Remaja Dominasi Penyalahgunaan Obat Keras di Banyumas
Remaja mendominasi penyalahguna obat-obatan keras di Kabupaten Banyumas. Faktor pergaulan dan keluarga yang bermasalah menjadi latar belakangnya.
Oleh
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
·3 menit baca
PURWOKERTO, KOMPAS — Badan Narkotika Nasional Kabupaten Banyumas merebahilitasi 56 orang penyalahguna narkoba sepanjang 2020. Sebagian besar adalah penyalahguna obat-obat keras dan didominasi oleh remaja berusia 15-20 tahun. Pengawasan dari orangtua perlu ditingkatkan.
”Jenis penyalahgunaannya kebanyakan adalah obat-obatan. Usia remaja dan sekolah antara 15 dan 20 tahun atau sekitar 80 persen. Ada juga yang narkotika dan sejenisnya seperti sabu, tapi tidak banyak,” kata Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Kabupaten Banyumas Agus Untoro, di Purwokerto, Banyumas, Jawa Tengah, Selasa (29/12/2020).
Agus menyebutkan, jika dibandingkan dengan data tahun 2019, jumlahnya menurun karena proses pelacakan yang biasanya dilakukan di sekolah-sekolah terkendala Covid-19. ”Tahun lalu ada 120 penyalahguna yang direhabilitasi di Klinik Pratama Adiksia Medika BNN Kabupaten Banyumas. Namun, karena sekolah virtual, kami melakukan pelacakan bersama pemerintah desa lewat sosialisasi-sosialisasi,” paparnya.
Menurut Agus, para remaja yang terjerumus pada penyalahguna obat-obatan keras itu dilatarbelakangi oleh sejumlah faktor. ”Biasanya karena faktor pergaulan, pengaruh teman bermain dan juga sebagian dari keluarga yang bermasalah, misalnya perceraian atau orangtua merantau sehingga anak diasuh kakak/neneknya. Jadi, mereka kurang pengawasan,” tuturnya.
Untuk itu, komunikasi dalam keluarga antara anak dan orangtua perlu ditingkatkan supaya anak-anak tidak terjerumus ke dalam penyalahgunaan narkoba.
Biasanya karena faktor pergaulan, pengaruh teman bermain dan juga sebagian dari keluarga yang bermasalah (Agus Untoro).
Kepala Seksi Pencegahan dan Pemberdayaan Masyarakat BNN Kabupaten Banyumas Wicky Sri Airlangga menyampaikan, biasanya pelacakan terhadap penyalahguna dilakukan di sekolah-sekolah dengan menggunakan tes urine.
”Penyalahguna coba-coba relatif menurun karena mereka cenderung di rumah. Tapi, pengguna yang sudah lama, mereka tidak terpengaruh Covid-19, mereka tidak takut Covid19. Mereka tetap jualan dan mengedarkan,” tutur Wicky.
Selain rehabilitasi, tambah Agus, BNN Kabupaten Banyumas sepanjang 2020 menangani 4 berkas dengan jumlah 3 tersangka dan barang bukti sabu seberat 0,5 ons. Ketiganya telah diputus dengan hukuman pidana penjara 11 tahun, 8 tahun, dan 6 tahun. Mereka adalah pengedar dan bandar narkoba.
Di Purbalingga, dari siaran pers yang diterima, Kepala BNN Kabupaten Purbalingga Ajun Komisaris Besar Polisi Sharlin Tjahaja F Arie menyampaikan, sepanjang 2020 terdapat 39 orang yang menjalani rehabilitasi. Dari jumlah itu, sebanyak 35 orang laki-laki, dan 4 orang perempuan.
Menjalani rehabilitasi
Dari sisi usia, paling muda berusia 15 tahun dan paling tua berusia 57 tahun. Jika dibandingkan data tahun sebelumnya, jumlah yang menjalani rehabilitasi pada 2019 ada 32 orang.
Seperti diberitakan Kompas (26/12/2020) ”Gerilya Bandar di Tahun Hawar”, kurun waktu Januari-November 2020, Ditnarkoba menangani 41.093 kasus dengan total tersangka 53.184 orang, terdiri dari 53.118 warga negara Indonesia dan 66 warga negara asing. Jumlah kasus naik 3,24 persen dibandingkan dengan periode Januari-Desember tahun lalu (39.805 kasus) dan jumlah tersangka naik 3,87 persen (2019 ada 51.194 orang).
Barang bukti sabu yang dihimpun juga melonjak tajam, dari 2,7 ton pada 2019 menjadi 5,91 ton tahun ini atau membubung 119 persen. Peningkatan itu tetap mencemaskan meski kenaikan tidak terjadi pada sejumlah jenis narkoba lainnya. Barang bukti ganja menurun 15,55 persen (dari 59,91 ton ke 50,59 ton) dan ekstasi turun 5,67 persen (dari 959.885 butir ke 905.425 butir).
Disebutkan bahwa, jika wabah Covid-19 bagi para pejuang rupiah halal merupakan pukulan, bagi pengedar narkoba—para peneguk uang haram—merupakan kawan sekaligus peluang baru.
Mantan Deputi Bidang Pemberantasan Badan Narkotika Nasional (BNN) Inspektur Jenderal (Purn) Benny Mamoto mengaitkannya dengan dampak serius Covid-19 terhadap perekonomian yang memicu pengangguran naik dan membesarnya tekanan terhadap mental warga.
”Kondisi ini membuka peluang bisnis ilegal narkoba berkembang,” ujar Benny. Mereka yang menganggur dan putus asa mencari pekerjaan jadi ”ladang basah” bagi perekrut kurir narkoba. Adapun warga yang tertekan berpotensi menjadikan narkoba sebagai pelarian (Kompas, 26/12/2020).