Tiga Narapidana di Bandar Lampung Kendalikan Peredaran 3,1 Kilogram Sabu
Badan Narkotika Nasional Provinsi Lampung mengungkap jaringan peredaran narkoba yang dikendalikan tiga narapidana di Lembaga Permasyarakatan Kelas I A Rajabasa, Bandar Lampung.
Oleh
VINA OKTAVIA
·3 menit baca
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS — Badan Narkotika Nasional Provinsi Lampung mengungkap jaringan peredaran narkoba yang dikendalikan tiga narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I A Rajabasa, Bandar Lampung. Tiga kurir yang mengantar 3,1 kilogram sabu juga ditangkap.
Ketiga narapidana yang ditangkap adalah AA (45), MK (44), dan FT (23). Ketiga tersangka itu merupakan residivis yang sedang menjalani hukuman penjara atas kasus peredaran narkoba. Bahkan, AA merupakan narapidana yang divonis hukuman mati oleh Pengadilan Negeri Tanjung Karang.
Adapun tiga kurir yang ditangkap adalah UH (41), YH (41), dan IK (29). UH merupakan warga Sumatera Utara dan YH, warga Bengkulu, berperan sebagai kurir yang mengantar sabu seberat 3,1 kilogram dari Sumatera Utara menuju Lampung melalui jalur darat. Adapun IK merupakan warga Lampung yang berperan sebagai kurir penerima sabu atas perintah FT.
Kepala Bagian Umum BNN Provinsi Lampung Rohmansyah saat konferensi pers di Bandar Lampung, Selasa (29/12/2020), mengungkapkan, awalnya aparat menangkap tersangka UH dan MR di area istirahat Kilometer 215 Jalan Tol Terbanggi Besar-Pematang Panggang-Kayu Agung pada Jumat (11/12/2020 pukul 06.00. Sebelum penangkapan, aparat telah mengintai mobil Avanza dengan nomor polisi BD 1383 CA yang dibawa kedua pelaku.
”Saat diperiksa, didapati barang bukti narkoba jenis sabu sebanyak tiga bungkus besar yang diletakkan di bawah jok depan,” kata Rohmansyah.
Kepada aparat, kedua pelaku mengaku sebagai kurir narkoba yang membawa sabu dari Sumatera Utara menuju Lampung. Sabu itu akan diserahkan kepada IK.
Aparat BNN Lampung pun langsung melakukan penangkapan terhadap IK di area parkir minimarket di Desa Bumisari, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan, pada Jumat pukul 09.00. IK mengaku dibayar sebagai kurir atas perintah FT, keponakannya yang merupakan narapidana di LP Kelas I A Rajabasa, Bandar Lampung.
Dari situ, aparat mengembangkan kasus dan berhasil mengamankan FT di dalam lapas. Selain FT, petugas juga mengungkap dua narapidana lain yang berperan sebagai pengendali peredaran 3,1 kilogram sabu itu dari dalam jeruji.
Diduga, sabu itu akan diedarkan di wilayah Bandar Lampung. Sebagian narkoba diduga akan diedarkan pada saat perayaan malam pergantian tahun.
Selain menyita sabu seberat 3,1 kg, aparat juga menyita 10 telepon genggam berbagai merek, 1 mobil avanza, dan 1 sepeda motor. Selain itu, aparat juga menemukan uang Rp 4 juta dan beberapa kartu ATM yang diduga digunakan untuk transaksi narkoba.
Sebagian narkoba diduga akan diedarkan pada saat perayaan malam pergantian tahun.
Atas kejahatan itu, para tersangka dijerat Pasal 114 Ayat (2) juncto Pasal 132 Ayat (1) atau Pasal 112 Ayat (2) juncto Pasal 132 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Ketiga tersangka terancam hukuman mati.
Kepala Bidang Keamanan LP Kelas I A Rajabasa, Bandar Lampung, Eddy Saputra mengatakan, pihaknya siap membantu aparat BNNP Lampung dalam memberantas peredaran narkoba di dalam lapas. Atas kasus itu, petugas lapas langsung melakukan penggeledahan dan menemukan telepon genggam yang dipakai oleh para narapida untuk berkomunikasi.
Menurut dia, petugas lapas sebenarnya sudah melakukan penggeledahan secara berkala untuk mengantisipasi penggunaan alat komunikasi. Namun, petugas kerap tidak menemukan barang bukti telepon genggam.
Saat ini, Lapas Kelas IA Rajabasa, Bandar Lampung, memang belum memiliki sarana untuk mengacak sinyal. Untuk itu, aparat hanya bisa melakukan upaya pemeriksaan secara berkala di dalam lapas.
Kasus peredaran narkoba yang dikendalikan narapidana di Lampung bukan kali ini terjadi. Sebelumnya, BNNP Lampung pernah mengungkap jaringan narkoba yang mengendalikan peredaran ribuan pil ekstasi pada Juli 2020. BNNP Lampung juga pernah menangkap Kepala Lapas Kalianda, Lampung Selatan, Muchlis Adjie karena membantu jaringan narkoba dan menerima gratifikasi dari pengedar narkoba.