Lion Air membuka penerbangan langsung dari Manado, Sulawesi Utara, menuju Timika, Kabupaten Mimika, Papua, setiap hari. Rute ini dapat memulihkan sektor penerbangan di Sulut karena potensi pasar yang besar.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·3 menit baca
MANADO, KOMPAS — Lion Air membuka penerbangan langsung dari Manado, Sulawesi Utara, menuju Timika, Kabupaten Mimika, Papua, setiap hari sejak Senin (11/1/2021). Pengelola Bandara Sam Ratulangi Manado memperkirakan rute ini dapat memulihkan sektor penerbangan di Sulut karena potensi pasar yang besar.
Pesawat pertama dalam rute tersebut lepas landas untuk pertama kali dari Manado dengan nomor penerbangan JT-700 pukul 09.00 Wita dan tiba di Bandara Mozes Kilangin, Timika, pukul 12.35 WIT. Penerbangan itu dilayani oleh Boeing 737-9GP(ER) yang berkapasitas 215 tempat duduk.
Di Timika, penumpang disambut secara seremonial dengan tari Seka khas wilayah selatan Papua. Kemudian, pesawat kembali lagi ke Manado dengan nomor penerbangan JT-701 pukul 13.20 WIT dan mendarat pukul 15.45 Wita. Penerbangan Manado-Timika ditempuh selama lebih kurang 3 jam.
Corporate Communications Strategic of Lion Air Danang Mandala Prihantoro mengatakan, Lion Air akan menerbangi rute tersebut sekali setiap hari. Harga tiket penerbangan Manado-Timika paling rendah Rp 593.000, sedangkan Timika-Manado paling rendah Rp 558.000. ”Jadwal ini untuk tahap awal,” katanya.
Selama ini, rute Manado-Timika dilayani Garuda Indonesia dengan harga tiket di atas Rp 4 juta. Pesawat juga harus transit ke Bandara Soekarno-Hatta Cengkareng, Tangerang, selama sekitar 6 jam sebelum berangkat ke Timika. Perjalanan ditempuh selama belasan jam.
Menurut Danang, rute ini adalah upaya Lion Air membangun konektivitas di Indonesia bagian utara dengan timur. Harapannya, pasar penerbangan di Indonesia semakin hidup. ”Kami ingin memberikan alternatif baru layanan perjalanan yang lebih terjangkau, mudah, dan efektif bagi pelaku perjalanan,” ujarnya.
Penerbangan langsung Manado-Timika, kata Danang, diharapkan dapat melengkapi pilihan jadwal penerbangan yang sudah ada antara Manado dan Makassar. Bedanya, penerbangan lainnya harus singgah di beberapa kota, seperti Makassar, Jakarta, dan Jayapura. ”Penerbangan ini tentunya membuat konektivitas Manado-Timika jadi lebih singkat,” ucapnya.
Danang juga berharap rute ini nantinya dapat menggeliatkan ekonomi pariwisata yang untuk sementara lesu karena pandemi Covid-19. Ia juga berharap Manado dan Timika bisa menjadi pusat baru pertumbuhan ekonomi di Indonesia bagian timur.
Sementara itu, General Manager Bandara Sam Ratulangi Manado Minggus Gandeguai mengatakan, rute ini telah diminati sejak lama. Menurut dia, pasar rute ini adalah warga Sulut yang bekerja di tambang PT Freeport Indonesia, Mimika. Di samping itu, juga banyak warga Papua yang memiliki keluarga di Sulut.
”Contohnya, banyak anak-anak yang mendapat beasiswa PT Freeport Indonesia untuk bersekolah di Tomohon atau kuliah di Manado. Jelang Natal dan Tahun Baru, rute ini pasti terisi oleh mereka yang ingin berkumpul dengan keluarga. Survei kami, setidaknya ada 9.000 pria Papua yang memiliki keluarga di Sulut,” kata Minggus.
Rata-rata dalam sehari hanya 47 penerbangan dari dan ke Manado.
Ia menyambut baik pembukaan rute tersebut dan berharap sektor penerbangan di Sulut akan kembali hidup. Itu karena selama masa libur Natal 2020 dan Tahun Baru 2021 (18 Desember 2020-4 Januari 2021) terjadi penurunan pergerakan penumpang sebanyak lebih dari 50 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, yaitu 62.929 orang dari 126.888.
Pergerakan pesawat juga menurun sebanyak sekitar 27 persen dari 1.169 menjadi 856 penerbangan saja. ”Masih terlihat penurunan jumlah pergerakan pesawat dan penumpang selama masa libur ini. Rata-rata dalam sehari hanya 47 penerbangan dari dan ke Manado,” ujar Minggus.
Adapun pergerakan kargo justru tumbuh 17 persen menjadi 905 ton dibandingkan dengan 772 ton pada periode tahun sebelumnya. Menurut Minggus, masyarakat yang tidak dapat menuju Manado lebih memilih mengirimkan kargo. Ini terlihat dari aliran masuk kargo yang mencapai 677 ton.
Hingga kini, Pemprov Sulut belum menetapkan pembatasan perjalanan udara untuk mencegah pandemi Covid-19. Gubernur Olly Dondokambey sebelumnya menyatakan, pelaku perjalanan ke Sulut dapat menggunakan hasil nonreaktif tes cepat antibodi ataupun negatif tes cepat antigen dan tes reaksi rantai polimerase selama 14 hari.