Komunitas Babad Banyumas Kenalkan Sejarah Banyumas
Sejarah Banyumas diperkenalkan dalam situs web, kegiatan komunitas, dan kegiatan susur sejarah. Dengan itu, diharapkan sejarah Banyumas kian diminati banyak orang sehingga identitas Banyumas tetap terjaga.
Oleh
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
·4 menit baca
PURWOKERTO, KOMPAS — Pengenalan sejarah daerah terus dilakukan individu dan komunitas agar anak-anak muda tidak buta akan akar sejarah dan budayanya. Di Banyumas, Jawa Tengah, Komunitas Babad Banyumas dibentuk sebagai wadah untuk mengenali dan menggali sejarah Banyumas.
Komunitas mengemas pengenalan sejarah dengan pendekatan baru agar sejarah diminati banyak orang. Mereka mengadakan susur sejarah di wilayah Kecamatan Banyumas dan peluncuran situs babadbanyumas.com.
”Sejarah itu seperti kita menaiki sepeda motor. Itu seperti spion, melihat ke belakang untuk keselamatan ke depan,” kata inisiator komunitas sekaligus penerjemah dan penyunting Babad Banyumas, Nasirun Wijaya, di Banyumas, Jawa Tengah, Minggu (20/12/2020). Namun, dalam benak anak-anak muda, lanjut Nasirun yang juga dikenal dengan nama Nasirun Purwokartun itu, pelajaran sejarah dipenuhi dengan sederet angka tahun peristiwa yang kadang membuat ruwet.
Lewat kegiatan komunitas, peluncuran situs web, dan kegiatan susur situs jejak-jejak sejarah Banyumas, pengenalan sejarah tidak ruwet dan membosankan. Dengan demikian, diharapkan sejarah dan kearifan lokal kian terjaga.
Nasirun mengatakan, situs babadbanyumas.com bisa diunduh kapan saja. Ada dua versi babad, yakni Mertadirejan dan Wirjaatmadjan. ”(Dengan membaca) itu sudah cukup untuk bekal memahami sejarah Banyumas,” ucapnya.
Pada Minggu pagi hingga siang, puluhan orang mengikuti susur sejarah jejak Banyumas. Kegiatan dimulai di Masjid Agung Nur Sulaiman yang berada di sebelah barat Alun-alun Banyumas. Masjid ini dibangun pada tahun 1707 saat pemerintahan Yudanegara II atau keturunan kelima dari Joko Kaiman, pendiri Kabupaten Banyumas.
”Masjid ini dibangun oleh Demang Gumelem, jadi konstruksinya mirip dengan masjid yang ada di Gumelem,” ujar Nasirun. Gumelem kini menjadi wilayah Kabupaten Banjarnegara. Terdapat masjid tua yang dibangun abad ke-17 di daerah itu.
Dari situ, komunitas dan pemerhati sejarah Banyumas kemudian berjalan kaki menuju Makam Tembagan. Di lokasi itu terdapat makam pengikut Untung Surapati, pahlawan nasional, yakni Suradenta Suradenti. Bukan makam yang berkaitan dengan Kabupaten Banyumas, melainkan pohon tembaga yang menjadi penanda berdirinya Kabupaten Banyumas.
Sejarah berdirinya Kabupaten Banyumas pun diceritakan Nasirun, yakni ketika Adipati Mrapat atau Raden Joko Kaiman setelah menjadi Adipati Wirasaba (sekarang di wilayah Purbalingga) mendapat wangsit atau pesan gaib untuk memindahkan kekuasaannya dari Wirasaba ke arah barat. Wangsit itu mengatakan pusat kekuasaan baru ada di pertemuan Sungai Banyumas dan Sungai Pasinggangan. ”Tepatnya di tempat tumbuhnya pohon tembaga,” ungkap Nasirun.
Menurut Nasirun, wangsit itu menjadi semacam legitimasi yang dipakai untuk meneguhkan pertimbangan pemindahan kekuasaan dari Wirasaba ke Desa Kejawar di Banyumas pada 1571. Diperkirakan, setelah menjabat Adipati Wirasaba ke-7 di bawah Kerajaan Pajang dan membagi wilayahnya menjadi empat bagian (kini menjadi Banyumas, Banjarnegara, Purbalingga, dan Cilacap), Joko Kaiman ingin pulang kampung ke Kejawar di Banyumas.
Nasirun menyampaikan, berdasarkan kesaksian masyarakat setempat, pohon tembaga tersebut merupakan satu-satunya pohon tembaga di wilayah itu. Diperkirakan usianya hampir 500 tahun. ”Kalau dihitung, Banyumas berdiri tahun 1571, berarti sampai hari ini pohon ini usianya sekitar 450 tahun,” ujarnya.
Kalau dihitung, Banyumas berdiri tahun 1571, berarti sampai hari ini pohon ini usianya sekitar 450 tahun. (Nasirun)
Dalam susur sejarah itu, di sekitar pohon tembaga yang dilingkupi pagar besi juga disematkan janur kuning. Penyematan janur kuning menjadi simbol doa agar Banyumas sejahtera.
Menurut Nasirun, janur adalah singkatan dari sejatining nur atau sejatinya cahaya. ”Manusia itu membutuhkan cahaya dari Tuhan dan kita minta bimbingan-Nya,” katanya. Caranya dengan selalu melihat ke belakang sebagai bagian dari sejarah dan menjadikannya bekal ke depan. ”Untuk bekal melihat ke depan sebagai kesejahteraan Banyumas,” ujarnya.
Ketua Komunitas Babad Banyumas Agung Wicaksono menyampaikan, komunitas ini memiliki anggota sekitar 70 orang. Anggotanya tidak hanya berasal dari Banyumas, tetapi juga dari luar Banyumas seperti Tegal.
Komunitas diharapkan menjadi wadah untuk menambah persaudaraan sekaligus melestarikan pengetahuan sejarah Banyumas. ”Diharapkan persaudaraan lebih kuat, (anggota) bisa saling belajar bersama tentang sejarah Banyumas,” ujar Agung.
Hadi Wasikun (74), salah seorang tokoh masyarakat dan juga pegiat seni macapat di Banyumas, menambahkan, dengan mengenali sejarah, diharapkan masyarakat tidak kehilangan akar, apalagi identitasnya. ”Sejarah bisa menjadi pedoman atau tuntutan buat kita,” kata Hadi.