Sebanyak 546 desa di Kepulauan Maluku masih ”gelap”. Desa-desa itu belum dialiri listrik. Kondisi geografis menjadi tantangan terberat bagi PLN dalam membangun kelistrikan di daerah tersebut.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
AMBON, KOMPAS — Hingga akhir 2020, rasio elektrifikasi di Kepulauan Maluku yang terdiri atas Provinsi Maluku dan Maluku Utara mencapai 89,45 persen. Sebanyak 546 desa di dua daerah itu masih ”gelap”. Sesuai target, rasio elektrifikasi baru akan mencapai 100 persen pada 2023. Kondisi kepulauan yang minim infrastruktur menjadi alasan lambatnya pembangunan kelistrikan.
Menurut data yang dihimpun dari PT Perusahaan Listrik Negara Persero Unit Induk Wilayah Maluku dan Maluku Utara hingga Senin (11/1/2021), rasio elektrifikasi di Provinsi Maluku mencapai 91 persen, sedangkan Provinsi Maluku Utara mencapai 87,4 persen. Rata-rata secara nasional, rasio elektrifikasi telah melampaui 95 persen.
Ramli Malawat, Manajer Komunikasi PT Perusahaan Listrik Negara Persero Unit Induk Wilayah Maluku dan Maluku Utara menuturkan, dari 2.441 desa di Maluku dan Maluku Utara, baru 1.895 yang sudah menikmati listrik. Artinya, 546 desa lainnya masih ”gelap”. Jumlah keseluruhan desa yang dialiri listrik itu terdiri atas Maluku 900 dan Maluku Utara 995.
Menurut dia, di desa-desa lain yang belum menikmati listrik dari PLN itu sudah terpasang jaringan listrik. ”Saat ini masih menunggu proses pengadaan mesin pembangkit yang ditangani di tingkat pusat. Mesin datang tinggal pasang sehingga kemudian bisa mulai beroperasi. Namun, sampai saat ini belum ada kepastian kapan mesin akan tiba,” ujarnya.
Menurut dia, setelah pengadaan selesai, mesin akan dibawa menggunakan kapal ke pusat pembangkit di pulau-pulau terpencil dan wilayah pedalaman yang masih ”gelap” itu. Sejumlah kendala bakal dihadapi, seperti gelombang laut dan tidak adanya pelabuhan pendaratan. ”Akan diusahakan dengan berbagai cara. Yang pasti, 2023 nanti semua sudah terpasang,” ujarnya.
Ia menuturkan, pembangunan kelistrikan di daerah kepulauan menghadapi banyak tantangan, di antaranya tidak adanya pelabuhan laut untuk menurunkan material, tidak ada akses jalan untuk membangun jaringan, dan pembebasan tanaman di sepanjang jalur jaringan. Hal tersebut memerlukan energi ekstra.
”Membangun kelistrikan ini tidak hanya menjadi tanggung jawab PLN, tetapi semua elemen terkait. Di samping banyak kendala di banyak lokasi, ada beberapa tempat yang masyarakatnya sangat mendukung kerja PLN. Mereka dengan senang hati membantu karena mereka sudah lama merindukan PLN,” ujarnya.
Bayar Rp 200.000
Stenly Ruf (38), warga Pulau Lirang, Kabupaten Maluku Barat Daya, Maluku, lewat sambungan telepon mengatakan, di pulau itu warga sudah menikmati listrik. Setiap hari, pelayanan listrik selama 12 jam, terhitung dari pukul 18.00 WIT. Pulau Lirang merupakan wilayah terluar yang berhadapan dengan Timor Leste.
”Biar listrik menyala hanya 12 jam juga kami merasa sudah sangat senang. Malam-malam kami bisa menonton TV, anak-anak kami bisa belajar dengan baik. Kami juga bisa pakai listrik untuk usaha rumah tangga. Jadi, ini sudah cukup bagi kami,” katanya. Pelayanan listrik di daerah tersebut dimulai pada 2017.
Sementara itu, Ama Kelen, guru di Desa Wayaloar, Pulau Obi, Maluku Utara, yang dihubungi secara terpisah, mengatakan, jaringan listrik di kampung berpenduduk sekitar 4.000 jiwa itu sudah selesai dibangun pada 2019. Saat ini warga menunggu pembangunan jaringan ke rumah-rumah. Mesin pembangkit juga belum tiba di desa tersebut.
Menurut dia, selama ini mereka menggunakan listrik yang dijual warga setempat yang memiliki pembangkit sendiri. Setiap rumah yang menjadi pelanggan dikenai tarif Rp 200.000 per bulan. Jika pelanggan menggunakan televisi akan ditambah biaya Rp 50.000 per bulan. Setiap hari mereka dilayani selama 12 jam terhitung sejak pukul 18.00 WIT.
Ia mengatakan, meski merasa biaya Rp 200.000 terlalu mahal, warga tak punya pilihan lain. Ini sudah berlangsung bertahun-tahun. Dengan adanya layanan PLN nanti, beban warga untuk listrik akan berkurang. Warga juga akan memanfaatkan listrik untuk kebutuhan usaha mereka, seperti mebel dan usaha rumah tangga lainnya.