Budidaya Mangrove di Pesisir Kota Semarang Mesti Berkelanjutan
Beberapa hari terakhir, tanaman mangrove yang berusia kurang dari setahun di Mangunharjo, Tugu, Kota Semarang, tak kuat menahan arus akibat gelombang tinggi dan angin kencang. Sejumlah tanaman bakau pun tertimbun pasir.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Wilayah pesisir di Kota Semarang, Jawa Tengah, butuh lebih banyak tanaman mangrove sebagai benteng alami dari ancaman abrasi. Kesadaran masyarakat sebenarnya telah tumbuh, tetapi perlu lebih banyak pihak yang ambil bagian agar konservasi dapat berkelanjutan.
Ancaman abrasi pernah menghantui wilayah pesisir di Kelurahan Mangunharjo, Kecamatan Tugu, Kota Semarang. Namun, berkat inisiasi yang dilakukan masyarakat setempat sejak akhir 1990-an, kini wilayah tersebut terbentengi mangrove dengan luas sekitar 70 hektar. Kendati demikian, bukan berarti permasalahan selesai.
Setiap air laut pasang, selalu ada ancaman kerusakan pada bentang mangrove. ”Seperti beberapa hari terakhir ini, tanaman mangrove yang berusia kurang dari setahun tidak kuat menahan arus akibat gelombang tinggi dan angin kencang. Tertimbun pasir,” kata pegiat mangrove di Mangunharjo, Sururi (62), Jumat (11/12/2020).
Sururi, yang sejak lama menggeluti pembibitan mangrove, tak memungkiri, penanaman mangrove bergantung pada tanggung jawab sosial (CSR) perusahaan dan sejumlah instansi. Bagaimanapun, penanaman, yang juga diikuti perawatan, mesti terus digalakkan.
Pada 2020, lantaran pandemi Covid-19, permintaan menanam bibit mangrove di Mangunharjo jauh berkurang. Sejumlah bibit pun tak laku. ”Sebelum pandemi Covid-19, setiap bulan bisa beberapa kali (penanaman). Namun, selama pandemi ini, sebulan bisa tak ada yang menanam sama sekali,” ujarnya.
Adapun harga bibit yang dijual Sururi Rp 1.200 per batang untuk mahasiswa atau umum dan Rp 1.500 untuk perusahaan. Setiap perusahaan paling sedikit membeli 2.000 bibit untuk kemudian ditanam. Sebelum pandemi, banyak juga peneliti dari luar negeri. Namun, tahun ini hampir tidak ada.
Sururi menuturkan, penyelamatan lingkungan pesisir dengan menanam mangrove amat dibutuhkan dan perlu mendapat perhatian dari semua pihak. Ia tak ingin ancaman lingkungan pada 1990-an, saat maraknya ekstensifikasi tambak untuk budidaya udang windu, terulang. Saat itu, banyak mangrove ditebang yang kemudian justru mengancam kelangsungan hidup warga.
Penyelamatan lingkungan pesisir dengan menanam mangrove amat dibutuhkan dan perlu mendapat perhatian dari semua pihak.
Edukasi
Pada Jumat (11/12/2020), Rektor Universitas PGRI Semarang (Upgris) Muhdi beserta sejumlah sivitas akademika dan Putri Indonesia Pariwisata 2020 Jihane Almira Chedid menanam mangrove di Mangunharjo. Hal tersebut diharapkan turut menggugah kesadaran masyarakat dalam merawat dan menanam mangrove.
”Selain menanam dan merawat, tidak kalah penting ialah mengedukasi masyarakat dalam pelestarian lingkungan. Penanaman dan perawatan mangrove diharapkan membuat Mangunharjo bisa terselamatkan dari berbagai kemungkinan kerusakan lingkungan,” ujar Muhdi.
Dalam sepekan terakhir, air laut pasang dan angin kencang melanda Kota Semarang dan sekitarnya. Sejumlah rumah di kampung nelayan Tambaklorok rusak akibat diterjang air laut pasang. Pada Selasa (8/12/2020), lebih dari 30 pohon tumbang dan menyebabkan satu orang terluka.
Prakirawan Stasiun Meteorologi Ahmad Yani Semarang, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Arif Nurhidayat, dalam keterangannya menyebutkan, pada Jumat (11/12/020) pukul 07.00-19.00, angin berembus dari arah barat-utara, dengan kecepatan 10-30 kilometer per jam. Sementara tinggi gelombang perairan utara Jateng 1,25-2,5 meter.