Calon penumpang pesawat Sriwijaya Air SJ-182 sempat kecewa karena tidak bisa berangkat terbang ke tujuan, tetapi ternyata mereka mensyukurinya karena lolos dari kecelakaan naas di perairan Kepulauan Seribu.
Oleh
FAJAR RAMADHAN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Asrizal Nur langsung berpelukan dengan istri dan kedua anaknya begitu mendengar kabar pesawat Sriwijaya Air SJ 182 PK-CLC tujuan Jakarta-Pontianak jatuh pada Sabtu (9/1/2021) sore. Penyair asal Depok, Jawa Barat, ini tak henti-hentinya bersyukur karena lolos dari peristiwa naas tersebut.
Asrizal sempat kecewa lantaran gagal berangkat ke Pontianak, Kalimantan Barat, akhir pekan ini. Kedatangan Asrizal ke Pontianak awalnya adalah untuk mengisi materi seminar kepada guru-buru bahasa Indonesia se-Pontianak pada Jumat (8/1/2021). Sekaligus dia ingin menengok putra sulungnya yang berkuliah di IAIN Pontianak. Itulah alasannya mengajak serta istri dan dua anaknya.
Keberangkatan mereka ke Pontianak sudah direncanakan dengan sangat matang. Selain tiket pulang-pergi, Asrizal juga sudah memesan hotel di Pontianak untuk tiga hari dua malam. Oleh-oleh untuk sang putra pun tidak luput disiapkan.
Asrizal seharusnya terbang ke Pontianak menggunakan pesawat Lion Air pada Kamis (10/1/2021) pukul 14.00 atau dua hari sebelum jatuhnya pesawat Sriwijaya Air di perairan Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Dua jam sebelum keberangkatan, keempatnya sudah tiba di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten.
Setibanya di sana, petugas bandara melarang mereka masuk. Mereka diminta melengkapi diri dengan surat keterangan hasil tes swab yang menyatakan negatif Covid-19. Padahal, saat itu mereka sudah mengantongi surat keterangan negatif Covid-19 dengan tes antigen dari sebuah klinik.
”Saya kaget. Soalnya kemarin bisa pakai tes antigen. Sekarang diminta tes swab. Saya sempat berdebat di sana. Maskapai juga tidak bisa membantu,” kata Asrizal saat dihubungi dari Jakarta, Minggu (10/1/2021).
Dengan penuh rasa kesal, Asrizal harus merelakan tiketnya hangus siang itu. Dia kemudian mencari lokasi tes swab di sekitar Bandara Soekarno-Hatta. Rupanya, hasil tes swab tidak bisa keluar dalam hitungan jam, melainkan 2 × 24 jam. Jika sesuai dengan perkiraan, hasil tes swab akan keluar pada Minggu (9/1/2021) sekitar pukul 11.00 hingga 12.00.
Sebelum memutuskan melakukan tes swab, Asrizal coba mencari tahu jadwal penerbangan untuk tanggal 9 Januari 2021. Anak Asrizal, Putri Thania, yang bertugas mencari tiket menemukan jadwal penerbangan Sriwijaya Air SJ-182 pada pukul 13.00. Jadwal tersebut dianggap pas dengan keluarnya hasil tes swab yang akan mereka jalani.
Namun, beberapa saat sebelum membayar tiket tersebut, Asrizal mendadak berubah pikiran. Dia khawatir kalau tes swab tersebut hasilnya positif. Jika itu yang terjadi, dia harus merelakan kembali empat tiket yang sudah dibeli. Dengan pertimbangan tersebut akhirnya Asrizal memutuskan membatalkan penerbangan ke Pontianak.
”Saat mau transfer, saya bilang tunggu dulu. Bagaimana kalau hasilnya positif. Kita akan batal berangkat lagi. Padahal, buat tes swab saja sudah keluar uang Rp 800.000 per orang atau Rp 2,4 juta,” ujarnya.
Putra sulung Asrizal sempat kecewa dengan keputusan yang diambil sang ayah. Selain batal bertemu dengan keluarga, banyak uang yang harus terbuang karena hangusnya tiket pesawat dan hotel.
Namun, keputusan Asrizal yang sebelumnya mengecewakan keluarganya ternyata berujung dengan ungkapan syukur. Minggu sore, dia mendapatkan kabar pesawat Sriwijaya Air yang hendak dia naiki bersama keluarga hilang kontak sebelum dinyatakan jatuh. Sontak, dia langsung mengumpulkan istri dan anak-anaknya. Mereka berpelukan sambil mengucap syukur. ”Itulah, ada hikmahnya di balik segala kesusahan yang dihadapi. Coba saja kemarin dipaksakan. Ini jadi pembelajaran berharga buat kami,” ungkapnya.
Sang putra sulung yang sebelumnya sangat kecewa juga langsung menghubungi Asrizal. Dari balik telepon, dia meminta maaf karena lebih memikirkan materi ketimbang mengambil berkah dari kesulitan yang terjadi. Rasa syukur ini patut diungkapkan mengingat jatuhnya pesawat Sriwijaya Air ini telah menimbulkan duka mendalam bagi sebagian kalangan.
Seperti yang dirasakan oleh Mantan Ketua Umum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) periode 2013-2015 Arief Rosyid Hasan. Duka sangat mendalam harus dia rasakan setelah mendengar kabar bahwa Mantan Ketua Umum PB HMI periode 2016-2018, Mulyadi masuk dalam data manifest penumpang Sriwijaya Air SJ 182.
Hingga Minggu siang, dia terus memantau perkembangan mantan Sekretaris Jenderal PB HMI ketika dia menjabat tersebut. Saat itu dia terlihat memantau perkembangan teranyar di Posko Basarnas yang berada di Jakarta International Container Terminal (JICT).
Arief mengingat Mulyadi sebagai sosok yang perhatian dengan yunior-yuniornya di organisasi. Sikap suka menolongnya sangat tidak diragukan lagi. ”Mas Mulyadi sangat suka menolong orang. Sangat perhatian dengan adik-adiknya,” ungkapnya saat ditemui.
Duka mendalam dirasakan juga oleh Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia atas peristiwa yang dialami Mulyadi. Sebagai mantan Bendaraha Umum PB HMI, Bahlil mengaku cukup dekat dengan sosok Mulyadi.
Dia masih mengingat betul momen tiga bulan yang lalu ketika Mulyadi bertandang ke rumahnya. Bersama yunior-yuniornya yang lain di PB HMI, Mulyadi adalah teman yang baik untuk berdiskusi.
”Dia tokoh muda intelektual, Muslim tengah yang punya visi besar. Salah satu anak perjuangan karena datang dari kampung dan berkompetisi dengan orang-orang hebat di Jakarta,” kenangnya.