Tahun 2020, Bencana Alam di Aceh Sebabkan Kerugian Rp 291 Miliar
Pemerintah tidak memiliki strategi jangka panjang dalam mitigasi bencana banjir dan hanya terlihat serius saat penanganan pasca, tetapi pencegahan sangat minim.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Sepanjang 2020, bencana alam yang melanda Provinsi Aceh terjadi sebanyak 289 kali. Bencana menyebabkan kerugian sebesar Rp 291 miliar. Bencana juga menelan korban jiwa sebanyak 18 orang.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA) Sunawardi, Selasa (5/1/2020), menuturkan, nilai kerugian timbul dari kerusakan infrastruktur publik, lahan pertanian, dan harta benda warga. Nilai kerugian pada 2020 jauh lebih rendah dibandingkan pada 2019, yakni Rp 168 miliar, dan 2018 sebesar Rp 848 miliar.
Jenis bencana yang dicatat oleh BPBA adalah kebakaran pemukiman, banjir, longsor, kebakaran lahan, puting beliung, dan gempa bumi. Namun, setiap tahun, nilai kerugian paling besar datang dari bencana hidrometeorologi seperti banjir, longsor, dan bandang.
Pada 2020, sebanyak 140.953 Jiwa menjadi korban dampak bencana dan 51.958 jiwa terpaksa mengungsi serta 18 orang meninggal.
Pada 2020, dari nilai kerugian Rp 291 miliar, sebesar Rp 210 miliar disebabkan banjir. Pada Desember 2020, banjir melanda Kabupaten Aceh Utara dan Aceh Timur selama sepekan. Aceh Utara menjadi daerah dengan nilai kerugian paling besar, yakni Rp 113 miliar. Disusul Aceh Selatan Rp 23 miliar dan Aceh Timur Rp 17 miliar. Namun, bencana terjadi merata di 23 kabupaten/kota di Aceh.
”Pada 2020, sebanyak 140.953 Jiwa menjadi korban dampak bencana, 51.958 jiwa terpaksa mengungsi, dan 18 orang meninggal,” ujar Sunawardi.
Sunawardi menambahkan, pada 2020 bencana banjir paling berdampak terhadap kerugian warga. Pada pertengahan tahun, banjir melanda Aceh Besar dan Banda Aceh lebih dari sepekan. Kemudian, pada akhir tahun banjir menggenangi nyaris semua wilayah Aceh Timur dan Aceh Utara.
”Banjir bandang menimbulkan paling banyak kerugian,” kata Sunawardi.
Tidak mudah
Sunawardi mengatakan penanganan banjir tidak mudah. Mitigasi harus dilakukan secara menyeluruh dari hilir, memperbaiki kualitas lingkungan, hingga ke hulu, yakni pembangunan infrastruktur yang layak.
Sunawardi menuturkan, sebagian besar sungai berada di bawah kewenangan pemerintah pusat sehingga Pemprov Aceh tidak memiliki kewenangan penuh untuk mengelola.
”Diperparah tata kelola lingkungan yang buruk, pembalakan liar, dan pembakaran hutan,” ujar Sunawardi.
Untuk mengurangi dampak kerugian disebabkan banjir, BPBA akan membangun desa-desa siaga bencana. Dana desa akan didorong untuk membangun mitigasi bencana di tingkat tapak.
Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh Muhammad Nur mengatakan, bencana alam semakin sering terjadi karena kerusakan lingkungan semakin masif. Misalnya, Aceh Utara, pada 2018 dan 2019, kehilangan tutupan hutan seluas 3.666 hektar. Sementara Aceh Timur pada 2018 dan 2019 dengan kerusakan hutan mencapai 2.619 hektar.
Kawasan hutan dikonversi jadi sawit, pohon ditebang, dan tambang ilegal di hulu sungai mempercepat terjadinya bencana alam.
Nur menilai pemerintah tidak punya strategi jangka panjang dalam mitigasi bencana banjir. Pemerintah hanya terlihat serius pada saat penanganan pasca, tetapi pencegahan minim. Ketika intensitas hujan tinggi dan hutan sebagai penyimpan air telah rusak, banjir tidak dapat ditolak.
”Kawasan hutan dikonversi jadi sawit, pohon ditebang, dan tambang ilegal di hulu sungai mempercepat terjadinya bencana alam,” ujar Nur.
Dosen Geografi Universitas Samudera Langsa, Ramdan Afrian, melakukan penelitian terhadap pemicu banjir di Kota Langsa pada Juni 2020. Menurut Ramdan, penyebab banjir di Langsa karena sungai mengalami pendangkalan, drainase di perkotaan tidak memadai, tata ruang buruk, dan kesadaran warga menjaga lingkungan rendah.
”Bantaran sungai dijadikan lokasi permukiman, seharusnya dijadikan ruang terbuka hijau sebagai daerah resapan,” ujar Ramdan.
Ramdan menuturkan, mitigasi bencana banjir harus dilakukan menyeluruh agar bencana bisa dikendalikan. Jika tidak dibenahi dari hulu hingga hilir, banjir akan tetap menjadi bencana tahunan.