Menurut Gus Mus, dalam pandemi Covid-19, setiap orang tak bisa jika hanya mementingkan diri sendiri, tetapi mengabaikan keselamatan dan kesehatan orang banyak. Penggunaan masker bagian dari menjaga diri dan orang lain.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Pengasuh Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin, Leteh, Rembang, Jawa Tengah, KH Ahmad Mustofa Bisri atau Gus Mus mengajak para ulama dan pengasuh pondok pesantren untuk dapat terus bersilaturahmi secara virtual. Cara baru itu dapat mengurangi potensi penularan Covid-19.
Gus Mus mengatakan hal itu pada Sarasehan Hari Santri yang diselenggarakan Kementerian Agama Kantor Wilayah Jawa Tengah, Senin (21/12/2020). Acara tersebut digelar secara virtual.
”Bagaimana pesantren, ulama bisa bersilaturahmi seperti ini. Sekarang banyak pesantren yang buat seperti ini (pertemuan virtual), jadi tidak usah bertemu langsung. Kita hadirkan kiai-kiai dan berbicara secara bergantian. Nanti santri yang siapkan (teknisnya). Intinya, masih tetap silaturahmi dan bermusyawarah dengan cara baru,” ujarnya.
Ia menambahkan, dalam menjalankan adaptasi kebiasaan baru pada masa pandemi Covid-19, tidak hanya dipikirkan kesehatan dan keselamatan badan saja, tetapi juga jiwa. Dan, mengesampingkan kepentingan diri sendiri daripada kepentingan orang banyak.
Menurut Gus Mus, sejumlah orang mengira memakai masker hanya untuk keselamatan diri sendiri agar tidak tertular Covid-19. ”Bukan hanya itu. (Memakai masker dan menerapkan protokol kesehatan) itu menjaga diri kita dan orang lain. Kita tak boleh egois karena itu bukan karakter umat Nabi Muhammad SAW,” ucapnya.
Selain itu, Gus Mus menyarankan kepada otoritas atau pemerintah untuk berbicara dan duduk sama rendah dalam menyosialisasikan protokol kesehatan di lingkungan pesantren. Menurut dia, pandemi Covid-19 dapat dibicarakan dengan suasana santai, antara manusia dan manusia. Semua bisa didekati dengan cara-cara kemanusiaan.
Gubernur Jateng Ganjar Pranowo menuturkan, dalam situasi saat ini, pekerjaan rumah masih banyak. Baik itu urusan kesehatan, ekonomi, maupun relasi sosial yang mesti terus dijaga. Arahan tokoh-tokoh agama menjadi sangat penting untuk bisa memengaruhi publik, untuk sama-sama menjaga agar tak tertular Covid-19.
”Pandemi Covid-19 ini membutuhkan pikiran, hati, dan sikap secara bersama-sama. Edukasi membutuhkan waktu dan kesabaran. Kalau ada yang belum percaya, kami carikan pola komunikasinya, siapa yang paling dipercaya (di komunitas). Maka itu, kami hadirkan program Jogo Santri, lalu Jogo Kiai,” ucap Ganjar.
Inisiasi
Ganjar menuturkan sudah mengusulkan kepada pemerintah pusat terkait dengan upaya menekan munculnya kluster Covid-19 di pondok pesantren. ”Untuk jaga pesantren ini, tak bisa dengan teori-teori teknis kesehatan. Butuh fatwa. Kalau bisa, diarahkan Wakil Presiden yang juga kiai. Namun, sambil berjalan, kita tak boleh diam. Bisa inisiasi dengan tokoh-tokoh yang dipercaya, seperti Mbah Mus,” lanjutnya.
Ketua Pos Kesehatan Pesantren Ponpes Al Muayyad, Kota Solo, dr Tri Wigati menuturkan, sejak awal pandemi Covid-19, pihaknya merespons dengan melakukan sejumlah kebiasaan baru. Selain disediakan sarana dan prasarana untuk memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak, juga disiapkan tempat karantina.
Selain itu, akses keluar masuk benar-benar dibatasi untuk mencegah penularan Covid-19. ”Dalam adaptasi kebiasaan baru ini, awalnya memang sulit. Sebab, dulu santri biasa keluar masuk, sedangkan sekarang hampir semua akses kami tutup, terutama di depan. Wali santri juga kini tak lagi bebas jenguk. Segala pencegahan kami lakukan,” kata Tri Wigati.
Menurut laman corona.jatengprov.go.id yang dimutakhirkan pada Senin (21/12/2020) pukul 12.00, terdapat 82.150 kasus positif kumulatif dengan rincian 10.196 orang dirawat, 67.034 orang sembuh, dan 4.920 orang meninggal. Ada penambahan 25.056 kasus positif sejak 1 Desember 2020.
Adapun ponpes menjadi kluster Covid-19 dengan jumlah terbanyak di Jateng selain rumah tangga. Sebelumnya, kluster ponpes antara lain ditemukan di Wonogiri, Pati, Banyumas, Kebumen, dan Kota Salatiga.