Dukung Konservasi, ”Domus Coronarius Circularis” Ditenggelamkan di Selat Bali
Sebuah karya seni instalasi bertajuk ”Domus Coronarius Circularis” karya seniman Teguh Ostenrik ditenggelamkan di Selat Bali. Aksi ini merupakan salah satu upaya mendukung konservasi perikanan dan kelautan.
Oleh
ANGGER PUTRANTO
·3 menit baca
BANYUWANGI, KOMPAS — Sebuah karya seni instalasi bertajuk ”Domus Coronarius Circularis” karya seniman Teguh Ostenrik ditenggelamkan di Selat Bali. Aksi ini merupakan salah satu upaya mendukung konservasi perikanan dan kelautan.
Kegiatan tersebut merupakan kerja sama Yayasan Trumbu Rupa dan PT Pelni dalam upaya melestarikan habitat ikan-ikan yang ada di Selat Bali, khususnya di sekitar perairan Pantai Bangsring, Banyuwangi. Harapannya, karya seni yang ditenggelamkan itu nantinya akan menjadi rumah bagi ikan-ikan yang ada di sana.
Domus Coronarius Circularis merupakan instalasi dengan panjang dimensi 15 meter. Karya berbentuk spiral raksasa ini memiliki diameter luar 5 meter dan diameter tengah 3 meter. Sejumlah ornamen berbentuk virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19 juga tampak menghiasi instalasi tersebut.
”Sesuai namanya, kami berharap instalasi ini nantinya memang menjadi rumah bagi ikan-ikan yang ada di Bangsring. Sedangkan Coronarius memang melambangkan virus yang kini tengah merebak,” tutur Teguh Ostenrik ketika ditemui di sela penenggelaman instalasi seni di Pantai Bangsring, Banyuwangi, Senin (14/12/2020).
Teguh menjelaskan, Circularis yang dilambangkan dengan bentuk spiral dimaksudkan sebagai upaya manusia keluar dari kondisi pandemi yang sulit. Tabung yang terbuka lebar di kedua sisi tetapi menyempit di bagian tengah melambangkan situasi pandemi yang harus dihadapi manusia saat ini.
Menurut Teguh, manusia saat ini seolah menghadapi tantangan dengan memasuki sebuah lorong yang sempit. Perjuangan harus terus dilakukan agar bisa sampai ke ujung di sisi lain.
”Perjuangan bisa dilakukan dengan apa saja. Disiplin terhadap protokol kesehatan salah satunya. Siapa yang mau berjuang akan sampai ke ujung tantangan yang terbuka lebar dan menyimpan kemerdekaan,” tuturnya.
Karya Teguh yang bertajuk Domus Coronarius Circularis ini merupakan karya ke-10 yang ia tenggelamkan bersama Yayasan Trumbu Rupa. Tahun ini, Domus Coronarius Circularis diciptakan dan ditenggelamkan sebagai refleksi perjalanan tahun 2020 yang menjadi tahun pandemi.
Teguh butuh waktu empat bulan lamanya untuk melahirkan Domus Coronarius Circularis sejak dari konsep hingga konstruksi. Khusus pembangunan konstruksi, Teguh melakukannya selama dua minggu terakhir.
Upaya konservasi yang dilakukan Teguh bersama Trumbu Rupa juga mendapat dukungan dari PT Pelni. ”Penenggelaman Domus Coronarius Circularis merupakan kerja sama mereka untuk kali keempat. Kami berharap kegiatan kami ini dapat turut melestarikan lingkungan perairan yang ada di sekitar sini,” ujar Vice Presiden Perbendaharaan PT Pelni Suparno.
Dibutuhkan 40 penyelam untuk membawa instalasi seni seberat 2 ton yang terbuat dari pipa galvanis dan plat besi setebal 1,2 milimeter. Instalasi tersebut ditenggelamkan di kedalaman 12 meter sejauh 200 meter dari bibir pantai.
”Dalam dua hari ke depan instalasi ini pasti langsung ditempati ikan. Namun, kami tetap harus melakukan transplantasi sejumlah bibit trumbu karang untuk mempercepat tumbuhnya terumbu karang di sekitar instalasi seni tersebut,” ujar Ikhwan Arief, pengelola Bangsring Underwater.
Ikhwan optimistis, dalam enam bulan setelah transplantasi terumbu karang dilakukan instalasi tersebut akan mulai ditumbuhi terumbu-terumbu baru. Hal itu terjadi karena cahaya matari dinilai cukup untuk menembus hingga instalasi tersebut.
Kehadiran Domus Coronarius Circularis, lanjut Ikhwan, menambah keanekaragaman titik konservasi terumbu karang. Saat ini sudah ada 200 titik terumbu karang buatan, ribuan transplantasi bibit terumbu karang, 500 apartemen ikan, dan dua stupa berbentuk penari gandrung yang ditenggelamkan di sekitar Pantai Bangsring.
Dalam dua hari ke depan instalasi ini pasti langsung ditempati ikan. Namun, kami tetap harus melakukan transplantasi sejumlah bibit terumbu karang untuk mempercepat tumbuhnya terumbu karang di sekitar instalasi seni tersebut. (Ikhwan Arief)
Sebelum menjadi tempat konservasi dan destinasi wisata, Bangsring banyak dikenal sebagai tempat perburuan ikan laut hias dan terumbu karang ilegal. Namun, kini penggunaan potas dan bom ikan sudah tidak lagi dilakukan di sana.
Upaya Ikhwan dan para nelayan di Bangsring bahkan mendapat apresiasi dari pemerintah berupa penganugerahaan Kalpataru pada 2017. Kini, para nelayan tidak lagi disibukkan dengan mencari ikan, tetapi menjadi pemandu wisata bahari.