Banjir dan Cuaca Ekstrem Ganggu Suplai Batubara dari Kalsel
Bencana banjir dan cuaca ekstrem di wilayah Kalimantan Selatan akhir-akhir ini mengganggu produksi dan suplai batubara ke luar daerah. Di sisi lain, pengusaha batubara juga tergoda ekspor karena harganya lebih tinggi.
Oleh
JUMARTO YULIANUS
·3 menit baca
BANJARMASIN, KOMPAS — Bencana banjir serta cuaca ekstrem yang terjadi di wilayah Kalimantan Selatan akhir-akhir ini mengganggu produksi dan suplai batubara ke luar daerah, terutama untuk kebutuhan energi dalam negeri. Di sisi lain, pengusaha batubara juga tergoda memenuhi permintaan pasar luar negeri karena harganya lebih menjanjikan.
Banjir di Kalsel pada awal tahun 2021 ini merupakan bencana besar yang belum pernah dialami dalam kurun waktu lebih dari 50 tahun. Bahkan, Pemerintah Provinsi Kalsel menyebut banjir besar ini merupakan siklus 100 tahun sekali karena pernah terjadi pada tahun 1928 di Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Banjir kali ini menyebabkan 11 dari 13 kabupaten/kota di Kalsel terendam.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Pemegang Izin dan Kontraktor Tambang (Aspektam) Kalimantan Selatan Muhammad Solikin mengatakan, banjir besar kali ini berdampak luas hingga mengganggu operasional perusahaan tambang di kabupaten-kabupaten yang terdampak banjir, seperti di Banjar, Barito Kuala, Tanah Laut, Tapin, Balangan, dan Tabalong. Lokasi konsesi tambang batubara yang tidak terdampak banjir hanya di Tanah Bumbu dan Kotabaru.
”Bencana banjir itu tentu saja sangat berpengaruh terhadap kegiatan produksi batubara. Akibatnya, pasokan batubara untuk kebutuhan dalam negeri juga sedikit terganggu,” kata Solikin di Banjarmasin, Kamis (28/1/2021).
Menurut Solikin, batubara yang masih bisa didistribusikan saat ini adalah stok batubara yang sudah menumpuk di lokasi penyimpanan (stockpile) pelabuhan. Stok itu masih ada sehingga aktivitas pemuatan ke tongkang dan pengiriman ke luar daerah tetap berjalan seperti biasa. ”Operasional di pelabuhan masih aman (tidak terdampak banjir),” ujarnya.
Kepala Bidang Lalu Lintas Angkutan Laut dan Usaha Kepelabuhanan Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas I Banjarmasin Sudiyantoro menyampaikan, ada penurunan lalu lintas angkutan batubara yang cukup signifikan dalam sebulan terakhir. Penurunan itu terpantau di alur Sungai Barito di Kota Banjarmasin.
Bencana banjir itu tentu saja sangat berpengaruh terhadap kegiatan produksi batubara. Akibatnya, pasokan batubara untuk kebutuhan dalam negeri juga sedikit terganggu. (Muhammad Solikin)
Dalam kondisi normal, pergerakan kapal tunda (tugboat) penarik tongkang bermuatan batubara melalui Pelabuhan Trisakti Banjarmasin berkisar 25-30 kapal per hari. Namun, pada Januari 2021 akhir-akhir ini pergerakannya rata-rata hanya 10 kapal per hari.
”Sepemantauan kami, penurunan lalu lintas angkutan batubara dari biasanya itu lebih karena faktor cuaca ekstrem. Apakah ada pengaruh dari bencana banjir saat ini? Kami tidak melihat sampai ke sana,” kata Sudiyantoro.
Dalam prospek cuaca mingguan, 27 Januari-2 Februari 2021, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Stasiun Meteorologi Kelas II Syamsudin Noor, Banjarbaru, menyampaikan adanya potensi gelombang tinggi di perairan Kalsel. Kapal nelayan dan tongkang diminta waspada terhadap potensi gelombang tinggi berkisar 2,5 sampai 3 meter pada 28-30 Januari.
”Sampai saat ini, kegiatan bongkar muat di pelabuhan Banjarmasin pada umumnya masih terpantau berjalan lancar, tertib, dan aman,” ujar Sudiyantoro.
Berorientasi ekspor
Solikin juga tak menampik seretnya pasokan batubara dalam negeri saat ini tak hanya karena faktor cuaca dan bencana, tetapi juga karena tingginya harga batubara di pasar luar negeri. Kondisi pasar yang demikian mendorong pengusaha lebih berorientasi ekspor atau mengejar pemenuhan pasar luar negeri terlebih dahulu.
Berdasarkan harga batubara acuan (HBA) yang ditetapkan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral untuk Januari 2021 berada pada level 75,84 dollar AS. Dibandingkan HBA pada akhir tahun 2020 naik sebesar 16,9 dollar AS atau 27,64 persen.
”Peningkatan harga batubara untuk ekspor sangat signifikan, sedangkan harga batubara di dalam negeri dalam jangka pendek ini belum banyak berubah, yakni masih di kisaran Rp 700.000 per metrik ton,” ungkap Solikin.
Melihat perkembangan harga ekspor yang cendrung meningkat secara signifikan akhir-akhir ini, pengusaha atau pemasok batubara akhirnya berupaya menaikkan kapasitas penjualannya untuk ekspor. Mereka pun cenderung mengabaikan kontrak pembelian jangka pendek di dalam negeri.
”Pasokan batubara untuk kebutuhan dalam negeri, misalnya untuk Perusahaan Listrik Negara dengan kontrak jangka panjang umumnya masih tetap berjalan. Yang terpengaruh harga saat ini adalah kontrak-kontrak jangka pendek karena pengusaha lebih berorientasi ekspor,” katanya.