Warga di sejumlah kelurahan di Kota Solo, Jawa Tengah, dilatih menjadi relawan siaga bencana. Para relawan itu berperan besar dalam penanganan bencana, termasuk saat pandemi Covid-19 melanda.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·5 menit baca
Warga di sejumlah kelurahan di Kota Solo, Jawa Tengah, dilatih menjadi relawan siaga bencana. Mereka punya peran besar dalam penanganan bencana, termasuk saat pandemi Covid-19 melanda. Tanpa bayaran, mereka memaknai tugas relawan sebagai panggilan.
Tiga perempuan tampak sibuk menyiapkan bahan makanan untuk dimasak di teras sebuah rumah, Senin (14/12/2020) pagi. Ada yang mengiris-iris kacang panjang, membuka bungkus tempe yang hendak digoreng, hingga menata kerupuk di panci ukuran besar.
Mereka bukan sedang menyiapkan makanan untuk keluarga masing-masing, melainkan untuk warga terdampak banjir di Kelurahan Sewu, Kecamatan Jebres, Solo. Pada Minggu (13/12/2020) malam hingga keesokan harinya, sebagian area Kelurahan Sewu memang dilanda banjir akibat luapan Sungai Bengawan Solo.
Banjir itu menyebabkan sejumlah rumah tergenang air dengan ketinggian hingga sekitar 1 meter dan berdampak terhadap 219 warga. Untuk meringankan beban warga terdampak banjir, relawan Siaga Bencana Berbasis Masyarakat (Sibat) Kelurahan Sewu pun mendirikan dapur umum.
Sibat merupakan kelompok relawan di tingkat kelurahan di Solo yang dibentuk oleh Palang Merah Indonesia (PMI) untuk membantu penanggulangan bencana. Kelompok relawan itu beranggotakan warga setempat yang telah diberi pelatihan oleh PMI. Selain di Kelurahan Sewu, Sibat juga sudah terbentuk di banyak kelurahan lain di Solo.
Ketua Sibat Kelurahan Sewu, Sri Mahanani Budi Utomo (45), mengatakan, di kelurahan itu, Sibat terbentuk sejak 2015 dan kini memiliki sekitar 30 anggota. Sejak terbentuk, Sibat Kelurahan Sewu aktif terlibat dalam penanganan bencana banjir di daerah itu. Sebagian area Kelurahan Sewu memang rawan banjir karena lokasinya berada di bantaran Sungai Bengawan Solo.
Saat banjir terjadi seperti pertengahan Desember lalu, para relawan Sibat Kelurahan Sewu membantu evakuasi warga yang terdampak beserta barang-barangnya. Para relawan itu juga mendirikan tenda sebagai tempat pengungsian. Selain itu, relawan Sibat juga mendata warga terdampak banjir.
Dalam prigram mitigasi, mereka juga terus memantau ketinggian air Sungai Bengawan Solo untuk mengantisipasi potensi banjir. “Kalau ada kenaikan tinggi muka air, kami langsung berkabar ke warga melalui media sosial. Zaman sekarang kan yang paling efektif itu media sosial. Kalau pakai kentongan nanti malah heboh,” ujarnya.
Bahkan, Sibat Kelurahan Sewu juga aktif menanam tumbuhan akar wangi di pinggir Sungai Bengawan Solo untuk mencegah erosi dan longsor. Selama beberapa tahun terakhir, relawan Sibat juga membuat sejumlah sumur resapan dan lubang biopori untuk mengurangi potensi munculnya genangan air akibat hujan. “Kami juga membuat jalur evakuasi untuk memudahkan proses evakuasi saat terjadinya banjir,” tuturnya.
Sibat merupakan kelompok relawan di tingkat kelurahan di Solo yang dibentuk oleh Palang Merah Indonesia (PMI) untuk membantu penanggulangan bencana. Kelompok relawan itu beranggotakan warga setempat yang telah diberi pelatihan oleh PMI.
Pandemi
Para anggota Sibat tak hanya berfokus pada penanganan bencana alam. Saat pandemi Covid-19 melanda, para relawan Sibat di sejumlah kelurahan di Solo langsung terjun untuk membantu penanganan pandemi. Kondisi itu antara lain terjadi di Kelurahan Sudiroprajan, Kecamatan Jebres.
Ketua Sibat Kelurahan Sudiroprajan, Yanuar Sri Hartono (35), mengatakan, setelah pandemi terjadi, anggota Sibat di kelurahan itu aktif melakukan penyemprotan disinfektan ke berbagai lokasi untuk meminimalkan risiko penyebaran Covid-19. Penyemprotan itu antara lain dilakukan di fasilitas umum, tempat ibadah, dan pemukiman warga.
Relawan Sibat Sudiroprajan juga melakukan penyemprotan disinfektan di Pasar Gede yang merupakan salah satu pasar tradisional besar di Solo. Sebab, secara administratif, Pasar Gede memang masuk wilayah Sudiroprajan. “Kami melakukan penyemprotan itu dengan uang hasil donasi dari warga,” ujar Yanuar.
Yanuar menuturkan, anggota Sibat Sudiroprajan juga beberapa kali melakukan edukasi mengenai protokol kesehatan kepada masyarakat. Para relawan tersebut juga mendata warga yang sakit tetapi takut datang ke fasilitas kesehatan karena adanya pandemi Covid-19. Hasil pendataan itu kemudian dilaporkan ke puskesmas agar warga yang takut itu bisa mendapat pelayanan kesehatan.
Di Kelurahan Joyosuran, Kecamatan Pasar Kliwon, Solo, relawan Sibat tak hanya terlibat dalam penyemprotan disinfektan. Ketua Sibat Joyosuran, Kusyani (33), mengatakan, relawan Sibat di kelurahan itu menginisiasi program Jemuran Berbagi untuk membantu warga setempat yang mengalami kesulitan ekonomi akibat pandemi Covid-19.
Dalam program itu, relawan Sibat Joyosuran mengajak warga yang mampu untuk meletakkan bahan makanan, misalnya sayuran dan sembako, di tali atau tiang jemuran yang ada di depan rumah warga. Bahan makanan itu lalu bebas diambil warga yang membutuhkan. “Saat awal pandemi itu, banyak warga kami yang jadi pengangguran dan kehilangan pendapatan,” ungkapnya.
Selain itu, relawan Sibat Joyosuran juga membuat cairan disinfektan secara mandiri, lalu membagikannya secara gratis kepada relawan dari wilayah lain dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. “Sejak Maret 2020, sudah ada sekitar 10.000 liter cairan disinfektan yang kami bagikan ke berbagai pihak di Solo dan sekitarnya. Bahkan, dari Magelang, juga ada yang ambil di tempat kami,” tutur Kusyani.
Panggilan hati
Kusyani menuturkan, menjadi relawan Sibat merupakan sebuah panggilan hati. Oleh karena itu, Kusyani dan para relawan Sibat lain dengan senang hati menjalankan kerja-kerja kemanusiaan meski tak mendapat bayaran.
“Kami meyakini, ketika kami menolong seseorang, kami akan dimudahkan dalam kehidupan. Contohnya, teman saya itu ada yang dulu pengangguran, lalu ikut Sibat dan mencurahkan pikiran dan tenaganya untuk Sibat. Alhamdulillah, sekarang dia mendapat pekerjaan yang baik,” ungkap Kusyani.
Chief Executive Officer PMI Solo, Sumartono Hadinoto, menuturkan, Sibat awalnya dibentuk di tiga kelurahan pada tahun 2015. Setelah itu, PMI Solo berupaya membentuk Sibat di kelurahan lain karena keberadaan para relawan itu sangat membantu penanggulangan bencana di Solo. Dari 54 kelurahan di Solo, saat ini Sibat sudah terbentuk di 50 kelurahan. “Targetnya, kami ingin membentuk Sibat di seluruh kelurahan di Solo,” ujarnya.
Sumartono menyebut, para relawan Sibat itu telah diberi pelatihan khusus oleh PMI, misalnya terkait pertolongan pertama kegawatdaruratan serta penyiapan dapur umum. Namun, relawan Sibat bebas menjalankan program sesuai dengan kondisi kelurahan masing-masing. Di tengah peradaban kota yang cenderung individualistis, keberadaan Sibat membuktikan masih banyak warga punya keinginan tinggi membantu sesama.