirikan oleh BPBD dan beberapa instansi lainnya, seperti Badan Narkotika Nasional (BNN) Sulut serta rumah-rumah ibadah. Stany mengatakan, pihaknya terus memasok bahan makanan, seperti beras dan ikan kaleng, ke dapur-dapur umum itu.
Sebelumnya, Kepala BPBD Sulut Joy Oroh mengatakan, pihaknya siap menyalurkan bantuan saat terjadi bencana susulan. Pemprov Sulut telah mendeklarasikan masa tanggap bencana sejak 21 Desember 2020.