ABK Indonesia di Kapal China, Kabar Duka yang Tak Kunjung Putus
Sebuah peti mati datang dari laut. Tak ada keluarga yang menyambut. Di darat, beberapa petugas hanya bisa termangu menatap setitik siluet yang mencabik langit maghrib di laut Pulau Galang.

Petugas kesehatan menggotong sebuah peti mati berisi jenazah seorang anak buah kapal, warga negara Indonesia, yang baru dipulangkan melalui Pelabuhan PT Bias Delta Pratama Layup Anchorage, Pulau Galang, Batam, Kepulauan Riau, Rabu (30/12/2020).
Sebuah peti mati datang dari laut. Tak ada keluarga yang menyambut. Di darat, beberapa petugas hanya bisa termangu menatap setitik siluet yang mencabik langit maghrib di laut Pulau Galang. Bayangan hitam itu Hai Ji Li, si pengirim kabar duka di pengujung 2020.
Jasad di dalam peti kayu berwarna coklat muda itu Wendi Setia Pratama (25). Satu tahun yang lalu, pemuda asal Kendal, Jawa Tengah, itu mendaftar untuk bekerja di kapal perikanan berbendera China, Han Rong 365. Wendi dikabarkan meninggal pada 14 November 2020 saat Han Rong 365 tengah beroperasi di perairan Oman, Timur Tengah.
Pemulangan jenazah Wendi dilakukan secara bersamaan dengan repatriasi lima warga negara Indonesia (WNI) lain yang juga pekerja perikanan di kapal berbendera China, Han Rong 361 dan Han Rong 369. Biaya kepulangan enam orang itu ditanggung agen di Pemalang, Jateng, yang dulu menyalurkan mereka, yakni PT Puncak Jaya Samudera.
Sebelum dipulangkan ke Tanah Air, para WNI yang berada di tiga kapal berbeda itu disatukan dulu ke kapal Hai Ji Li. Kapal itulah yang akhirnya membawa mereka sampai ke lokasi labuh jangkar di perairan Pulau Galang, Batam, Kepulauan Riau. Selanjutnya, petugas gabungan yang dikoordinasi Kementerian Luar Negeri RI menjemput mereka untuk dibawa ke Pelabuhan PT Bias Delta Pratama Layup Anchorage, Rabu (30/12/2020).

Petugas gabungan bersiap menjemput enam anak buah kapal, warga negara Indonesia, dari kapal ikan berbendera China di Pelabuhan PT Bias Delta Pratama Layup Anchorage, Pulau Galang, Batam, Kepulauan Riau, Rabu (30/12/2020).
”Belum ada keterangan medis yang resmi sehingga kami belum bisa memastikan penyebab kematian almarhum. Yang pasti, setelah ini, jenazah akan segera diotopsi di RS Bhayangkara Batam sebelum diterbangkan ke kampung halamannya,” kata Direktur PT Puncak Jaya Samudera Herman Suprayogi saat menghadiri proses pemulangan enam WNI tersebut.
Baca juga: Diculik Lu Qing Yuan Yu, Diselamatkan Tengku Melayu
Menurut dia, tidak lama setelah Wendi meninggal, kapten kapal Han Rong 365 sempat meminta izin untuk menurunkan jenazah di Oman agar selanjutnya dipulangkan ke Indonesia lewat Pakistan. Namun, otoritas pelabuhan di Oman tidak mengizinkan Han Rong 365 merapat. Pemerintah Oman tidak menerima jenazah orang asing saat pandemi Covid-19.
”Kami bersikap transparan kepada keluarga ABK yang meninggal karena ia diberangkatkan secara legal dan sesuai prosedur. Keluarga almarhum juga sudah memberikan kuasa kepada perusahaan untuk mengurus jenazah, termasuk surat persetujuan otopsi,” ujar Herman.
Adapun lima WNI lain, yang kembali dalam kondisi hidup, akan segera dipulangkan ke daerah asal setelah hasil tes usap PCR mereka keluar. Semua WNI yang dipulangkan itu merupakan pekerja yang kontraknya sudah habis. Herman menyatakan, upah mereka sebagai pekerja perikanan sudah diberikan secara penuh kepada keluarga masing-masing secara rutin setiap tiga bulan sekali sejak awal mereka bekerja di kapal China.

Petugas kepolisian mengevakuasi jenazah warga Indonesia di Lu Huang Yuan Yu 118 setelah kapal itu sandar di Pangkalan TNI AL Batam, Kepulauan Riau, Rabu (8/7/2020).
Nasib ABK Indonesia di kapal ikan berbendera China menjadi perhatian publik setelah beredar sebuah video yang memperlihatkan jenazah Herdianto, anak buah kapal Lu Qing Yuan Yu 623, dilarung ke Laut Somalia pada 16 Januari 2020. Berawal dari video tersebut terungkap kisah sengsara WNI lain yang bekerja di kapal perikanan asing.
Hal serupa pernah terjadi sebelumnya pada 23 November 2019. Taufik Ubaidilah, anak buah kapal FV Fu Yuan Yu 1218, jenazahnya juga dilarung ke laut setelah meninggal karena kecelakaan kerja. Sementara enam WNI yang lain melompat dari kapal. Empat orang diselamatkan kapal Filipina, sedangkan dua lainnya tidak ditemukan.
”Kami tidak ingin jenazah WNI yang kami salurkan dilarung ke laut seperti kejadian sebelumnya. Maka, kami meminta bantuan Kemenlu RI agar dapat memulangkan jenazah Wendi dan beberapa orang lainnya yang kontrak kerjanya habis,” kata Herman.
Lewat pernyataan tertulis, Kemenlu RI menjelaskan, para ABK yang dipulangkan itu sudah terjebak selama berbulan-bulan di Laut Arab karena kapal mereka dilarang berlabuh di beberapa negara sejak Covid-19 melanda. Repatriasi ini adalah kerja sama yang kedua antara Pemerintah RI dan Pemerintah China. Pada 10 November, 157 ABK (dua meninggal) dari 12 kapal ikan berbendera China direpatriasi lewat Bitung, Sulawesi Utara.
Baca juga: Lima WNI Awak Kapal Ikan China dan Satu Jenazah Dipulangkan lewat Pulau Galang

Tiga warga negara Indonesia yang merupakan anak buah kapal Lu Huang Yuan Yu 117 dan 118 saat memberikan keterangan kepada wartawan di Pangkalan TNI AL Batam, Kepulauan Riau, Rabu (8/7/2020).
Tumpukan kasus
Berita kematian WNI yang bekerja di kapal perikanan berbendera China semakin akrab di telinga warga Kepri. Enam bulan terakhir, kepolisian di provinsi kepulauan ini sudah mengungkap tiga kasus dugaan perdagangan orang di sektor kelautan dan perikanan itu.
Pada 5 Juni, dua WNI melompat dari kapal Lu Qing Yuan Yu 901 di perairan Kabupaten Karimun, yang menjadi perbatasan antara Indonesia dan Singapura. Keduanya adalah Adri Juniasyah (30) asal Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, dan Reynalfi Sianturi (22) asal Pematang Siantar, Sumatera Utara. Mereka berdua mengaku ditipu dan dipaksa bekerja di kapal ikan berbendera China. Belasan tersangka telah ditangkap dalam kasus yang sekarang ditangani oleh Polda Kepri, Polda Metro Jaya, dan Polda Jawa Tengah itu.
Satu bulan berselang, tepatnya pada 8 Juli, TNI Angkatan Laut dan Polri menangkap dua kapal ikan berbendera China, Lu Huang Yuan Yu 117 dan 118, di perairan Pulau Nipah, Batam. Saat diperiksa, aparat menemukan jenazah WNI bernama Hasan Afriadi di lemari pendingin kapal 118. Mandor kapal 118, Song Chuanyun (50), warga negara China, ditetapkan polisi sebagai tersangka penganiayaan yang menyebabkan Hasan meninggal.
Terakhir, pada 14 Agustus, polisi menangkap Direktur PT Surya Mitra Bahari Joni (39) karena memulangkan tiga jenazah WNI secara diam-diam dari kapal Fu Yuan Yu 829 di perairan perbatasan Batam dan Singapura. Jenazah yang diturunkan dari kapal ikan berbendera China itu diidentifikasi sebagai Syaban (22) dan Musnan (26) asal Bireuen, Aceh. Seorang lagi adalah Dicky Arya Nugraha (23) asal Donggala, Sulawesi Tengah.
Baca juga: Hentikan Perbudakan Terselubung Itu

Mandor kapal Lu Huang Yuan Yu 118 Song Chuanyun (50) dihadirkan di Markas Polda Kepulauan Riau, Sabtu (25/7/2020). Ia ditetapkan menjadi tersangka penganiayaan yang mengakibatkan Hasan Afriadi meninggal.
Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia Mohammad Abdi Suhufan mengatakan, tumpang tindih izin perekrutan dan penempatan pekerja pelaut migran di Kementerian Perhubungan dan Kementerian Ketenagakerjaan menyebabkan pengawasan menjadi lemah. Banyak perusahaan tidak memiliki izin, tetapi masih bisa leluasa beroperasi.
Pada 4 Desember lalu, DFW mengirim surat kepada Presiden Joko Widodo yang isinya mendesak pemerintah segera mengesahkan rancangan peraturan pemerintah (RPP) tentang perlindungan pekerja migran di sektor kelautan. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia mengamanatkan RPP itu selesai paling lambat dua tahun sejak UU No 18/2017 disahkan.
”Kami meminta Presiden segera menyelesaikan pembahasan RPP yang berlarut-larut pada level teknis di kementerian. RPP itu sangat penting untuk menjamin perlindungan awak kapal perikanan Indonesia di kapal asing,” kata Abdi.
Baca juga: Membela Anak Buah Kapal Migran yang Tak Terlindungi

Awak kapal asal Indonesia di kapal berbendera China, Lu Huang Yuan Yu 118, membantu proses kapal itu sandar di Pangkalan TNI AL Batam, Kepulauan Riau, Rabu (8/7/2020).
Menurut dia, pemerintah juga harus melakukan pendataan terhadap pelaut Indonesia di kapal asing. Selama ini pemerintah masih kesulitan mengetahui secara pasti jumlah awak kapal perikanan Indonesia di kapal asing karena banyak di antara mereka yang berangkat lewat jalur ilegal. Tanpa data yang akurat, negara tidak bisa memberikan perlindungan yang maksimal.
Laporan Fishers Center, yang dikelola DFW Indonesia, menunjukkan, pada November 2019-Oktober 2020, terdapat 40 laporan dugaan kerja paksa dan perdagangan orang di kapal ikan berbendera China yang menyebabkan sekitar 100 WNI sakit, meninggal, atau hilang. Data itu hanya merupakan kasus yang dilaporkan. Diperkirakan, kasus yang tak dilaporkan lebih banyak lagi. Di luar sana, masih ada ribuan, atau bahkan puluhan ribu, WNI yang bekerja dalam kondisi buruk sebagai awak kapal ikan milik asing.
Angka-angka itu membuat perkataan Andri Juniansyah, ABK Lu Qing Yuan Yu 901 yang kabur dengan melompat ke laut Karimun, terngiang kembali. ”Bantu kami, kami ingin pulang,” ucapnya saat wawancara pada 8 Juni. Ia menirukan kata-kata perpisahan dari 10 WNI lain di kapal tersebut pada malam terakhir mereka bersama.