Nelayan Tradisional Kepulauan Riau Desak Pemerintah Tunda Izin Operasi Kapal Cantrang
Nelayan tradisional di Kepulauan Riau mendesak Kementerian Kelautan dan Perikanan menunda pemberian izin kepada kapal cantrang dari pantai utara Jawa yang akan beroperasi di Laut Natuna.
Oleh
PANDU WIYOGA
·3 menit baca
BATAM, KOMPAS — Nelayan tradisional di Kepulauan Riau mendesak Kementerian Kelautan dan Perikanan agar menunda pemberian izin kepada kapal cantrang dari pantai utara Jawa untuk beroperasi di Laut Natuna. Menanggapi hal itu, pemerintah berjanji mengakomodasi keinginan nelayan Kepri agar wilayah operasi cantrang dibatasi di perairan yang berjarak lebih dari 20 mil atau sekitar 30 kilometer.
Ketua Aliansi Nelayan Natuna Hendri, Jumat (22/1/2021), mengatakan, sejak dua hari lalu, perwakilan nelayan tradisional dari tujuh daerah di Kepri berkumpul di Tanjung Pinang. Mereka mendesak pemerintah provinsi ikut menolak pemberlakuan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 59 Tahun 2020 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Alat Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) RI dan Laut Lepas.
Sesuai kesepakatan, perwakilan nelayan tradisional Kepri akan bertolak ke Jakarta dengan didampingi pejabat daerah untuk menemui Menteri Kelautan dan Perikanan, Rabu (27/1/2021). ”Cantrang itu tidak ramah lingkungan dan akan menguras sumber daya perikanan. Maka, kami mendesak Kementerian Kelautan dan Perikanan menunda penerbitan surat izin usaha bagi kapal cantrang dari pantai utara Jawa yang akan beroperasi di perairan Kepri,” kata Hendri.
Permen KP No 59/2020 dibuat untuk merevisi Permen KP No 71/2016 yang melarang penggunaan alat tangkap aktif, seperti cantrang, dogol, dan pukat udang. Dalam Pasal 23 Ayat 4 Permen KP No 59/2020 disebutkan, kapal cantrang berukuran di atas 30 gros ton diizinkan beroperasi di Jalur Penangkapan Ikan III WPP 712 Laut Jawa dan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) di WPP 711, Laut Natuna Utara.
Menurut Hendri, Permen KP No 59/2020 tidak berpihak terhadap nelayan tradisional karena membatasi ruang gerak mereka di jalur penangkapan ikan I yang mencakup perairan 0-4 mil. Padahal, nelayan tradisional di Kepri yang kapalnya hanya berukuran 3-7 GT sudah terbiasa mencari ikan hingga perairan yang berjarak hingga lebih dari 30 mil.
Dihubungi secara terpisah, Deputi Pengelolaan Pengetahuan Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan Parid Ridwanuddin mengatakan, di zona 0-4 mil nelayan kecil akan kesulitan menangkap ikan karena harus bertarung dengan proyek reklamasi, tambang, dan pembuangan limbah. Oleh karena itu, pemerintah perlu mengkaji ulang kebijakan itu.
”Menempatkan nelayan kecil di zona 0-4 mil itu bukan melindungi nelayan tradisional, melainkan itu justru semakin membuat mereka rentan. Menurut saya, (kebijakan) itu adalah suatu kemunduran,” kata Parid dalam Seminar Daring Sosialisasi dan Diskusi Publik Permen KP No 59/2021 yang diselenggarakan Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap KKP.
Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan Abdul Halim menilai, KKP perlu menunda pemberian izin penggunaan cantrang di WPP 711 dan WPP 712. Hasil kajian dalam Keputusan Menteri KP No 50/2017 tentang Estimasi Potensi Jumlah Tangkapan Sumber Daya Ikan menunjukkan, kedua wilayah perairan itu mengalami penangkapan ikan yang berlebih.
”Apabila suatu WPP sudah tergolong dieksploitasi secara berlebihan, penggunaan alat tangkap aktif harus hati-hati. Alangkah baiknya pemerintah menunda dulu penerbitan kapal cantrang di WPP 711 dan terutama WPP 712 yang statusnya sudah merah dan kuning,” ujar Abdul.
Menempatkan nelayan kecil di zona 0-4 mil itu bukan melindungi nelayan tradisional, melainkan itu justru semakin membuat mereka rentan.
Menanggapi hal itu, Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP Muhammad Zaini mengatakan, pemerintah mengizinkan penggunaan sejumlah alat tangkap aktif secara selektif karena pengggunaannya sudah mendarah daging di beberapa daerah. Ia menegaskan, yang diizinkan beroperasi hanya kapal cantrang yang sudah terdaftar. Adapun terhadap kapal cantrang baru atau modifikasi tidak akan dikeluarkan izin.
Menurut dia, jumlah kapal cantrang yang terdata saat ini ada sebanyak 6.800 buah. Dari jumlah itu, sebanyak 860 kapal cantrang di antaranya berukuran di atas 30 GT. Kapal-kapal cantrang itu menjadi sumber penghidupan bagi lebih dari 115.000 rumah tangga.
”Kami masih akan mengizinkan kapal cantrang di atas 30 GT untuk beroperasi di atas 12 mil. Namun, kami juga akan berbicara dengan nelayan di Kepri untuk meminta pendapat sebenarnya mereka maunya melaut sampai berapa mil. Kami akan melindungi kalau mereka mau sampai 20 mil sekalipun,” kata Zaini.