Warga harus mengalah jika ingin virus korona segera hilang setidaknya dari Minahasa. Sunyi dan sepi Bethlehem saat Yesus lahir di palungan kini terasa di Minahasa pada hari Natal.
Oleh
Kristian Oka Prasetyadi
·3 menit baca
Dalam 189 terakhir, baru pada 2020 ada malam Natal lewat dalan sunyi di Langowan. Penduduk salah satu kecamatan di Minahasa, Sulawesi Utara, itu tentu kecewa. Walakin, mereka pun tahu bahwa malam Natal pertama juga berlangsung dalam kesederhaan dan kesunyian.
Kesunyian Natal di Langowan dirasakan antara lain oleh Lusje (49). Biasanya, gereja akan penuh oleh warga yang pulang kampung dari rantau. Jalanan pun padat. Kini, salam Natal kepada orang sekantor pun hanya bus disampaikan lewat telepon. Tidak ada kerabat dari luar Langowan ikut makan di malam dan hari Natal.
Meski demikian, Lusje menganggap Natal 2020 menjadi kesempatan menghayati peristiwa kelahiran Yesus yang senyap dan sederhana. Meski demikian, berkat dan kebahagiaan Natal tetap berkobar dalam hatinya. ”Biarlah kali ini kita mengalah, menjaga jarak demi keselamatan bersama,” ujarnya, Jumat (25/12/2020).
Seperti di banyak tempat lain, gereja di Langowan juga meniadakan ibadah Natal untuk banyak orang. Ketua Sinode Gereja Masehi Injili di Minahasa (GMIM) Pendeta Hein Arina meminta umat turut bertanggung jawab memutus mata rantai penyebaran virus korona. Gereja juga menganjurkan umat menggelar makan bersama.
Imbauan itu dipatuhi, antara lain, oleh Rudy Kalangie (65). Ia sadar, warga harus mengalah jika ingin virus korona segera hilang setidaknya dari Minahasa. ”Kami menyesuaikan diri saja dengan anjuran pemerintah,” ujarnya.
Memang, ia tetap menyiapkan aneka masakan untuk makan bersama di rumahnya. Bebek kuning pedas, ayam goreng, dan babi kecap ala Minahasa tetap tersedia di rumah warga Desa Paslaten itu. Bersama 14 kerabatnya yang tinggal sedesa, Rudy mengikuti ibadah Natal dari rumahnya. ”Jangankan dari Manado, keluarga dari kecamatan lain pun tidak ada,” ujarnya.
Bagi warga yang tinggal dekat gereja, ibadah Natal diikuti dengan cara mendengar suara dari pelantang di gereja. Jika terlalu jauh dan tidak bisa mendengar dari pelantang, warga menyimak rangkaian ibadah yang disiarkan melalui media sosial.
Kurang
Untuk pertama kali dalam hidup Olga Korua, sepupu Rudy, tidak mengikuti ibadah Natal di gereja. ”Rasanya kurang lengkap karena inti dari perayaan Natal adalah dari segi keimanannya, yaitu kelahiran Yesus,” ujarnya.
Orang-orang Langowan termasuk salah satu pemeluk Kristen awal di Sulut. Semua dimulai pada 12 Juni 1831, misionaris Jerman utusan Nederladsch Zendeling Genootschap (lembaga pekabaran injil Belanda), Johann Gottlieb Schwarz, tiba di Manado.
Ia memilih Langowan sebagai pusat wilayah kerjanya. Setelah umat semakin banyak, GMIM Schwarz Sentrum Langowan dibangun pada 1847. Sejak itu, Natal selalu dirayakan dengan meriah di Langowan.
Bahkan, beberapa hari menjelang Natal 2020, warga Langowan tetap bersiap merayakan dengan meriah. Hal itu, antara lain, ditunjukkan dengan warga memborong minuman kemasan, bahan kue, kembang api, hingga terompet.
Namun, seiring dengan keputusan pemerintah dan gereja untuk meniadakan perayaan, Natal 2020 di Langowan pun senyap. Sunyi dan sepi Bethlehem saat Yesus lahir di palungan kini terasa di Minahasa pada hari Natal, Jumat (25/12). Nyaris tiada aktivitas warga di ruas jalan sepanjang 47 kilometer yang melintasi Manado, Tomohon, Leilem, Sonder, Kawangkoan, Tompaso, hingga Langowan. Pintu rumah-rumah di perkampungan, yang biasanya terbuka bagi siapa pun yang ingin berkunjung, kini tertutup rapat.