Ekspor Benur Dihentikan, Momentum Benahi Tata Kelola
Kementerian Kelautan dan Perikanan menghentikan sementara ekspor benih bening lobster pascaoperasi tangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi. Evaluasi menyeluruh diperlukan guna memperbaiki tata kelola perikanan.
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Kelautan dan Perikanan menghentikan sementara ekspor benih bening lobster. Langkah ini diharapkan menjadi momentum untuk membenahi tata kelola benih bening lobster yang terindikasi memicu kasus suap.
Penutupan keran ekspor benih bening lobster tertuang dalam Surat Edaran Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap KKP Nomor B 22891/DJPT/IPI.130/XI/2020 tentang Penghentian Sementara Penerbitan Surat Penetapan Waktu Pengeluaran (SPWP). Surat itu ditandatangani oleh Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Muhammad Zaini pada 26 November 2020.
Dalam surat edaran itu disebutkan, penerbitan SPWP dihentikan hingga batas waktu yang tidak ditentukan. Penghentian ditempuh guna memperbaiki tata kelola pengelolaan benih bening lobster dan mempertimbangkan proses revisi Peraturan Pemerintah (PP) tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di lingkup Kemenerian Kelautan dan Perikanan.
SPWP merupakan salah satu syarat yang mesti dikantongi perusahaan eksportir benih. Namun, terkait penghentian itu, ekspotir yang telah memiliki benih bening lobster dan tersimpan di rumah pengemasan (packing house) diberikan waktu untuk ekspor paling lambat Jumat (27/11/2020).
Kasus suap perizinan usaha budidaya dan ekspor benih lobster telah menyeret, antara lain, Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Edhy sebagai tersangka penerima suap pada Kamis (26/11/2020). Dalam kasus ini, KPK menetapkan tujuh tersangka dalam kasus dugaan suap itu.
Baca juga: Edhy Prabowo Nyatakan Mundur, Siap Beberkan Semuanya
Berkaitan dengan pemeriksaan KPK dan pengunduran diri Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, Presiden menunjuk Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan ad interim.
Deputi Bidang Kordinasi Sumber Daya Maritim Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi Safri Burhanuddin mengemukakan, Luhut Binsar Pandjaitan dijadwalkan menggelar rapat tertutup dengan pejabat lingkup Kementerian Kelautan dan Perikanan pada Jumat (26/11/2020). ”Rapat akan dipimpin langsung oleh Pak Luhut. Tunggu saja hasil rapatnya. Saya tidak ingin mendahului,” katanya.
Ekspor benih lobster diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus spp), Kepiting (Scylla spp), dan Rajungan (Portunus spp), di Wilayah Negara Republik Indonesia yang ditetapkan pada 4 Mei 2020.
Mengacu pada peraturan itu, pengeluaran benih bening lobster (Puerulus) dari wilayah RI mensyaratkan, antara lain, penetapan kuota dan lokasi penangkapan benih bening lobster sesuai hasil kajian Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan (Komnas Kajiskan) setiap tahun.
Baca juga: Kontroversi Ekspor Benih Lobster sejak Awal
Syarat lain, eksportir benih telah melaksanakan kegiatan pembudidayaan lobster di dalam negeri dengan melibatkan masyarakat atau pembudidaya setempat berdasarkan rekomendasi pemerintah. Selain itu, benih diperoleh dari nelayan kecil yang terdaftar. Masa budidaya pembesaran lobster 9-12 bulan.
Meski demikian, sekitar sebulan sejak Permen KP Nomor 12 Tahun 2020, terbit, benih lobster mulai diekspor. Hingga awal Agustus 2020, sudah ada 42 perusahaan memperoleh rekomendasi ekspor benih bening lobster. Ekspor berlangsung ketika tarif PNBP untuk ekspor benih masih dibahas, yakni melalui revisi Peraturan Pemerintah (PP) 75 Tahun 2015 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Perlu evaluasi
Menurut Ketua Dewan Penasihat Perkumpulan Budidaya dan Nelayan Lobster Indonesia Kris Budiharjo, penetapan SPWP selama ini rawan memicu praktik permainan kargo ekspor benih lobster. Apalagi, perusahaan kargo juga cenderung dimonopoli oleh satu perusahaan yang ditunjuk, yakni PT ACK.
Di sisi lain, eksportir dipungut pembayaran bank garansi untuk PNBP Rp 1.000 per ekor meski PP terkait PNBP benih lobster belum ditetapkan oleh pemerintah. ”Penunjukan kargo benih lobster ke satu perusahaan dengan tarif tinggi memberatkan pelaku usaha,” katanya.
Berdasarkan data yang dihimpun Kompas, eksportir benih lobster dikenai tarif ekspor benih oleh perusahaan kargo yang ditunjuk sebesar Rp 1.800 per ekor. Tarif itu jauh melampaui tarif yang ditawarkan perusahaan kargo lain yang berkisar Rp 160-Rp 250 per ekor. Jumlah benih lobster yang sudah diekspor hingga kini sebanyak 37 juta ekor benih.
Baca juga: KPPU: Ada Dugaan Monopoli di Balik Ekspor Benih Lobster
Penelusuran yang dilakukan Ombudsman RI sejak Agustus 2020 menemukan, ada indikasi awal sejumlah persoalan terkait kebijakan ekspor benih lobster. Persoalan itu, mulai dari pemenuhan syarat ekspor hingga pengiriman benih lewat kargo, di antaranya dugaan monopoli kargo ekspor benih lobster oleh satu perusahaan, yaitu ACK.
Ombudsman kini sedang menelusuri izin kargo tersebut dan akan mengonfirmasi dengan pihak kementerian. ”Ada kendala di kargo. Tampaknya cenderung monopoli,” kata Komisioner Ombudsman Alamsyah Saragih.
Alamsyah menambahkan, dari hasil penelusuran sementara, ditemukan tiga kejanggalan terkait penunjukan perusahaan kargo pengiriman benih lobster. ACK bukan perusahaan yang terdaftar sebagai operator penerbangan kargo, tidak punya pesawat sendiri, dan bukan terdaftar sebagai anggota Asosiasi Perusahaan Penerbangan Nasional Indonesia.
Koordinator Tim Penasihat Menteri Kelautan dan Perikanan Rokhmin Dahuri menilai, kebijakan ekspor benih lobster yang tertuang dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12/2020 sudah tepat. Sebab, saat kebijakan ekspor benih dilarang pada periode 2015-2019, justru muncul penyelundupan dan menguntungkan oknum tertentu. Akibatnya, negara tidak memperoleh pendapatan apa pun.
Akan tetapi, apabila dalam implementasinya menyimpang, ekspor benih sebaiknya dihentikan sementara untuk dievaluasi. Ia menilai, ada tiga distorsi dalam pelaksanaannya. Pertama, terkait masalah kargo. Penetapan tarif kargo ekspor hingga Rp 1.800 per ekor memberatkan. Sementara banyak perusahaan kargo lain dengan tarif jauh lebih rendah hingga Rp 200 per ekor.
Baca juga: PNBP Ekspor Benih Lobster Masih Mengacu PP No 75/2015 dengan Nilai ”Mungil”
Kedua, pembelian benih menjadi brutal karena tidak ada instrumen harga dasar benih lobster. Harga benih lobster pasir Rp 11.000 per ekor, yang lebih diuntungkan adalah oknum dan pengepul. Ketiga, berlangsung permainan pasar oleh Vietnam yang menekan harga jual benih lobster. Hal itu membebani pengusaha.
”Ekspor benih sebaiknya ditahan dulu dan dievaluasi. Kita kontemplasi, konsep awalnya bagus, tetapi ada distorsi dalam pelaksanaannya,” katanya.
Ketua Umum Himpunan Pembudidaya Ikan Laut Indonesia Effendy Wong berpendapat, implementasi Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12 Tahun 2020 menuai banyak masalah, mulai dari pemenuhan persyaratan izin ekspor sampai pengiriman benih lewat kargo.
Kebijakan tersebut seharusnya menitikberatkan pada pengembangan budidaya pembesaran lobster di Tanah Air. Namun, yang terjadi justru ekspor benih lobster besar-besaran dan hanya menguntungkan negara kompetitor. Pembenahan regulasi diharapkan mampu memastikan seluruh persyaratan dan prosedur ekspor terlaksana sesuai aturan.
Maraknya ekspor benih lobster membuat pembudidaya di dalam negeri kesulitan memperoleh benih lobster dengan harga terjangkau.
Maraknya ekspor benih lobster telah memukul pembudidaya di dalam negeri. Mereka kesulitan memperoleh benih lobster dengan harga terjangkau. Sejumlah perusahaan eksportir juga ditengarai memanfaatkan kemitraan dengan pembudidaya hanya untuk memenuhi persyaratan izin ekspor benih. ”Kalau perusahaan eksportir benih belum berhasil mengembangkan budidaya lobster sesuai persyaratan ekspor, jangan dikasih izin ekspor,” katanya.