Misi Mulia si Kecil Mencari yang Besar di Kepulauan Seribu
Dari Cirebon, kapal riset ARA berlayar menuju kawasan sekitar Kepulauan Seribu. Meski berukuran kecil, perannya bisa jadi besar, mengejar jejak pesawat Sriwijaya Air yang diperkirakan jatuh di sana.
Oleh
Abdullah Fikri Ashri
·4 menit baca
Langit masih gelap ketika Dendi Malfian (43) memanaskan mesin kapal ARA di Pelabuhan Cirebon, Jawa Barat, Senin (11/1/2021). Kapten kapal itu bersiap bertolak ke Kepulauan Seribu, Jakarta, untuk membantu pencarian bagian pesawat Sriwijaya Air SJ-182.
Bersama dua awak kapal, Dendi meninggalkan Pelabuhan Cirebon yang didominasi kapal pengangkut batubara sekitar pukul 05.00. Dengan laju hingga 30 knot, kapal cepat bermesin 250 PK ini, menurut rencana, tiba di Muara Baru enam jam kemudian.
”Mohon izin, kapal ARA siap berangkat,” ucapnya kepada petugas kesyahbandaran pelabuhan via radio. Setelah sempat hening beberapa detik, petugas pun mempersilakannya berlayar. Di Cirebon, katanya, hilir mudik kapal tidak seramai di Tanjung Priok.
Sepintas, kapal ARA sepanjang 12 meter dan lebar 2,5 meter itu serupa dengan kapal cepat yang membawa wisatawan ke Kepulauan Seribu. Di dalamnya ada satu toilet, penyejuk ruangan, tiga tempat duduk empuk, dan juru kemudi. Tadi malam, Dendi dan dua awak lainnya tidur di sana.
Akan tetapi, ada yang berbeda di kapal itu. Sebuah tabung sepanjang lebih dari 1 meter tampak di bagian belakang. Alat itu merupakan penyangga untuk menurunkan multi beam echo sounder (MBES/alat pemancar sonar) ke dalam laut. Alat lain, seperti global positioning system (GPS), dua channel single beam echosounder, dan sensor pengukur PH, juga ada di kapal.
Berbagai peralatan itu dapat mendeteksi kondisi bawah laut hingga kedalaman 100 meter. Dibuat pada 2019 atas kerja sama Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi serta Korea Marine Technology Cooperation Research Center (MTCRC), ARA memang menjadi kapal riset. Kapal ini turut berkolaborasi dengan sejumlah universitas, seperti Institut Teknologi Bandung, untuk memetakan kontur dasar laut hingga biota laut.
Cara kerjanya, MBES memancarkan multigelombang suara ke bawah laut. Pantulan gelombang suara dari benda, termasuk material logam, akan terekam dalam perangkat lunak sebelum diterjemahkan dengan aplikasi khusus. Itu sebabnya, kapal yang dibuat di galangan dalam negeri ini diharapkan bisa membantu pencarian pesawat Sriwijaya Air SJ-182.
Pantulan gelombang suara dari benda, termasuk material logam, akan terekam dalam perangkat lunak sebelum diterjemahkan dengan aplikasi khusus.
Pesawat Sriwijaya Air SJ-182 PK-CLC terbang dengan tujuan Bandara Supadio, Kalimantan Barat. Pesawat tersebut hilang dari radar pada Sabtu pukul 14.40 setelah empat menit lepas landas dari Bandara Soekarno-Hatta. Keberadaan 62 orang dalam pesawat belum diketahui hingga kini.
Bagi Dendi, misi pencarian ini menjadi pengalaman perdananya. Selama ini, bapak tiga anak dan dua cucu ini lebih banyak berdiam di Pantai Mutiara, Jakarta, untuk mengantar wisatawan. Namun, pandemi Covid-19 membuyarkan semuanya. Pengunjung tak lagi datang.
”Padahal, sebelum pandemi, saya bisa mengantar pengunjung dua kali sepekan ke Kepulauan Seribu,” ucapnya. Ketika dipanggil untuk membawa kapal ARA, ia pun antusias. Dari Jakarta, ia langsung naik bus ke Cirebon, tempat ARA bersandar, Minggu sore.
Sebelumnya, Dendi sempat menakhodai kapal ARA, bulan lalu, ke Nusa Dua, Bali, untuk sebuah penelitian. ”Saya bukan kapten tetap di kapal ini. Tapi, keluarga mendukung. Apalagi, bisa ikut dalam pencarian (pesawat),” kata Dendi yang siap membantu upaya pencarian sampai kapan pun.
Asisten Deputi Hilirisasi Sumber Daya Maritim Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Amalyos mengatakan, kapal dengan peralatan serupa juga dimiliki instansi lain, seperti TNI AL, Basarnas, LIPI, serta Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Kapal ARA turut melengkapi kapal lainnya dalam proses pencarian.
”Meskipun kecil, kapal ini bisa lebih gesit bergerak untuk mendeteksi 100 meter di bawah laut. Kami akan fokus ke daerah dangkal,” katanya. Pihaknya menyiapkan empat sampai lima orang untuk melakukan pencarian.
Apalagi, hari ini, area pencarian diperluas hingga ke pesisir. Kepala Basarnas Marsekal Madya Bagus Puruhito menyatakan, penambahan lokasi pencarian di daerah pesisir karena arus dari laut menuju ke arah pesisir (Kompas, 11/1/2021).
Meskipun kecil, kapal ini bisa lebih gesit bergerak untuk mendeteksi 100 meter di bawah laut. Kami akan fokus ke daerah dangkal.
Hingga kemarin malam, tim gabungan menemukan 10 kantong berisi serpihan atau potongan badan pesawat dan 16 bagian potongan besar dari pesawat. Tim juga mendapatkan 10 kantong jenazah berisi bagian tubuh manusia.
Kehadiran kapal ARA diharapkan bisa mempercepat penemuan bagian pesawat dan mengevakuasi korban. Perlahan, Dendi dan kedua awak kapal membelah lautan saat fajar menyingsing yang mengantar terang. Ada tugas mulia yang hendak mereka tunaikan atas nama kemanusiaan.