Rencana Penyelundupan Benur Bernilai Rp 40 Miliar Digagalkan
Perairan Tanjung Jabung di Jambi masih kerap dimanfaatkan pelaku kejahatan sebagai pintu keluar penyelundupan benur sehingga tumbuh anggapan wilayah itu sebagai sarang penyelundupan.
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·3 menit baca
JAMBI, KOMPAS — Rencana penyelundupan 401.463 benih bening lobster atau benur bernilai Rp 400 miliar digagalkan masyarakat dan aparat Kepolisian Resor Tanjung Jabung Barat, Senin (19/1/2021) dini hari. Polisi masih menelusuri pemilik benur.
Kepala Polres Tanjung Jabung Barat Ajun Komisaris Besar Guntur Saputro mengatakan temuan itu sekitar Senin dini hari. Warga yang tengah berjaga di kampungnya menemukan sejumlah kendaraan menepi di salah satu jembatan di Desa Kuala Indah, Kecamatan Betara.
Tak lama tampak puluhan kotak styrofoam ditumpuk di tepi jembatan. Karena penasaran akan isi kotak, warga bermaksud mendekat. Kedatangan warga membuat para pemilik kendaraan lekas pergi. Melihat kondisi itu, warga yang mencurigai isi kotak langsung menghubungi kepolisian terdekat. Lalu, aparat bersama-sama mereka mengecek isi kotak. ”Di dalamnya ternyata berisi benur,” kata Guntur.
Polisi dan petugas Wilayah Kerja Karantina Ikan Kuala Tungkal Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) lalu mengecek seluruh isi kotak. Total 78 kotak berisi 401.463 benur. Rinciannya, 7.863 benur jenis mutiara dan 393.600 benur jenis pasir.
”Saat ini benur dibawa ke lokasi perairan konservasi di Sumatera Barat untuk dilepasliarkan” kata Paiman, Kepala Seksi Pengawasan, Pengendalian, dan Informasi BKIPM Jambi.
Guntur melanjutkan, temuan itu seiring dimulainya Gerakan Bersama Masyarakat Memberantas Penyelundupan Narkoba dan Benur (Gemmpur). Program yang diinisiasi Polres Tanjung Jabung Barat itu ingin merangkul masyarakat di wilayah pesisir timur Jambi itu untuk bersama-sama menjaga wilayah dari ancaman penyelundupan.
Setiap malam, warga di 10 desa bergantian menjaga wilayahnya. ”Ternyata upaya ini membuahkan hasil. Warga berhasil membantu aparat menghentikan upaya penyelundupan benur,” lanjutnya.
Lokasi Desa Kuala Indah, tambahnya, sangat dekat dengan laut lepas sehingga menjadi target para pelaku kejahatan untuk menjadikannya sebagai lalu lintas penyelundupan. Kapal cepat dari jalur itu dapat mencapai Singapura hanya dalam waktu dua hingga tiga jam.
Hingga kini, polisi masih menelusuri pemilik benur-benur itu. Pelakunya akan diganjar dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan sebagaimana telah diubah Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.
Setiap orang yang dengan sengaja di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia melakukan usaha perikanan di bidang penangkapan, pembudidayaan, pengangkutan, pengolahan, dan pemasaran ikan yang tidak memiliki SIUP atau melakukan usaha perikanan di bidang penangkapan, pembudidayaan, pengangkutan, pengolahan, dan pemasaran ikan di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia wajib memiliki SIUP tidak berlaku bagi nelayan kecil dan/atau pembudidayaan-ikan kecil atau barang siapa dengan sengaja membantu melakukan kejahatan itu terancam hukuman penjara maksimal 6 tahun dengan denda paling banyak Rp 1,5 miliar.
Pada 19 Desember digagalkan pula upaya penyelundupan 113.600 benur jenis pasir dan 5.700 benur jenis mutiara di Desa Kuala Indah. Seorang pelaku jadi tersangka dalam kasus ini.
Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Jambi, Sufrayogi Syaipul mengatakan, selama ini pesisir timur Jambi kerap dimanfaatkan pelaku kejahatan sebagai pintu keluar penyelundupan benur sehingga tumbuh anggapan wilayah itu merupakan sarang penyelundupan.
Ia mengimbau perlu ada pembenahan tata kelola hasil ikan dan kelautan sehingga wilayah itu dapat dikenal sebagai penghasil produk ikan dan kelautan tanpa menyandang nama sebagai jalur penyeludupan. Sejumlah komoditas potensial, seperti udang mantis, perlu dikembangkan potensinya dan dikelola secara berkelanjutan.
Ditambahkan Paiman, perdagangan udang mantis terbilang stabil. Selama pandemi Covid-19, hanya mengalami penurunan ekspor beberapa bulan, yakni selama Maret. Setelah itu, ekspor udang mantis beranjak naik. Perdagangan udang mantis pada Oktober lalu bahkan 484.518 ekor dengan nilai transaksi Rp 33,89 miliar.